Ringkasan Utama
Lonjakan kasus keracunan akibat makanan MBG membuat seorang ayah di Tangsel mengingatkan anaknya untuk waspada terhadap bau dan tampilan makanan di sekolah. Kekhawatiran ini muncul di tengah pelaksanaan program nasional senilai Rp 335 triliun.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pada 6 Januari 2025 kini menjadi sorotan publik setelah ribuan kasus keracunan dilaporkan di berbagai daerah. Di Tangerang Selatan, seorang ayah berinisial SR mengaku khawatir anaknya yang duduk di kelas 3 SD Negeri ikut terdampak.
SR mengatakan sekolah anaknya baru menerima program MBG sejak awal September.
Karena anaknya masuk siang, makanan MBG disajikan sebagai makan siang sebelum pelajaran dimulai.
Meski belum ada laporan keracunan di sekolah tersebut, SR tetap memberi pesan khusus kepada anaknya.
“Kalau baunya sudah agak aneh, warnanya pucat, atau nasinya lengket tanda basi, saya bilang mending enggak usah dimakan. Daripada nanti gimana-gimana,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Selasa (30/9/2025).
Ia juga menyebut wali kelas anaknya telah meyakinkan orang tua bahwa rekanan katering MBG di sekolah itu bisa dipercaya.
Namun, SR tetap khawatir soal higienitas makanan yang dimasak dalam jumlah besar.
“Masak katering itu kan repot. Mungkin mereka sudah berusaha steril, tapi bisa saja ada yang luput,” katanya.
Kekhawatiran SR bukan tanpa alasan. Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN), sejak program MBG diluncurkan, tercatat 4.711 kasus keracunan hingga 22 September 2025. Sementara pemantauan independen dari CISDI dan JPPI menunjukkan angka korban bisa mencapai 6.452 orang. Kasus paling banyak terjadi di Pulau Jawa, terutama di Bandung Barat, Garut, dan Lebong, Bengkulu.
Lonjakan kasus terjadi pada Agustus dan September, dengan lebih dari 4.000 korban dalam dua bulan terakhir.
Penyebab utama keracunan meliputi kontaminasi bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Bacillus cereus, serta sanitasi dapur yang belum memenuhi standar.
Program MBG merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang telah digaungkan sejak kampanye Pilpres 2024. Dalam UU APBN 2026, pemerintah menetapkan anggaran MBG sebesar Rp 335 triliun. Program ini ditujukan untuk anak-anak dan ibu hamil, dengan target pemerataan gizi di seluruh Indonesia.
Namun, pelaksanaannya dinilai terburu-buru. Banyak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru yang belum siap secara operasional. Presiden Prabowo telah mengakui adanya kekurangan dan memerintahkan pengetatan SOP, pelatihan juru masak, dan penggunaan rapid test makanan di setiap dapur MBG.
SR menilai pola distribusi MBG dari dapur jauh ke sekolah berisiko membuat makanan basi atau terkontaminasi.
Ia menyarankan agar makanan disiapkan langsung di kantin sekolah secara prasmanan agar lebih segar dan sesuai porsi anak.
“Kalau anak cowok makannya banyak, cewek sedikit. Jadi enggak mubazir,” ujarnya.
SR juga menilai program MBG tidak efektif bagi anaknya yang sudah makan di rumah sebelum berangkat sekolah. Ia lebih memilih anaknya membawa bekal dari rumah yang dimasak oleh neneknya.
“Bahannya lebih fresh, yang kontrol kita sendiri. Kalau disuruh bawa bekal, oke, bawa bekal. Enggak usah jajan, lebih aman,” pungkasnya.