Sakirman, Politbiro PKI yang Ternyata Kakak Kandung Jenderal Siswondo Parman Korban Gerakan 30 September
Moh. Habib Asyhad October 01, 2025 10:34 AM

Sakirman, Politbiro PKI yang kakak kandung Letjen S. Parman, menjadi korban Gerakan 30 September 1965.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Letnan Jenderal Siswondo Parman menjadi salah satu perwira tinggi Angkatan Darat yang menjadi korban kekejaman Gerakan 30 September 1965. Yang banyak orang tidak tahu, kakak kandung Jenderal Parman, Sakirman, adalah Politbiro Central Committe Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sakirman atau Insinyur Sakirman adalah salah seorang petinggi PKI senior ketika G30S meletus. Dia juga dikenal sebagai anggota PKI dari kalangan intelektual.

Sakirman lahir pada 11 November 1911 di Wonosobo, Jawa Tengah. Sebagaimana disebut, dia adalah kakak kandung Siswondo Parman (Wonosobo, 1918).

Sakirman berasal dari keluarga berada. Ayahnya, Kromodihardjo, adalah seprang pengusaha sukses di Wonosobo yang disebut berasal dari keluarga Mangkunegaran. Tak heran jika Sakirman -- juga Parman -- bisa sekolah di sekolah terbaik pada masanya.

Dia sempat mengenyam pendidikan di AMS B (sekarang SMA Negeri 3 Yogyakarta sebelum kemudian melanjutkan di Technische Hoge School (THS) yang sekarang menjadi Institut Teknolo Bandung (ITB). Begitulah Ir. Sakirman memperoleh intelektualitasnya.

Pada 1940-an, Sakirman menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah menengah di Bandung. Setelah Jepang datang, dia bekerja untuk Departemen Ekonomische Zaken (Sangjaku). Setelah Jepang "balik kucing", Sakirman kemudian bergabung dengan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI).

Jika Anda pernah mendengar peristiwa revolusi sosial yang dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah di Brebes, Tegal, dan Pemalang, Sakirman terlibat di dalamnya. Nama Sakirman semakin berkibat saat menjadi pimpinan di Lasjkar Rakjat Jawa Tengah pada 1945.

Laskar ini punya tujuan mulia: memerangi buta huruf, meningkatkan kewaspadaan militer, dan menangkap mata-mata musuh.

Bisa dibilang Sakirman adalah orangnya Amir Sjarifoeddin. Ketika Amir jadi Menteri Pertahanan, Sakirman termasuk orang yang memimpin TNI Masyarakat dan Biro Perjuangan. Ketika Amir jadi pesakitan karena Peristiwa Madiun 1948, Sakirman pun demikian. Dia jadi tahanan.

Pada 1950-awal, Aidit, Lukman, dan Sudisman menghidupkan lagi PKI. Sakirman bergabung di dalamnya dan pada Pemilu 1955 dia lolos ke parlemen mewakili partai tersebut -- di sisi lain, sang adik, Siswondo Parman, kariernya semakin moncer di Angkatan Darat, bahkan pada 1960an, dia sudah menjadi jenderal intel kepercaya Ahmad Yani.

Gerakan 30 September 1965 pun meletus dan Siswondo Parman menjadi salah satu korbannya. Di sisi lain, sang kakak, Sakirman, yang adalah orang penting di PKi, masuk daftar orang yang harus ditangkap.

Setelah lari ke sana kemari, Sakirman akhirnya ditangkap di Solo pada Oktober 1966. Karena mencoba melarikan diri, Sakirman pun langsung ditembak mati.

Sekilas tentang Siswondo Parman

Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 1918. Pada1940 dia lulus dari sekolah tinggi di Kota Belanda dan melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran. Sayang, dia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena Jepang kadung datang ke Indonesia.

Parman lalu bekerja untuk polisi militer Kempeitai Jepang. Meski begitu, dia sempat ditangkap karena Jepang meragukan kesetiaan adik Sakirman itu walau akhirnya dibebaskan juga. Setelah itu, oleh Jepang, Parman dikirim ke untuk pelatihan intelijen. Lebih dari itu, dia juga dimita kerja kembali untuk Kempeitai.

Ketika itu Jepang tengah bergerak ke kota-kota di Jawa Tengah dan mereka membutuhkan seorang penerjemah. S Parmn pun dibawa oleh Kempeitai ke Yogyakarta. Dia kemudian diangkat sebagai perwira sipil di Kempeitai.

Jepang kalah dan Indonesia merdeka. Setelah itu S. Parman masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (MBT) di Yogyakarta dengan pangkat kapten.

Peristiwa Madiun 1948 meletus dan Parman ditangkap karena kesalahpahaman. Kakaknya, Sakirman, ikut dalam pemberontakan PKI di Madiun.

Ketika itu Paraman sedang menjabat sebagai Kepala CPM (Corps Polisi Militer) Markas Besar Komando Jawa tidak dapat menyembunyikan dan membantu pemberontak. Tapi Parman dibebaskan setelah terbukti tidak bersalah.

Pada 1949, dia diangkat menjadi Kepala Staf untuk Gubernur Militer Jabodetabek dan dipromosikan menjadi mayor. Ketika itulah Parman berhasil menggagalkan plot oleh Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA, kelompok pemberontak yang dipimpin Raymond Westerling, yang hendak membunuh komandan menteri pertahanan dan angkatan bersenjata.

Pada 1951, Parman dikirim ke Sekolah Polisi Militer di Amerika Serikat untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut. 11 November 1951, S. Parman diangkat menjadi komandan Polisi Militer Jakarta. Kemudian, S. Parman menduduki sejumlah posisi di Polisi Militer Nasional dan Departemen Pertahanan Indonesia sebelum dikirim ke London sebagai atase militer Kedutaan Indonesia.

Pada 28 Juni, dengan pangkat Mayor Jenderal, S. Parman diangkat menjadi asisten pertama dengan tanggung jawab untuk intelijen untuk Kepala Staf Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.