TIMESINDONESIA, MOJOKERTO – Bulan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) 2025 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB disabilitas) RI menghadirkan ruang inklusif untuk para penyandang BNPB disabilitas di Indonesia.
“Nothing Without Us” Ada Ruang untuk Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana digelar di Pendopo Rumah Rakyat, Kota Mojokerto, Rabu (1/10/2025) malam. Satu forum diskursus yang memberikan disabilitas sebuah ruang dalam regulasi, kebijakan, dan program dalam penanggulangan bencana.
Setidaknya 8 perwakilan para disabilitas dan eks-disabilitas dari seluruh Indonesia diundang untuk memberikan kritik, masukan, saran, dan nasihat tentang bagaimana seharusnya disabilitas dilibatkan dalam menentukan kebijakan dalam penanggulangan bencana.
Diskusi Nothing Without Us, Ada Ruang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana di Pendopo Rumah Rakyat, Kota Mojokerto, Rabu (1/10/2025) (Foto: Theo/TIMES Indonesia)
Forum ini diisi oleh 4 narasumber utama. Plt. Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Drs. Pangarso Suryotomo. Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi.
Plt. Direktur Sosek BNPB, Asep Supriatna mewakili Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB. Direktur Kemandirian Sosial dan Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS), Dinar Dana Kharisma.
Plt Deputi Bidang Pencegahan BNPB Drs. Pangarso Suryotomo, menyampaikan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sendiri telah mengeluarkan Peraturan Kepala (Perka) No 14 pada 2014. Peraturan ini berbicara mengenai Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam PB.
Untuk itulah, dibentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) di Indonesia sebab untuk hasil PB yang baik, kelompok disabilitas tidak dapat dipandang sebagai objek. Mereka juga harus diposisikan sebagai aktor yang terlibat aktif dalam proses perencanaan, perancangan, pelaksanaan, serta monitoring evaluation dan merangkai pembelajaran untuk peningkatan peran disabilitas dalam PB yang semakin efektif.
“ULD itu harusnya menjadi gerakan membangun ketangguhan untuk ragam disabilitas agar lebih bermakna lagi,” ujar Plt Deputi Bidang Pencegahan BNPB Drs. Pangarso Suryotomo M.MB, Rabu (1/10/2025).
Sementara, Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi menyampaikan tentang Perka nomor 14 tahun 2014 tentang partisipasi Perlindungan Disabilitas. Perka ini penting untuk penanggulangan bencana yang lebih inklusif di Indonesia.
“Semua orang punya hak dalam perlindungan dalam penanggulangan bencana, serta edukasi dan pengetahuan, Rabu (1/10/2025).
“Kami menyoroti perlunya aksesibilitas informasi dalam sistem. Ketiga, insfratruktur dan evakuasi inklusif. Tempat evakuasi ini harus bisa diakses untuk para disabilitas. Keempat, ini tentang pelibatan aktif disabilitas dalam perencanaan,” sambungnya.
Dewi juga menyampaikan hal penting kelima, yakni perlunya peningkatan kapasitas petugas dan masyarakat. Perlunya masyarakat dan relawan dilatih tentang pendekatan inklusif.
“Hal terakhir adalah kebijakan untuk diakomodir, bahwa semua orang punya hak untuk dilindungi,” pungkasnya.
Sementara, Plt. Direktur Sosek BNPB, Asep Supriatna menyatakan tentang Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P). Terdapat 5 sektor krusial pasca pemulihan bencana diantaranya perumahan permukiman, Insfratruktur, Sosial, Ekonomi, dan Lintas Sektor.
“5 sektor pemulihan ini dengan subsektornya sangat banyak, kami ada peraturan BNPB nomor 6 tahun 2017 mencakup seluruh aspek kehidupan. Sehingga sudah sangat tepat R3P ini memperhatikan gender dan inklusivitas,” jelas Asep.
Asep juga menyampaikan bahwa saat ini peraturan BNPB nomor 5 tahun 2017 tengah dilakukan revisi. “Dengan masukan dari tim siapsiaga kami memasukkan peran dan pentingnya output untuk inklusifitas bagi kawan-kawan disabilitas,” pungkasnya.
Terpisah, Direktur Kemandirian Sosial dan Ekonomi Kementerian BAPENAS, Dinar Dana Kharisma menyampaikan terkait 2 jenis pemberdayaan, yakni pemberdayaan sosial dan pemberdayaan Ekonomi.
“Apa yang dilaksanakan ULD Kebencanaan menjawab keduanya. Pertama, membuka ruang partisipasi bagi penyandang disabilitas untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan, perencanaan mitigasi bencana, dan pelaksanaannya,” ungkap Dinar.
Dinar juga menyatakan, poin kedua bahwa bencana seringkali terjadi dengan putusnya akses layanan dasar dan kesempatan ekonomi.
“Kebanyakan penyandang disabilitas bekerja di sektor informal, maka bencana yang terjadi ia berpengaruh lebih besar terhadap disabilitas. Dan ULD membuka peluang ekonomi, bagaimana pemulihan ekonomi pasca bencana lebih inklusif dan berpihak,” ucapnya. (*)