Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan proses identifikasi korban robohnya bangunan Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, membutuhkan tahapan yang tidak bisa dilakukan secara instan.

Kepala BNPB Suharyanto dalam konferensi pers yang diikuti dari Jakarta, Sabtu, mengatakan bahwa meskipun jenazah telah ditemukan, identifikasi tetap harus melewati pemeriksaan forensik dan administrasi.

“Tidak serta merta begitu ditemukan langsung disampaikan kepada keluarga. Ada prosedur yang harus diikuti,” ujarnya di depan puluhan pewarta di posko media center darurat itu.

Ia menekankan bahwa langkah itu bertujuan menghindari kesalahan yang dapat menambah beban keluarga korban, dan BNPB telah menjelaskan prosedur ini kepada masyarakat dan orang tua santri terdampak dalam pertemuan sebelumnya.

Suharyanto menyebut transparansi informasi menjadi bagian dari upaya menjaga kepercayaan publik, kemudian keluarga bisa menerima penjelasan tersebut karena memahami pentingnya ketelitian dalam identifikasi.

"Setiap korban akan diidentifikasi dengan benar sebelum diserahkan kepada pihak keluarga," kata dia.

Data Basarnas mencatat sampai dengan Jumat (3/10), tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi sembilan jenazah dengan kombinasi metode manual dan dukungan alat berat.

Dengan demikian, total keseluruhan jumlah korban sampai dengan Sabtu pagi ada 167 orang. Korban yang ditemukan 118 orang; terdiri atas 104 orang dalam keadaan selamat, 11 orang luka-luka atau dalam perawatan, 13 orang meninggal dunia, sementara sekitar 45 orang masih berstatus dalam pencarian.

Data jumlah korban ini dimungkinkan berubah karena proses evakuasi masih berlangsung.