TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memuji langkah cerdas Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang menyiapkan Jakarta Collaboration Fund.
Exit strategy Pramono ini menyiasati terkoreksinya Dana Bagi Hasil (DBH) Jakarta dari pemerintah pusat sebesar Rp 15 triliun.
Otomatis, APBD DKI Jakarta 2026 yang diproyeksikan sebesar Rp 95,35 triliun harus terkoreksi menjadi Rp 79,06 triliun.
Menteri Purbaya menjelaskan, pemotongan DBH Jakarta lebih besar dibanding daerah lain. Ia menekankan pemotongan ini bersifat sementara.
Beda dari Jakarta, Jawa Barat mendapat pemotongan DBH hanya Rp 2,48 triliun, sementara Jawa Timur Rp 2,81 triliun.
Pemotongan ini sudah proporsional, berdasar semakin besar kontribusi suatu daerah terhadap penerimaan negara, semakin besar pemotongannya.
“Kira-kira begitu, sesederhana itu. Itu semacam pukul rata berapa persen, dan dilihat juga kebutuhan daerahnya,” ucap Purbaya saat bertemu Pramono di Balai Kota Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Peraih gelar doktor ilmu ekonomi dari Universitas Purdue, Indiana, Amerika Serikat, ini meyakini Jakarta masih mampu bertahan meski mengalami pemotongan DBH yang signifikan.
Ia menegaskan, jika ekonomi membaik dan penerimaan negara meningkat, pemerintah pusat akan meninjau kembali dan mengembalikan DBH ke daerah.
Purbaya memprediksi peninjauan kembali untuk pengembalian DBH tersebut ke daerah paling cepat triwulan kedua tahun depan.
"Saya akan hitung lagi berapa pajak yang masuk. Kalau lebih, dana akan dikembalikan ke daerah,” jelas Purbaya.
Masih kata Purbaya, pengembalian dana akan dilakukan dengan catatan belanja daerah tetap tertib.
Langkah ini diambil agar APBN tetap seimbang, tapi daerah, termasuk Jakarta, tetap bisa menjalankan kegiatan dan layanan publik.
Dalam pertemuan Selasa pagi, Purbaya mengapresiasi Gubernur Pramono dan jajarannya yang menerima pemotongan DBH Jakarta Rp15 triliun.
Purbaya, bahkan melontarkan gurauan tajam yang langsung mencuri perhatian.
“Saya mau mengucapkan terima kasih kepada Pak Gubernur yang enggak banyak protes ketika dana bagi hasilnya saya potong banyak. Hampir Rp 20 triliun. Kayaknya masih bisa dipotong lagi,” gurau Purbaya,
Pramono mengaku tak bisa berbuat banyak setelah pemerintah pusat memangkas DBH Jakarta.
“Prinsipnya, Pemerintah Jakarta pasti akan patuh, taat, dan mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah pusat dalam hal DBH ini,” ujar Pramono.
Di tengah pemotongan DBH Jakarta sebesar Rp 15 triliun, Gubernur Pramono sudah memiliki exit strategy lewat Jakarta Collaboration Fund.
"Kami meminta izin kepada Kementerian Keuangan untuk menyetujui Jakarta melakukan creative financing, di antaranya melakukan apa yang disebut dengan Jakarta Collaboration Fund," ucap Pramono.
Lewat skema Jakarta Collaboration Fund, pembangunan Jakarta tidak lagi bergantung dengan dana APBD.
Selain skema ini, Pemprov DKI Jakarta bakal memanfaatkan dana Rp 200 triliun di Bank Himbara untuk BUMD Jakarta.
Menteru Purbaya mengapresiasi ambisi Pramono tersebut untuk menciptakan Jakarta Collaboration Fund.
Ia malah meminta kepala daerah lain yang DBH-nya kena potong untuk meniru langkah Pemprov DKI Jakarta.
"Saya pikir kita akan mendukung strategi itu," ujar dia.
Jakarta Collaboration Fund bukan barang baru. Pramo Anung-Rano Karno sudah mengenalkan skema ini sejak kampanye Pilkada Jakarta 2024.
Ke depan, Jakarta Collaboration Fund akan berbentuk pengelola investasi.
Pemprov DKI Jakarta merancang pembiayaan inovatif ini agar kota bisa mengurangi ketergantungan pada sumber dana tradisional untuk membiayai proyek-proyek pembangunan.
Sumber dana tradisional yang dimaksud, meliputi pajak, retribusi, dividen, dana transfer pusat.
Berbagai pihak bisa turut serta mendanai pembangunan Jakarta lewat Jakarta Collaboration Fund. Skema ini membuka ruang kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam pembiayaan proyek strategis di ibu kota.
Strategi jangka pendeknya, Pramono sudah mewanti-wanti jajarannnya untuk memperketat pengawasan penggunaan anggaran.
Program-program yang tak berdampak langsung terhadap masyarakat dipastikan bakal dipangkas.
“Harus ada realokasi, efisiensi. Sehingga sekali lagi, Pemerintah Jakarta akan berusaha yang biasanya dengan anggaran cukup besar, Rp 95 triliun akan menjadi Rp 79 triliun dan kami tetap harus dengan senyum dan optimisme untuk bisa membangun Jakarta,” tutur dia.
Politikus senior PDIP ini memastikan, Pemprov DKI Jakarta tak akan memangkas anggaran program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan juga Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
“Saya sudah memutuskan hal yang berkaitan dengan KJP yang dibagi untuk 707.513 siwa tidak boleh diotak-atik. Termasuk kemudian KJMU yang telah dibagikan untuk 16.979,” kata Pramono.
Setelah pemangkasan DBH Jakarta, Pramono mempertimbangkan untuk menyesuaikan subsidi transportasi umum di ibu kota.
“Tentunya harus ada hal yang bisa menutupi (penurunan pendapatan). Contohnya, subsidi transportasi kita kan besar sekali,” ucapnya di Balai Kota Jakarta, Senin (6/10/2025).
Pramono bilang, pemerintah daerah saat ini tengah mengkaji ulang seluruh skema subsidi dan belanja nonprioritas, termasuk kemungkinan efisiensi di sektor transportasi.
Sebagai informasi, selama ini Pemprov DKI Jakarta menanggung subsidi cukup besar di sektor ini di mana angkanya bisa mencapai Rp 15.000 per penumpang.
Meski demikian, Pramono menegaskan bahwa pihak belum tentu menaikkan tarif layanan transportasi umum di Jakarta.
Khususnya Transjakarta yang belakangan diisukan bakal mengalami penyesuaian tarif layanan.
“Sekarang (naik Transjaarta) mau kemana aja bayarnya Rp3.500, tapi ini belum tentu dinaikkan ya. Saya hanya menyampaikan contoh,” kata Pramono.
Selain itu, Pramono menginstruksikan seluruh dinas dan BUMD untuk melakukan efisiensi ketat dalam penggunaan anggaran 2026.
Berikut sejumlah poin yang menjadi penekanan Pramono setelah Menkeu Purbaya resmi memastikan DBH Jakarta dipangkas Rp 15 triliun.
“Era menggunakan dana besar tanpa pengawalan ketat sudah lewat. Sekarang pasti akan kami kawal secara khusus,” ujar Pramono.
Khusus untuk BUMD, Pramono meminta mereka mencari sumber dana lain selain dari APBD yang selama ini diterima dalam bentuk Penyertaan Modal Daerah (PAD).
Hal ini penting agar BUMD Jakarta tetap dapat menjalankan program-program mereka masing-masing, seperti rencana pembangunan kawasan Dukuh Atas menjadi Transit Oriented Development (TOD) oleh PT MRT Jakarta.
“Kami mendorong BUMD yang akan membangun, misalnya interconnection di Dukuh Atas tetap dibangun, tapi mekanismenya tak menggunakan APBD,” tutur dia.
Mau tidak mau, kata Pramono, skema partnership dan sebagainya harus ditempuh BUMD.