TRIBUNBATAM.id, BATAM - Rencana pembangunan Kantor Lurah di Bukit Indah Sukajadi, Batam, menuai sorotan dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi III DPRD Kota Batam, Suryanto, menilai lokasi pembangunan tersebut kurang tepat karena berada di dalam kawasan perumahan elit yang memiliki akses terbatas bagi masyarakat umum.
Menurut Suryanto, kantor lurah seharusnya menjadi tempat pelayanan publik yang mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Namun, dengan lokasinya yang berada di dalam komplek mewah seperti Bukit Indah Sukajadi, hal itu justru bisa menyulitkan warga.
“Kita tahu sendiri, untuk masuk ke komplek elit itu harus meninggalkan identitas. Nah, bagaimana kalau warga yang datang justru ingin mengurus identitas seperti KTP, tapi tidak punya dokumen lain untuk ditinggalkan di pos penjagaan?” ujarnya kepada wartawan, Minggu (12/10/2025).
Politisi tersebut menilai, pemerintah seharusnya melakukan kajian mendalam sebelum menentukan lokasi pembangunan kantor kelurahan.
Menurutnya, tidak cukup hanya karena lahan sudah diserahkan oleh pengembang (developer) kepada pemerintah lalu langsung dijadikan lokasi kantor pelayanan publik.
“Mungkin pemerintah memilih lokasi itu karena lahannya sudah menjadi aset Pemko. Tapi idealnya, harus dikaji dulu, apakah tempatnya cocok untuk pelayanan masyarakat umum,” kata Suryanto.
Selain soal akses, Suryanto juga menyoroti aspek privasi warga di kawasan perumahan elit tersebut. Ia menyebut, keberadaan kantor lurah di tengah lingkungan hunian mewah berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan bagi para penghuni.
“Rumah-rumah di Bukit Indah Sukajadi itu nilainya miliaran rupiah. Warga di sana tentu menginginkan privasi. Kalau nanti masyarakat dari berbagai wilayah datang setiap hari untuk mengurus administrasi, tentu akan mengusik ketenangan mereka,” ujarnya.
Suryanto juga menekankan pentingnya memperhatikan kearifan lokal dalam setiap pembangunan fasilitas publik agar tidak menimbulkan gesekan sosial di lapangan.
“Dalam pembangunan itu harus melihat kondisi sekitar, tidak bisa asal bangun saja. Harus dipertimbangkan dari berbagai sisi, termasuk sosial dan budaya,” tegasnya.
Terkait penolakan sebagian warga terhadap proyek tersebut, Suryanto mengaku belum mengetahui secara pasti regulasi penghentian atau pemindahan proyek yang sudah berjalan.
“Kalau soal penghentian proyek atau pemindahan lokasi, saya belum tahu detail regulasinya. Yang jelas, proyek ini berada di bawah CTKR dan direncanakan sejak tahun sebelumnya,” kata Suryanto.
Seperti diberitakan sebelumnya Polemik pembangunan Kantor Lurah Sukajadi di kawasan Perumahan Bukit Indah, Sukajadi, Batam, memasuki babak baru. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Batam mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara seluruh aktivitas pembangunan di lokasi.
Langkah ini disampaikan langsung oleh Kepala Satpol PP Kota Batam, Imam Tohari, dalam pertemuan terbuka bersama warga, pejabat Pemko Batam, dan Kejaksaan, yang digelar di Aula RW Sukajadi, Rabu (8/10/2025).
“Kami ambil langkah tegas: pembangunan dihentikan sementara. Saya akan laporkan langsung kondisi ini kepada pimpinan, termasuk Wali Kota Batam, untuk ditindaklanjuti,” tegas Imam yang disambut tepuk tangan meriah dari warga.
Perlawanan warga bukan tanpa alasan, perwakilan warga, Janter Pardosi, menegaskan bahwa mereka mendukung keberadaan kantor lurah sebagai pusat pelayanan masyarakat.
Namun, lokasi yang saat ini dipilih berada di jantung kawasan perumahan elit yang mereka nilai tidak sesuai dengan fungsi pelayanan publik.
“Kami bukan menolak negara, kami menolak lokasi yang mengganggu kenyamanan dan privasi yang telah kami bayar mahal,” ujar Janter.
“Rumah di sini dibeli dengan harga puluhan miliar. Warga mencari ketenangan, bukan lalu lintas keluar-masuk urusan administrasi setiap hari.” tambahnya.
Menurut Janter, pembangunan kantor lurah seharusnya mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, serta tata ruang.
Janter juga menyayangkan tidak adanya sosialisasi yang layak sebelum proyek berjalan.
Sebagai bentuk solusi, Janter bahkan menyampaikan kesiapan warga untuk turut membantu pembiayaan pembangunan di lokasi lain.
“Kalau anggaran Rp1,3 miliar tidak cukup, kami siap patungan. Kami juga siap tunjukkan lokasi alternatif yang lebih cocok dan tidak mengganggu warga,” tegasnya.
Menanggapi penolakan tersebut, Kabid Prasarana Bangunan Gedung Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kota Batam, Prijo Sapto Sutjahjo, menjelaskan bahwa pembangunan dilakukan sesuai rencana dan kontrak yang telah ditandatangani.
“CKTR hanya pelaksana. Proyek ini sudah mengantongi izin dan melalui prosedur yang ditetapkan. Karena sudah terikat kontrak, pembangunan harus dilanjutkan,” jelas Prijo.
Namun pernyataan ini justru menimbulkan kecurigaan warga. Mereka menilai ada kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan, terutama karena minimnya komunikasi dan keterlibatan warga sejak tahap awal.
Warga juga menyoroti potensi dampak negatif dari pembangunan tersebut.
Mereka khawatir keberadaan kantor kelurahan di dalam perumahan elit akan menyebabkan lonjakan aktivitas masyarakat luar, masalah parkir, hingga meningkatnya risiko gangguan keamanan.
Sejak awal proyek ini bergulir, warga mengaku sudah menyuarakan penolakan. Namun, pembangunan tetap berjalan hingga akhirnya Satpol PP mengambil langkah penghentian sementara.
Polemik ini bukan hanya soal lokasi, tetapi juga menyangkut prinsip transparansi, partisipasi publik, dan penghormatan terhadap hak-hak warga sebagai pemilik sah kawasan perumahan.
Kini, warga berharap Pemerintah Kota Batam benar-benar mengevaluasi lokasi pembangunan kantor lurah dan membuka ruang dialog untuk mencari solusi bersama.
“Kami hanya ingin keputusan yang adil dan masuk akal. Pelayanan publik itu penting, tapi tidak harus mengorbankan kenyamanan lingkungan,” pungkas Janter.(ian)