Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menandai langkah nyata transformasi pengelolaan sampah.

"Penanganan sampah menjadi energi terbarukan ini merupakan langkah nyata menuju transformasi sistem pengelolaan sampah nasional yang berbasis teknologi ramah lingkungan," kata Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif dikonfirmasi dari Jakarta, Rabu.

"Kita ingin memastikan timbulan sampah di daerah dapat diolah sesuai dengan kaidah lingkungan yang baik dan energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari energi bersih, sehingga yang masuk ke tempat pemrosesan akhir (TPA) nanti adalah hanya residu," tambahnya.

Perpres yang ditandatangan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober itu menandai perubahan besar arah pembangunan lingkungan hidup dan energi nasional menuju sistem pengelolaan sampah yang modern, efisien, dan berkelanjutan.

Hanif menjelaskan aturan itu diterbitkan untuk menjawab kedaruratan sampah nasional yang telah menjadi sumber pencemaran, kerusakan lingkungan, dan ancaman kesehatan masyarakat.

Melalui Perpres itu, katanya, pemerintah menegaskan bahwa sampah bukan lagi sekadar beban lingkungan, melainkan sumber daya energi terbarukan yang dapat diolah menjadi energi listrik, biogas, biofuel, bahan bakar minyak terbarukan, serta berbagai produk turunan lainnya dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Beberapa perbedaan dibandingkan aturan sebelumnya Perpres Nomor 35 Tahun 2018 termasuk memperluas sasaran pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) ke seluruh daerah yang memenuhi kriteria sesuai ketentuan peraturan.

Aturan baru mengukuhkan peran Danantara dalam pembangunan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), meliputi dukungan investasi serta pemilihan Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (BUPP PSEL).

Perpres 109/2025 juga memberikan terobosan dalam percepatan perizinan dan mekanisme pendanaan, sehingga pelaksanaan proyek dapat berjalan lebih efisien dan berkelanjutan.

Pemerintah lewat aturan itu kini memberikan jaminan kepastian investasi melalui penetapan tarif listrik tetap sebesar 0,20 dolar AS per kWh selama 30 tahun dan kewajiban PT PLN membeli listrik hasil olahan sampah. Skema itu diharapkan mampu menarik minat investor, memperkuat keberlanjutan proyek, dan menempatkan fasilitas PSEL sebagai bagian penting dari transisi energi bersih nasional.

Yang terakhir, pemerintah daerah memiliki dua kewajiban utama dalam pembangunan PSEL yaitu menyiapkan lahan serta memastikan pasokan dan pengangkutan sampah ke instalasi PSEL berjalan berkelanjutan.

"Perpres 109 Tahun 2025 adalah wujud komitmen pemerintah dalam memastikan pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan. Melalui kolaborasi lintas kementerian, dukungan investasi hijau, serta partisipasi aktif pemerintah daerah, kita menata arah baru menuju Indonesia yang bersih, sehat, dan berkelanjutan," demikian Hanif Faisol Nurofiq.