SURYA.CO.ID, GRESIK – Pemkab Gresik resmi menandatangani Nota Kesepakatan (MoU) dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Penandatanganan MoU dilakukan Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani dan Dubes RI untuk Malaysia, Hermono di Kantor KBRI Kuala Lumpur.
Kesepakatan yang berlangsung, Selasa (14/10/2025) itu menjadi usaha Pemkab Gresik untuk memastikan perlindungan hukum dan pemenuhan hak anak pekerja migran Indonesia asal Gresik, terutama terkait identitas dan akses pendidikan.
Bupati Gus Yani mengatakan, inti dari MoU KBRI di Malaysia adalah memastikan anak-anak pekerja migran memiliki identitas hukum yang jelas.
“Anak-anak PMI harus difasilitasi tentang asal usulnya. Jika salah satu orangtuanya, warga Gresik, maka mereka berhak atas identitas lengkap. Tanpa dokumen, mereka akan menjadi stateless, tidak bisa bersekolah, bahkan tidak mendapatkan jaminan kesehatan. Padahal pendidikan adalah jalan utama untuk meningkatkan kesejahteraan,” kata Gus Yani, dalam rilis Diskominfo Gresik, Rabu (15/10/2025).
Ditambahkan Gus Yani, tanpa identitas anak-anak tidak akan bisa mengenyam pendidikan, mulai dari Pendidikan Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi (PT).
“Kita ingin memastikan tidak ada anak Gresik yang kehilangan masa depannya hanya karena status administratif. Orangtua mereka adalah pahlawan devisa, maka menjadi tanggung jawab kita memberi perhatian penuh kepada anak-anak tersebut,” katanya.
MoU ini sekaligus menandai komitmen Pemkab Gresik untuk menghadirkan kebijakan dan layanan publik yang melindungi anak pekerja migran.
“Alhamdulillah MoU ini bisa terlaksana. Semoga menjadi awal kebaikan, bukan hanya untuk masyarakat Gresik, tapi juga dapat diperluas ke tingkat provinsi hingga nasional,” ujar Gus Yani.
Ia juga menegaskan bahwa perlindungan anak pekerja migran bukan hanya soal administrasi kependudukan, melainkan juga strategi pembangunan sumber daya manusia jangka panjang.
Dengan identitas yang sah, anak-anak dapat memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan yang layak, sekaligus kesempatan untuk menggapai cita-cita mereka.
“Kita sedang memastikan tidak ada satu pun anak Gresik yang tertinggal dari peradaban hanya karena masalah identitas,” jelasnya.
Gus Yani juga menyebutkan, inisiatif MoU lahir dari kesadaran pemda yang tidak bisa menutup mata terhadap persoalan globalisasi tenaga kerja.
"Banyak warga Gresik yang menjadi pekerja migran. Pemda memiliki kewajiban moral sekaligus amanat konstitusi untuk hadir melindungi hak dasar warganya," pungkasnya.
Sementara Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono, menyambut baik langkah Pemkab Gresik yang disebutnya sebagai terobosan penting dari pemda.
Menurutnya, inisiatif seperti ini harus menjadi contoh bagi daerah lain karena banyak anak pekerja migran di Malaysia yang belum tersentuh akses pendidikan.
Ia mengungkapkan, kondisi anak-anak pekerja migran di Malaysia cukup beragam. Seperti di wilayah Malaysia Timur seperti di Sabah dan Serawak.
Selama ini kerja sama dengan pemerintah sudah terjalin, sehingga memungkinkan hadirnya guru dan fasilitas pendidikan. Sementara di Semenanjung Malaysia, dukungan lebih banyak dari masyarakat melalui sanggar belajar.
“Awalnya hanya ada tiga sanggar, sekarang sudah berkembang menjadi 78 sanggar belajar dengan lebih dari 2.600 murid. Itu semua hasil gotong royong masyarakat, CSR perusahaan, dan partisipasi perguruan tinggi,” kata Hermono.
Hermono juga menegaskan, kunci perlindungan pekerja migran memang berada di pemda sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017. Karena itu, langkah Pemkab Gresik disebutnya sebagai model yang harus diperluas.
“Apa yang dilakukan Bupati Gresik adalah pioneer. Kita tidak ingin ada satu generasi yang tersingkirkan hanya karena mereka adalah anak pekerja migran. MoU ini harus menjadi contoh agar lebih banyak kepala daerah peduli dan berkomitmen,” pungkasnya. *****