Ringkasan Berita:1.Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menaikkan tarif cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026.2.Dengan tarif cukai yang tidak naik, maka kata Sudarto hal ini berdampak pada penghasilan yang lebih terlindungi .3.Kebijakan itu sesuai dengan hasil penutupan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Minggu lalu.
TRIBUNMANADO.CO.ID- Kabar gembira untuk industri hasil tembakau di Indonesia.
Pasalnya Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menaikkan tarif cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026.
Harga eceran resmi (HER) atau harga jual, juga dikenal sebagai harga eceran yang disarankan adalah harga yang disarankan bagi pengecer saat menjual sebuah produk.
Harga ini ditentukan oleh produsen. Tujuannya adalah untuk membantu menstandarkan harga di berbagai lokasi.
Beberapa toko akan selalu menjual sesuai harga yang disarankan ini, atau bahkan di bawahnya. Namun, ada juga yang melakukannya hanya ketika barang tersebut sedang diobral.
Ini juga menjadi kabar gembira bagi serikat buruh.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan keputusan ini memberi rasa aman bagi para buruh yang selama ini dihantui kekhawatiran akibat kenaikan cukai terlalu tinggi selama beberapa tahun belakangan.
“Kami sangat menghargai dan berterima kasih kepada Pak Menteri Keuangan atas keputusan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok di tahun 2026. Kebijakan ini memberi rasa aman bagi para pekerja yang selama ini selalu dihantui kekhawatiran akibat kenaikan cukai yang terlalu tinggi,” kata Sudarto dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).
Sudarto menegaskan bahwa dampak kenaikan cukai selama ini paling dirasakan oleh buruh linting dan pekerja pabrik sebagai kelompok yang paling rentan kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
“Dengan adanya kepastian ini, mereka bisa sedikit bernapas lega,” ujarnya.
Menurutnya keputusan ini tidak hanya berdampak pada pekerja pabrik, tapi juga menyentuh jutaan keluarga yang bergantung pada sektor industri ini, mulai dari petani tembakau dan cengkeh hingga pedagang kecil.
Dengan tarif cukai yang tidak naik, maka kata Sudarto hal ini berdampak pada penghasilan yang lebih terlindungi .
“Bagi kami, keputusan ini sangat penting karena industri tembakau melibatkan jutaan keluarga dari hulu hingga hilir. Bukan hanya buruh pabrik, tetapi juga petani tembakau, petani cengkeh, hingga pedagang kecil yang kehidupannya bergantung pada sektor ini," ujarnya.
Ia kemudian menyoroti pentingnya stabilitas tenaga kerja di sektor ini. Keputusan Menkeu menurutnya bukan hanya berpengaruh bagi orang - orang kecil, tapi juga kepastian nafkah untuk keluarga di rumah.
“Bagi orang-orang kecil yang hidup dari sektor ini, keputusan Pak Menkeu bukan hanya soal angka, tetapi soal kepastian nafkah yang bisa mereka bawa pulang untuk keluarganya,” tutur Sudarto.
Sebagai langkah lanjutan, ia berharap pemerintah dapat menjaga konsistensi kebijakan melalui moratorium selama tiga tahun ke depan. Perlindungan jangka panjang dinilai membuat para pekerja lebih produktif.
"Dengan adanya moratorium, pekerja tidak lagi hidup dalam ketidakpastian setiap tahun. Perlindungan jangka panjang akan membuat mereka lebih tenang, lebih produktif, dan tetap bisa menopang kehidupan keluarganya,” katanya.
Moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai ini juga dinilai membuka ruang bagi evaluasi kebijakan yang lebih menyeluruh. Ia mengingatkan bahwa kebijakan cukai tidak seharusnya hanya dilihat dari sisi penerimaan negara.
“Selama ini, kebijakan sering hanya dilihat dari sisi penerimaan negara, padahal ada aspek sosial, tenaga kerja, dan kesejahteraan rakyat yang tak kalah penting. Dengan adanya waktu jeda, pemerintah bisa menyeimbangkan semua kepentingan tersebut,” pungkasnya.
Alasan Tarif Cukai Rokok Tidak Naik
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menyatakan, pemerintah batal menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tahun 2025.
Menurutnya, kebijakan itu sesuai dengan hasil penutupan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Minggu lalu.
"Posisi pemerintah untuk kebijakan CHT di 2025 belum akan dilaksanakan," kata Askolani saat Konferensi Pers APBN KiTa di Gedung Kemenkeu Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
Meski begitu, Askolani menyebut bahwa pemerintah tengah memantau alternatif kebijakan lain dengan menyesuaikan harga jual di level industri.
"Kebijakan CHT 2025 ini bisa mempertimbangkan kebijakan downtrading juga ya perbedaan rokok golongan 1, 2 dan 3 yang relatif tinggi itu jadi faktor adanya downtrading di rokok," ujar dia.
"Tentunya evaluasi, adapun beberapa tahun CHT dari basis arah CHT 2025 akan direview kembali oleh pemerintah untuk penetapannya," kata dia.