Poin penting:
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Koloway
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Polemik kepemilikan lahan seluas 224 hektar di Surabaya antara ratusan warga dengan Pertamina memasuki babak baru.
Anggota DPR RI Dapil Surabaya–Sidoarjo, Adies Kadir, berencana membawa masalah tersebut ke DPR RI.
Adies secara langsung telah bertemu dengan para pemilik persil. Di hadapan Adies yang yang hadir dengan didampingi Wakil Ketua DPRD Surabaya Arif Fathoni, Anggota DPRD Surabaya Akhmarawita Kadier, Josiah Michael dan Anggota DPRD Jatim Adam Rusdi, warga menyampaikan sejumlah kegundahan.
Sejak sekitar 2022, warga yang mendiami ratusan Persil di 5 kelurahan mengalami kesulitan dampak dari pengakuan Pertamina. Baik untuk permohonan sertifikat baru, balik nama, pemecahan, dan perpanjangan hak sering ditangguhkan.
Padahal, mereka telah memiliki sejumlah alas kepemilikan yang resmi, baik sertifikat hak guna bangunan hingga hak milik. Mereka juga telah mendiami kawasan tahun sejak puluhan tahun.
Mengetahui hal tersebut, Adies Kadir geram. "Mereka (warga) membeli tanah itu dengan uang hasil kerja keras sendiri. Legalitasnya jelas. Sertifikat ada, bayar pajak tiap tahun, dan sudah puluhan tahun menempati. Tapi tiba-tiba muncul klaim dari Pertamina. Ini jelas sangat merugikan masyarakat,” kata Adies yang juga politisi Golkar ini.
Politisi Golkar tersebut menyinggung dasar alasan Pertamina yang dinilai tak lagi relevan. Sertipikat Eigendom Verponding (EV) No. 1278 dan 1305 tersebut tidak bisa mendapat hak konversi tanah karena telah melewati batas waktu (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)).
UUPA secara resmi mencabut dan mengganti hak eigendom sebagai produk hukum kolonial tersebut dan melakukan konversi kepada jenis-jenis hak atas tanah baru yang berlaku. Baik menjadi Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, hingga sejumlah alas hak lainnya.
UU yang sama juga mengatur batas waktu tersebut maksimal dilakukan hingga 24 September 1980. "Kalau mengacu pada UUPA, masa konversi itu sudah selesai sejak 1980. Jadi tidak ada dasar hukum bagi klaim baru," kata Adies yang pernah menjadi advokat tersebut.
Selain tidak memiliki alas kepemilikan yang jelas, Adies juga menyayangkan klaim Pertamina tanpa melihat kondisi riil di lapangan. Saat ini, kawasan yang diklaim Pertamina telah diisi banyak rumah hingga sejumlah perumahan.
Termasuk sejumlah pusat perbelanjaan, rumah sakit, hotel, dan berbagai fasilitas umum lainnya. Mereka tersebar di Dukuh Pakis, Pakis, Darmo, Gunung Sari, dan Sawunggaling, yang berada di tiga kecamatan yakni Dukuh Pakis, Wonocolo, dan Wonokromo.
"Masing-masing infrastruktur di sana juga ada yang dibangun pakai APBD dan APBN. Tidak mungkin sebanyak ini mau diambil alih sepihak,” kata Anggota DPR RI tiga periode ini.
Menyelesaikan persoalan tersebut, Adies berencana akan berkoordinasi dengan Komisi II DPR RI yang membidangi pertanahan dan Komisi VI DPR RI yang membidangi BUMN. Mereka akan memanggil pihak terkait dan mempertemukan dengan warga.
DPR juga berencana membentuk Panitia Khusus Pertanahan. Diharapkan, terobosan tersebut dapat menyelesaikan persoalan-persoalan warga. "Komisi II dan Komisi VI siap memfasilitasi agar masyarakat tidak dizalimi hak-haknya. Kami akan dorong audiensi antara menteri terkait, DPR, dan perwakilan warga,” katanya.
Pada pertemuan yang berlangsung di Surabaya, Rabu (15/10/2025), forum turut mengundang Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya I, Budi Hartanto. Kepada warga, dia menyampaikan bahwa persoalan sengketa yang menyangkut Eigendom Verponding (EV) dan BUMN berada di tataran pemerintah pusat.
Karenanya, pihaknya tidak bisa bersikap. Namun, pihaknya memastikan masih mengakui sertipikat milik masyarakat.
"Sebelum ada klaim dari Pertamina, penerbitan sertipikat sebenarnya telah melalui sejumlah prosedur yang memenuhi syarat. Sehingga, statusnya kami masih mengakui sertipikat masyarakat. Cuma, dalam rangka penyelesaian masalah ini kita tangguhkan sebentar, jangan sampai kegiatan - kegiatan lain akan memperumit penyelesaian," kata Kepala Kantor BPN Surabaya I Budi Hartanto.