Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Muhammad Nasir I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Duta Besar RI untuk Uzbekistan dan Kirgizstan, Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin MA menjadi narasumber dalam Webinar Berseri Kajian Studi Islam seri kesepuluh yang digelar Program Studi Doktor Studi Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis (16/10/2025).
Kegiatan bertajuk “Hak Asasi Manusia dan Gender dalam Studi Islam Kontemporer” ini berlangsung secara hybrid melalui Zoom Meeting dan siaran langsung Kanal YouTube UIN Ar-Raniry.
Dalam pemaparannya, Prof Ruhaini menekankan pentingnya membangun dialog antara Islam dan konsep hak asasi manusia internasional, bukan mempertentangkan keduanya.
“Tidak ada pertentangan abadi antara Islam dan hak asasi manusia internasional, namun juga tidak ada kompatibilitas yang langsung. Diperlukan upaya dialog dan sinkronisasi agar keduanya saling memperkaya,” ujar Ruhaini.
Guru besar bidang Hak Asasi Manusia dan Gender ini juga menyoroti bahwa sejak awal, negara-negara Muslim telah berperan penting dalam penyusunan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
“Dari 48 pasal dalam DUHAM, sekitar 32 pasal dirumuskan dengan kontribusi signifikan dari negara-negara Muslim seperti Mesir, Pakistan, Iran, dan Turki. Jadi tidak tepat jika dikatakan bahwa HAM internasional adalah produk Barat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ruhaini yang juga pernah menjabat Ketua Komisi HAM Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah, Saudi Arabia, menjelaskan bahwa ketegangan antara dunia Barat dan dunia Islam dalam isu HAM lebih disebabkan oleh benturan fundamentalisme di kedua pihak, bukan oleh ajaran Islam itu sendiri.
“Yang terjadi bukan benturan antara Islam dan HAM internasional, melainkan clash of fundamentalism. Masing-masing pihak memiliki sikap ekstrem terhadap kebenarannya sendiri,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Prof Eka Srimulyani, PhD menyebutkan, bahwa webinar berseri ini menjadi ruang strategis untuk menghadirkan para pakar dan memperkaya kajian Islam di ranah akademik.
“Kehadiran Prof Ruhaini dari Uzbekistan membuktikan bahwa teknologi memungkinkan kolaborasi akademik lintas negara. Kami berharap forum ini melahirkan sinergi baru antara UIN Ar-Raniry dan kampus-kampus di Asia Tengah,” kata Prof Eka.
Senada hal tersebut, Ketua Program Studi S3 Studi Islam UIN Ar-Raniry, Prof Dr H Syamsul Rijal MAg menyampaikan apresiasi tinggi dan menilai bahwa diskursus yang ada membuka peluang bagi kajian keislaman untuk memberikan solusi terhadap dinamika kebutuhan pemaknaan Hak Asasi Manusia secara signifikan, serta menjadi momentum strategis untuk menghimpun pemikiran responsif bagi pengembangan ilmu.(*)