TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Dawet Ayu, ikon kuliner Banjarnegara yang selama ini lekat dengan saringan kayu dan adukan tangan, kini menapaki babak baru.
Melalui program Pemberdayaan Mitra Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) 2025, tim lintas institusi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Politeknik Banjarnegara memperkenalkan inovasi pengolahan dawet berbasis teknologi semiotomatis.
Hal ini menjadi sebuah langkah modernisasi yang tetap berakar pada tradisi.
Program ini merupakan bagian dari kegiatan multiyears yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Fokusnya adalah penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) agar UMKM Dawet Ayu mampu bersaing di pasar modern dengan produk yang higienis, konsisten mutunya, dan siap menembus pasar digital.
Momentum peluncuran program ditandai dengan sambutan resmi Wakil Bupati Banjarnegara.
"Dawet Ayu bukan sekadar minuman, tetapi identitas budaya dan ekonomi Banjarnegara.
Kami bangga hari ini para peneliti hadir membawa inovasi agar Dawet Ayu tetap lestari sekaligus berdaya saing di era modern," ujar Wakil Bupati Banjarnegara, H. Wakhid Jumali.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Beperlitbang) Kabupaten Banjarnegara, Disperindagkop-UKM, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta Dinkominfo pada Jumat (17/10/2025) di Banjarnegara.
Seluruhnya menyatakan dukungan agar program ini selaras dengan strategi pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal yang mengakar di budaya, namun berorientasi pada pasar masa kini.
Terciptanya alat semi otomatis dawet yang lebih efisien dan seragam.
Sorotan utama kegiatan adalah demonstrasi alat pengaduk dan pengepres dawet semiotomatis rancangan tim pengusul.
Bagi para pelaku UMKM yang akrab dengan alat tradisional, kemunculan mesin berbahan stainless steel itu terasa seperti "lompatan zaman".
Alat tersebut dilengkapi pemanas listrik otomatis, berkapasitas 5 liter per siklus, dan memiliki panel sederhana yang mudah dioperasikan.
Dalam uji demonstrasi selama 35 menit, alat ini terbukti mampu menggandakan efisiensi produksi dibanding metode manual.
Butiran dawet tampil seragam dalam ukuran, warna, dan tekstur karena suhu, waktu, dan tekanan dikontrol secara konsisten.
Alat ini hasil riset sejak 2023.
Desainnya disesuaikan kebutuhan UMKM agar mudah dioperasikan, hemat energi, dan higienis.
Tak hanya alat, peluncuran ready-to-drink (RTD) Dawet Ayu dalam kemasan botol dan cup juga mencuri perhatian.
Varian basis instan cair pekat dipamerkan dalam desain label yang informatif dan berkarakter.
Tampilan visual yang rapi dan kemasan fungsional memberi kesan bahwa Dawet Ayu telah melangkah ke "kelas baru".
Setiap elemen produksi kini mengacu pada prinsip Good Manufacturing Practices (GMP).
Mulai dari pemilihan bahan baku, kebersihan peralatan, hingga pengemasan, seluruhnya diarahkan menjamin mutu dan keamanan pangan.
"Dengan menerapkan GMP mulai dari pemilihan bahan baku, kebersihan peralatan, hingga pengemasan, mutu Dawet Ayu lebih terjamin.
Ini bukan hanya soal rasa, tetapi soal kepercayaan konsumen," tegas Prof. Dr. Rifda Naufalin, S.P., M.Si., Guru Besar Teknologi Pangan Unsoed sekaligus Ketua Tim PM-UPUD kepada Tribunbanyumas.com, dalam rilisnya, Sabtu (18/10/2025).
Selepas demo alat, acara dilanjutkan dengan Forum Group Discussion (FGD) yang membahas mata rantai nilai Dawet Ayu secara menyeluruh.
Para narasumber menyoroti pentingnya integrasi antara teknologi, kemasan, manajemen usaha, dan higienitas agar transformasi tidak berhenti di mesin, melainkan tertanam dalam budaya kerja UMKM.
Prof. Rifda menekankan mutu produk tidak akan konsisten tanpa standar.
Banyak pengrajin dawet, katanya, masih bergantung pada kebiasaan turun-temurun tanpa pengukuran pasti.
"Ada yang memasak terlalu lama, ada yang mencetak saat suhu adonan belum stabil.
Hasilnya adalah ‘kejutan mutu’: hari ini kenyal, besok lembek; hari ini cerah, besok pucat," ujarnya.
Dawet Ayu kini bukan sekadar minuman nostalgia pasar dan pinggir jalan.
Ia tengah berevolusi menjadi produk modern higienis, siap saji, dan berkemasan profesional.
Program PM-UPUD menjembatani dua dunia: laboratorium yang menertibkan variabel teknis dan pasar yang menuntut cerita, citra, serta reputasi.
Melalui ekosistem inovasi ini, Dawet Ayu Banjarnegara diharapkan tidak hanya mampu bertahan sebagai simbol lokal, tetapi juga menembus lintas kota, bahkan menjadi inspirasi bagi produk tradisional lain untuk naik kelas.
"Kami ingin ia menjadi produk fungsional, higienis, dan bernilai ekonomi tinggi kebanggaan Banjarnegara untuk Indonesia," tutup Prof. Rifda. (jti)