Ini bukan hanya soal bahasa, tapi identitas dan warisan budaya yang harus terus hidup
Muara Teweh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) kabupaten setempat meresmikan bahasa Temboyan masuk ke dalam program revitalisasi bersama dua bahasa yang telah lebih dahulu direvitalisasi, yakni bahasa Bakumpai dan Manyan.
"Tahun ini menjadi tonggak penting, karena kita menambah satu lagi bahasa daerah dalam program revitalisasi, yaitu bahasa Temboyan. Ini menunjukkan komitmen kuat Barito Utara untuk menjaga keberagaman bahasa sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah,” kata Kepala Dinas Pendidikan Barito Utara Syahmiluddin A Surapati di Muara Teweh,Sabtu.
Menurut dia, sebagai bentuk konkret pelestarian bahasa ibu, Pemerintah Kabupaten Barito Utara mengeluarkan kebijakan penting melalui Instruksi Bupati Barito Utara Nomor 400.3.5/897.a/DISDIK/X/2025 tertanggal 6 Oktober 2025, yang mewajibkan seluruh satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Barito Utara untuk menggunakan bahasa daerah setiap Kamis pada pekan pertama setiap bulan dalam kegiatan pembelajaran maupun interaksi sekolah.
Instruksi tersebut, katanya, merupakan tindak lanjut dari arahan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara, dan akan segera disosialisasikan secara menyeluruh oleh Dinas Pendidikan.
"Kami juga menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh Bapak Bupati dan Wakil Bupati, hingga lahirnya Instruksi bupati yang mewajibkan penggunaan bahasa daerah di sekolah. Ini bukan hanya simbolis, tapi langkah strategis membentuk kebiasaan dan sikap positif terhadap bahasa ibu sejak usia dini," katanya.
Ke depan, kata Syahmiluddin, pihaknya akan mengusulkan bahasa Dusun Malang dan bahasa-bahasa lokal lainnya untuk ikut dalam program revitalisasi.
"Ini bukan hanya soal bahasa, tapi identitas dan warisan budaya yang harus terus hidup," tegasnya.
Festival Tunas Bahasa Ibu 2025 ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga ruang untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam melestarikan bahasa daerah.
Momentum peluncuran kebijakan penggunaan bahasa daerah di sekolah menjadi bagian penting dalam menumbuhkan kembali kebanggaan terhadap bahasa ibu di kalangan generasi muda Barito Utara.
Festival tahun ini diikuti 260 peserta dari 47 sekolah jenjang SD dan SMP. Mereka berpartisipasi dalam tujuh cabang lomba, yaitu Karungut, Dongkoy, Komedi Tunggal, Cipta Puisi, Mendongeng, Pidato, dan Menulis Cerita Pendek, dalam dua bahasa daerah yakni Bakumpai dan Temboyan.
Sekretaris Daerah Barito Utara Muhlis menekankan pentingnya pelestarian bahasa daerah sebagai bagian dari identitas budaya lokal yang tidak boleh hilang di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi.
"Hampir di setiap kecamatan dan desa di Kabupaten Barito Utara memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Namun sangat disayangkan, perkembangan zaman membuat bahasa-bahasa ini mulai ditinggalkan," kata Muhlis.
Dia menyampaikan keprihatinannya terhadap generasi muda yang mulai melupakan bahasa ibu karena pengaruh modernisasi dan digitalisasi. Padahal, bahasa daerah memiliki nilai historis dan kultural yang sangat penting dalam membentuk jati diri masyarakat.
"Kita tidak ingin bahasa daerah kita memasuki fase kritis hingga punah. Festival Tunas Bahasa Ibu ini adalah langkah nyata kita bersama dalam menjaga warisan budaya Barito Utara,” tambahnya.
Muhlis juga menegaskan bahwa pelestarian bahasa ibu sejalan dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Barito Utara, termasuk peningkatan peran lembaga adat serta pelestarian nilai-nilai kearifan lokal, seni dan budaya.
"Festival ini bukan sekadar lomba, namun momentum kebangkitan pelestarian bahasa dan sastra daerah. Saya berharap para guru, orang tua, dan pembina terus menanamkan cinta terhadap bahasa daerah sejak dini," ujarnya.