Pernikahan Anak di Mojokerto Dipicu Pergaulan Bebas, Adat dan Ekonomi
Cak Sur October 19, 2025 12:31 AM
Ringkasan Berita:
  • Kasus pernikahan anak di Mojokerto Raya, Jawa Timur (Jatm), tinggi. Didominasi usia 16–17 tahun, dipicu pergaulan bebas, adat dan faktor ekonomi.
  • Kecamatan Sooko, Jatirejo, Gondang dan Ngoro catat angka tertinggi. Bangsal dan Trawas terendah pada Januari–September 2025.
  • Pemkab Mojokerto lakukan intervensi lewat sosialisasi, pendampingan psikologis dan program Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH).

SURYA.CO.ID, MOJOKERRO - Kasus pernikahan dini di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (Jatim), masih tergolong tinggi. 

Sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat ratusan pernikahan anak di bawah usia 19 tahun, dengan penyebab utama dipicu pergaulan bebas, faktor adat istiadat dan kondisi ekonomi keluarga.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto, Bambang Wahyuadi, mengatakan bahwa pernikahan anak umumnya terjadi karena pola asuh permisif dari orang tua, yang memberikan kebebasan berlebihan pada anak.

"Penyebab utama pernikahan dini karena pergaulan bebas. Ini biasanya terjadi akibat pola asuh permisif, di mana otoritas anak lebih besar daripada orang tua," ujar Bambang, Sabtu (18/10/2025).

Kecamatan Sooko hingga Ngoro Tertinggi, Bangsal Terendah

Empat kecamatan dengan tingkat pernikahan dini tertinggi di Mojokerto adalah:

  • Kecamatan Sooko
  • Kecamatan Jatirejo
  • Kecamatan Gondang
  • Kecamatan Ngoro

Masing-masing mencatat sekitar 15 kasus pernikahan anak. Sedangkan kecamatan dengan kasus terendah adalah Bangsal (2 kasus), Trawas (4), Trowulan (5) dan Mojoanyar (5).

Bambang juga menyebut, faktor budaya dan ekonomi masih menjadi pendorong kuat terjadinya pernikahan anak.

"Beberapa orang tua menikahkan anaknya karena adat. Misalnya, jika perempuan sudah dilamar maka pamali jika ditolak. Selain itu, faktor ekonomi membuat orang tua enggan melanjutkan pendidikan anak," ungkapnya.

Risiko Pernikahan Dini: KDRT hingga Perceraian

Bambang menekankan, pernikahan anak berdampak besar terhadap masa depan anak. Risiko yang bisa terjadi antara lain:

  • Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
  • Perceraian
  • Ketimpangan ekonomi
  • Ketidaksiapan mental pasangan

"Sebelum menikah, anak harus lulus minimal SMA. Kalau bisa, lanjut kuliah. Pendidikan itu penting untuk mengubah nasib," tegas Bambang.

Pemkab Mojokerto Terus Lakukan Intervensi

Plt Kabid Perlindungan Anak DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto, Much Yunus, menjelaskan, pemerintah daerah telah melakukan berbagai langkah intervensi untuk menekan angka pernikahan anak.

Beberapa upaya yang dilakukan:

  • Sosialisasi bahaya pernikahan anak di sekolah dan masyarakat
  • Kolaborasi dengan KUA di 18 kecamatan
  • Program Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH) untuk memperbaiki pola asuh
  • Pendampingan psikologis saat proses pengajuan dispensasi kawin (Diska)
  • Asesmen langsung di Pengadilan Agama

"Kami libatkan psikolog saat proses Diska, agar anak-anak benar-benar dipersiapkan secara mental," jelas Yunus.

Dengan berbagai upaya tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto berharap masyarakat semakin sadar pentingnya pendidikan dan kesiapan mental sebelum menikah, serta mampu menghindari pernikahan dini demi masa depan generasi muda yang lebih baik.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.