Jakarta (ANTARA) - Menteri Transmigrasi (Mentrans) Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mendorong revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian agar lebih relevan dengan kebutuhan pembangunan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat daerah.

Iftitah mengungkapkan pihaknya telah berkomunikasi dengan Menteri Hukum terkait rencana tersebut dan mendapat dukungan penuh agar revisi UU Ketransmigrasian dapat diprioritaskan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) pada akhir tahun ini.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Menteri Hukum. Saya sampaikan, Pak, kami mau revisi Undang-Undang Transmigrasi. Beliau (Menteri Hukum) mengatakan silahkan dimasukkan, akan prioritaskan. Mudah-mudahan di akhir Desember kita bisa masukkan dalam prolegnas," kata Mentrans di sela Open House 24 Jam Penuh di Kantor Kementerian Transmigrasi, Jakarta, Sabtu.

Ia menjelaskan meski Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 sudah menjadi pembaruan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997, revisi lanjutan tetap diperlukan untuk memperjelas arah dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di kawasan transmigrasi.

Menurutnya, perbedaan paling mencolok terletak pada Pasal 32 ayat (4) huruf a yang kini tidak hanya menekankan pada swasembada, tetapi juga menambahkan dimensi pertumbuhan ekonomi yang harus diterjemahkan secara konkret dan aplikatif di lapangan.

Menurutnya, revisi ini menjadi momentum penting untuk menjadikan transmigrasi sebagai instrumen pemerataan ekonomi yang melibatkan transmigran dan masyarakat lokal sebagai tuan rumah pembangunan di wilayahnya masing-masing.

"Ini sangat serius, kenapa? Kami mulai berpikir begini, kita harus lebih fokus lagi kepada bagaimana melakukan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan melibatkan para transmigran dan masyarakat lokal itu sebagai tuan rumah pembangunan di negerinya sendiri," jelasnya.

Iftitah menilai program transmigrasi memiliki potensi besar dalam mendesain model pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan membuka akses kesempatan kerja, memperkuat industri daerah, serta menumbuhkan daya beli masyarakat secara berkelanjutan.

Ia mencontohkan Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara yang telah mencatat pertumbuhan ekonomi di atas delapan persen, namun dinilai masih kurang inklusif karena kontribusi konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakatnya masih rendah.

Menurut Iftitah, peningkatan kapasitas masyarakat lokal agar bisa terserap industri menjadi kunci menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, karena dengan pendapatan yang meningkat, daya beli dan penerimaan negara juga ikut tumbuh.

"Kalau masyarakatnya kita siapkan dengan baik, mereka bisa terserap industri, dengan begitu mereka punya pekerjaan, pendapatan, daya beli, konsumsi meningkat. Kalau mereka punya pendapatan, mereka punya kemampuan bayar pajak. Maka APBN, APBD posturnya juga akan meningkat," jelasnya.

Ia menegaskan arah baru sektor transmigrasi akan difokuskan pada pemberdayaan masyarakat agar mampu menjadi pelaku utama pembangunan ekonomi daerah, sekaligus menjadikan transmigrasi sebagai instrumen nyata pengurangan kesenjangan wilayah di Indonesia.

"Inilah yang akan menjadi fokus dari transmigrasi," katanya.