Masjid itu bukan sekadar bangunan tua yang dilestarikan, melainkan juga menjadi tempat bertemunya kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia
Guangzhou, China (ANTARA) - Udara di dalam ruangan khusus itu terasa berbeda. Panasnya Kota Guangzhou seakan tersaring oleh tembok tua kokoh berarsitektur China pada era Dinasti Tang.
Di balik tembok yang berukir itu, terdapat sebuah pusara, di tengahnya terdapat nisan terbuat dari granit yang menjadi persinggahan terakhir seorang sahabat, sekaligus paman Rasulullah SAW, Sa'ad bin Abi Waqqash.
Di sekeliling pusara, ada karpet yang digelar untuk peziarah berdoa. Di dalam ruangan juga terdapat Alquran dan beberapa buku doa.
Kesunyian ruangan itu seringkali pecah oleh lantunan-lantunan doa yang diucapkan lirih dari para peziarah yang datang dari berbagai negara.
Setiap peziarah menemukan sudutnya masing-masing. Mereka duduk bersila di karpet yang tersedia, sambil bibirnya komat-kamit melafalkan kalimat tahlil, tasbih, maupun surah Al-Fatihah, menghadiahkan pahala untuk sang sahabat.
Mereka yang berziarah beraneka ragam. Ada pria tua berjanggut putih dengan sorban, tangannya yang berurat memegang tasbih, matanya terpejam dalam kekhusukan.
Ada pula pemuda-pemuda yang berasal dari Pakistan maupun Bangladesh ikut mendoakan paman Rasulullah SAW itu.
Meski berbeda bangsa, bahasa, dan usia, ada satu kesamaan yang memancar dari wajah mereka, yaitu sebuah penghormatan yang mendalam terhadap Sa'ad bin Abi Waqqash.
Mereka tidak sekadar berziarah, mereka sedang melakukan sebuah perjalanan spiritual, menjembatani zaman yang terpaut ribuan tahun.
Wakil Ketua Asosiasi Islam China Wang Wenjie mengatakan Sa'ad bin Abi Waqqas adalah sosok yang memperkenalkan Islam di Negeri Tirai Bambu.
Dalam kunjungannya ke China pada 651 Masehi, Abi Waqqas disambut baik oleh Kaisar Dinasti Tang. Ia mendapatkan izin dari Kaisar Dinasti Tang untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat, kala itu.
"Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar dari Dinasti Tang untuk mempromosikan budaya Islam di China. Kaisar Dinasti Tang memberikan izin ke Abi Waqqas untuk mengenalkan praktik Islam di sini. Kemudian ia mendirikan masjid yang pertama di Guangzhou," ujar Ketua Asosiasi Islam Guandong itu.
Tidak hanya di wilayah itu ia memperkenalkan Islam. Setelah dia kembali ke Arab, kemudian balik lagi ke China, ia melanjutkan dakwahnya ke wilayah China di bagian selatan, kata Wenjie.
Abi Waqqas, lanjut dia, dihormati sebagai sosok yang memperkenalkan dan memantapkan Islam di China. Ia adalah paman dari Nabi Muhammad dan termasuk di antara sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Wenjie mengatakan pihaknya terus mempromosikan Islam di China secara berkelanjutan, tanpa menghilangkan budaya China itu sendiri
"Jadi budaya China dengan karakter agama Islam," kata dia.

Ia mengatakan bahwa Asosiasi Islam di China terus mendapatkan dukungan dari pemerintah untuk mempromosikan peradaban Islam yang sehat.
"Saya percaya untuk terus menukarkan ide dengan talenta dari anak-anak muda untuk memajukan Islam di China," kata dia.
Makam yang berada Kompleks Masjid Shahabi Saad bin Abi Waqqash atau dalam bahasa Mandarin dikenal dengan Xian Xiamn Qingzhensi (masjid kehormatan utama) ini terletak di kawasan yang asri, dengan pepohonan rindang dan taman-taman kecil.
Di dalam taman yang hijau, pengunjung dapat menemukan gerbang-gerbang kuno, beberapa di antaranya berusia ratusan tahun.
Terdapat sejumlah makam lain yang berada di antara pepohonan dan tanaman hijau di taman dekat makam utama. Makam-makam itu milik 40 Muslim Arab dan beberapa Muslim Tionghoa.
Saat berjalan melalui jalan setapak, pengunjung dapat menemui sejumlah gerbang dengan tulisan China. Gerbang Peringatan "Jalan Makam Orang Suci" terletak di gerbang selatan masjid dan berasal dari era Dinasti Yuan.
Gerbang Peringatan "Gao Feng Yang Zhi" yang menuju taman makam Sa'ad bin Abi Waqqash berasal dari tahun pertama periode Yongzheng (1723).
"Gerbang Kehormatan Bakti" dibangun pada tahun kedua periode Xuantong (1910) dan merupakan peringatan untuk bakti dan kesetiaan kepada negara dari anggota sebuah keluarga Muslim.
Kemudian tidak jauh dari gerbang kuno bertuliskan huruf China itu, terdapat paviliun tiga martir Muslim.
Menurut Imam Masjid Shahabi Saad bin Abi Waqqash atau Xian Xiamn, Ma'a, saat tentara Dinasti Qing mengepung Guangzhou, tiga jenderal Muslim Hui memimpin pasukan mereka dan bertempur dengan gagah berani sampai mati, tanpa sedikit pun menunjukkan tanda menyerah.
Tugu peringatan itu dibangun untuk para jenderal di kompleks Masjid Xian Xiamn untuk menghormati dan mengenang mereka. Jenazah mereka tidak dapat ditemukan selama pertempuran. Paviliun tiga martir Muslim dengan plakat bertulis dapat dilihat di dekat monumen itu.
Selain gerbang peringatan, makam, serta tugu peringatan, juga terdapat sebuah sumur bersejarah yang berasal dari zaman Dinasti Tang di kompleks masjid. Sumur itu berusia ribuan tahun, dengan kualitas airnya yang jernih dan murni.
Saat itu masyarakat sekitar menggunakan sumur untuk keperluan sehari-hari, seperti untuk air minum maupun memasak.
Keberadaan Masjid Shahabi Saad bin Abi Waqqash atau Xian Xiamn menjadi oase spiritual di tengah gemerlap Kota Guangzhou yang sibuk dengan hiruk-pikuknya.
Masjid itu bukan sekadar bangunan tua yang dilestarikan, melainkan juga menjadi tempat bertemunya kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia.
Keberadaannya adalah pengingat yang kuat bahwa sebuah kota tidak hanya dinilai dari tingginya pencakar langit atau pesatnya pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari kemampuannya merawat sejarah dan identitasnya.
Masjid ini mengajarkan pengunjung tentang harmoni dan ketahanan dari pesatnya perkembangan kota metropolitan Guangzhou.