TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Direktur Jaminan Produk Halal (JPH) Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar, mengungkapkan, kewajiban sertifikasi halal, termasuk bagi produk usaha mikro dan kecil (UMK), akan memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat.
“Sertifikasi halal yang diwajibkan berdasarkan perundang-undangan, akan berdampak baik pada perekonomian rakyat,” ujar Fuad Nasar di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Fuad menjelaskan, sertifikasi halal yang dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bagi pelaku UMKM menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan kewirausahaan nasional dan mendorong pertumbuhan industri kreatif.
“Sertifikasi halal ditujukan untuk berbagai jenis usaha seperti rumah makan, kantin, penjual minuman, hingga pedagang hewan sembelihan. Prosedurnya mudah," katanya.
Fuad menjelaskan sejumlah informasi terkait sertifikasi halal:
Pelaku usaha hanya perlu mengajukan sertifikasi halal dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (P3H) untuk melakukan verifikasi dan validasi pernyataan kehalalan produk secara mandiri (self declare).
Proses ini tidak dikenakan biaya karena disubsidi oleh negara.
Bagaimana cara mendapatkan sertifikasi halal?
1. Tentukan Skema Sertifikasi
Self Declare (Gratis): Untuk pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang memenuhi syarat
Reguler (Berbayar): Untuk usaha menengah dan besar, atau UMK yang tidak memenuhi syarat gratis
2. Persiapkan Dokumen
Data pelaku usaha (KTP, NPWP, NIB)
Daftar produk dan bahan baku
Proses produksi dan tempat usaha
Surat pernyataan kehalalan bahan (untuk self declare)
3. Daftar Online
4. Pendampingan & Verifikasi
Pilih Pendamping Proses Produk Halal (P3H) untuk verifikasi lapangan
P3H akan memvalidasi pernyataan kehalalan produk
5. Audit & Fatwa (untuk skema reguler)
6. Penerbitan Sertifikat
Jika lolos verifikasi/audit, BPJPH akan menerbitkan Sertifikat Halal
Berlaku selama 4 tahun dan dapat diperpanjang
Kewajiban sertifikasi halal bagi produk UMK yang akan berlaku penuh hingga 17 Oktober 2026 justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk lokal dan mendorong ekonomi kreatif rakyat.
Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya kesadaran pelaku usaha untuk mematuhi regulasi jaminan produk halal.
“Pelaku usaha harus konsisten dalam penggunaan bahan baku dan proses pengolahan. Antara yang dilaporkan dan yang disajikan kepada pembeli harus benar-benar sesuai,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fuad mengungkapkan sejumlah hasil penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan pelaku usaha setelah memperoleh sertifikat halal.
Ia mencontohkan sertifikasi halal terbukti meningkatkan pendapatan UMKM Waroeng Ayam Jawara di Tasikmalaya. Usaha di sektor food and beverage di Makassar juga mengalami kenaikan omzet setelah memperoleh sertifikat halal.
Sementara itu, pelaku usaha kuliner tahu gimbal Pak Edi di Kota Semarang mengaku memperoleh peningkatan penjualan dan kepercayaan pembeli setelah mendapatkan sertifikasi halal.
Di Pekanbaru, rata-rata omzet UMK meningkat sekitar 50 persen setelah memperoleh sertifikat dan label halal.
“Di Lampung, program satu juta sertifikat halal gratis juga memberi dampak positif. Pendamping Proses Produk Halal (P3H) memperoleh tambahan penghasilan dari pemerintah,” ungkap Fuad.
Ia menambahkan, data lapangan di Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa sertifikasi halal mampu meningkatkan kredibilitas produk, memperluas peluang pasar, menaikkan omzet produsen, serta membuka lapangan kerja baru.
Program sertifikasi halal bahkan telah menciptakan lebih dari 12.000 lapangan kerja, seperti auditor halal, pendamping proses halal, dan supervisor halal.
Fuad mengakui bahwa untuk mengukur dampak langsung sertifikasi halal terhadap volume penjualan UMK masih dibutuhkan variabel pendukung lainnya. Namun, secara umum, sertifikasi halal mendorong pelaku usaha untuk menembus pasar yang lebih luas karena produknya dianggap lebih aman, bersih, dan terpercaya.
“Sertifikasi halal bukan hanya memberikan nilai tambah ekonomi, tapi juga menghadirkan nilai keberkahan yang sering kali tidak disadari,” tuturnya.