Transisi Energi Jadi Momentum Emas Indonesia Keluar dari Middle Income Trap
Sanusi October 21, 2025 09:35 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menghadapi tantangan besar untuk keluar dari middle income trap atau jebakan negara berpendapatan menengah dalam upaya menjadi negara dengan ekonomi kuat di dunia.

Direktur Kolaborasi Internasional INDEF Imaduddin Abdullah menyampaikan, untuk mewujudkan lompatan ekonomi tersebut diperlukan berbagai langkah, termasuk dengan menjadikan transisi energi dan industrialisasi hijau sebagai mesin pertumbuhan baru nasional.

"Kalau kita ingin keluar dari middle income trap di 2045, kita harus tumbuh (ekonomi) di kisaran 6-7 persen per tahun. Pertanyaannya sekarang, apa mesin pertumbuhannya? Saya melihat jawabannya ada di sektor industri, terutama yang terkait dengan transisi energi," ungkap Imaduddin dalam acata Forum CEO Connect sesi ketiga, bagian dari rangkaian 16th Kompas100 CEO Forum 2025 powered by PLN, yang digelar di Bentara Budaya Art Gallery, Palmerah, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Imaduddin menilai, target keluar dari middle income trap pada 2045 sangat krusial karena bertepatan dengan berakhirnya masa bonus demografi Indonesia.

Jika momentum ini tidak dimanfaatkan, Indonesia bisa menghadapi situasi serupa dengan negara-negara Amerika Latin yang gagal mengoptimalkan tenaga kerja produktifnya.

"Kalau kita tidak keluar dari jebakan pendapatan menengah di saat masih menikmati bonus demografi, kita akan kehilangan tenaga kerja produktif seperti yang terjadi di Amerika Latin," tuturnya.

Ia menambahkan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, sektor industri harus kembali menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Namun, upaya ini tidak bisa dilakukan dengan pendekatan business as usual, mengingat tren deindustrialisasi yang sudah terjadi sejak awal 2000-an.

Menurut Imaduddin, sejarah menunjukkan bahwa kebangkitan industri Indonesia di era 1980-an tidak terjadi secara alamiah, melainkan karena momentum global yang menguntungkan.

Saat itu, Indonesia diuntungkan oleh proteksionisme Tiongkok dan relokasi industri Jepang akibat ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat.

"Dulu kita menikmati momentum global yang mendukung ekspansi industri tekstil dan elektronik. Sekarang kita harus mencari momentum baru yang bisa mendorong industrialisasi kembali tumbuh," ucapnya.

Ia menyebutkan, momentum baru untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi tersebut adalah melalui transisi energi atau green transition. 

"Kalau tahun 2018 momentum-nya digitalisasi, sekarang momentum-nya transisi energi. Ini berbeda karena kita punya endowment atau keunggulan sumber daya alam di bidang mineral," jelas Imaduddin.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.