TRIBUNJATENG.COM, KAJEN - Upaya seorang ayah di Kabupaten Pekalongan untuk mewujudkan impian anaknya menjadi perwira polisi berakhir pahit.
Dwi Purwanto (45), warga Kecamatan Karanganyar, mengaku menjadi korban penipuan dua oknum anggota Polres Pekalongan yang menjanjikan jalur khusus masuk Akademi Kepolisian (Akpol).
Tak tanggung-tanggung, uang yang raib mencapai Rp 2,65 miliar.
Dwi Purwanto, seorang wiraswasta, dari Kecamatan Karanganyar z Kabupaten Pekalongan menceritakan, bahwa peristiwa itu bermula pada 9 Desember 2024.
Ia pertama kali dihubungi Aipda Fachrurohim, anggota Polsek Paninggaran, yang menawarkan jalur khusus bagi anaknya agar bisa diterima di Akpol dengan biaya Rp 3,5 miliar.
"Dia bilang punya kenalan yang bisa bantu anak saya masuk Akpol lewat jalur khusus. Katanya, orang ini adik kandung Kapolri, namanya Agung dari Semarang,” ungkap Dwi, Jumat (25/10/2025).
Rohim kemudian memperkenalkan Dwi kepada seseorang bernama Agung dan rekannya Joko asal Kediri.
Namun, tak berhenti di situ, Dwi juga dipertemukan dengan Bripka Alexander Undi Karisma, anggota Polsek Doro, yang disebut sebagai 'orang kepercayaan' Agung.
Dalam pertemuan itu, mereka menjelaskan panjang lebar mekanisme jalur khusus dan menyebut nama-nama penting di baliknya.
Anak Dwi bahkan diminta hadir dan difoto untuk dikirim ke seseorang yang disebut akan menilai kelayakan fisik calon taruna.
"Katanya anak saya sudah layak secara kasat mata," ujarnya.
Tak lama berselang, Dwi diminta menyerahkan uang Rp 500 juta sebagai tanda keseriusan. Sisanya akan dibayar setelah proses pantukhir pusat.
Namun pada 7 Januari 2025 dini hari, Aipda Rohim kembali menghubungi Dwi, meminta tambahan uang Rp 1,5 miliar atas perintah Bripka Alexander.
"Besoknya Alex datang langsung ke rumah dan mengambil uang itu. Setelah itu saya juga transfer Rp 650 juta ke rekening Joko. Totalnya sudah Rp 2,65 miliar," tutur Dwi.
Rasa curiga mulai muncul, saat para pelaku terus meminta uang dalam jumlah besar tanpa kejelasan.
Namun karena terlanjur percaya, Dwi menuruti permintaan mereka.
"Sejak diminta uang Rp 1,5 miliar itu, saya sebenarnya sudah curiga. Tapi mau bagaimana lagi," ucapnya.
Sejak April 2025, Dwi telah lima kali menjalani mediasi dengan para terlapor, namun tak membuahkan hasil.
"Mereka hanya janji-janji saja, tidak ada penyelesaian. Saya capek menunggu," ucapnya.
Akhirnya, pada 9 Agustus 2025, Dwi melapor ke Polda Jawa Tengah.
Ia mengaku lebih nyaman melapor ke Polda karena kasus ini melibatkan pelaku lintas wilayah.
"Satu orang tinggal di Semarang, satu lagi di Kediri. Jadi saya pilih lapor ke Polda. Saya hanya ingin keadilan dan uang saya dikembalikan," tegasnya.
Dwi mengungkapkan bahwa salah satu terlapor, Bripka Alexander, ternyata masih berstatus siswa pendidikan perwira Polri.
"Saya baru tahu belakangan, kalau Alex ternyata masih sekolah perwira," katanya.
Anak Dwi sendiri sempat mengikuti bimbingan belajar di Kediri untuk persiapan seleksi Akpol. Namun, ia gagal di tahap kesehatan pertama pada Maret 2025.
"Anak saya sempat down dan kecewa, tapi sekarang sudah ikhlas dan melanjutkan kuliah," ungkapnya.
Kasus dugaan penipuan ini kini tengah diselidiki oleh Polda Jawa Tengah. Dwi berharap keadilan bisa ditegakkan dan para pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Saya hanya ingin uang saya kembali. Jangan ada lagi, orang tua yang jadi korban karena harapan ingin anaknya jadi polisi," ungkapnya. (Dro)