Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyesalkan putusan pengadilan militer terhadap kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI yang mengakibatkan meninggalnya anak berinisial MHS (16) di Deli Serdang, Sumatera Utara.

"Setiap bentuk kekerasan terhadap anak adalah tindak pidana yang tidak dapat ditoleransi dan harus diproses secara transparan, adil, dan memberikan efek jera yang setimpal," ujar Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, Minggu.

Pasalnya, vonis yang dijatuhkan pengadilan militer terhadap pelaku dinilai lebih ringan dari ancaman hukuman yang diatur dalam UU Perlindungan Anak.

"Kementerian PPPA menghormati seluruh proses hukum yang tengah berjalan, termasuk kewenangan peradilan militer. Namun, kami mendorong agar seluruh aparat penegak hukum, baik di peradilan umum maupun militer, menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap proses dan putusan. Terlebih, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, pelanggaran hukum pidana umum semestinya diproses di peradilan umum, bukan peradilan militer," kata Arifah Fauzi.

Pihaknya menegaskan tidak ada toleransi bagi pelaku kekerasan terhadap anak.

"Negara wajib hadir memastikan keadilan dan perlindungan terbaik bagi setiap anak Indonesia," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.

Kasus ini bermula pada 24 Mei 2024, ketika MHS dan temannya berada di lokasi tawuran di Jalan Pelican, Deli Serdang.

Saat aparat membubarkan tawuran, MHS diduga ditangkap dan dianiaya oleh oknum Babinsa hingga mengalami luka berat dan berujung meninggal dunia, meskipun korban tidak terlibat dalam tawuran tersebut.

Ibu korban kemudian melaporkan kasus ini ke Detasemen Polisi Militer I/5.

Setelah lebih dari satu tahun proses hukum berjalan, pengadilan militer menjatuhkan vonis kepada pelaku dengan hukuman pidana penjara selama 10 bulan dan pembayaran restitusi sebesar Rp12.777.100.

Hukuman pidana ini lebih ringan dari ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 76C Jo. Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu 15 tahun penjara.