TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan vonis 2 bulan dan 16 hari kepada lima mahasiswa yang terlibat aksi kerusuhan demo peringatan hari buruh atau May Day Semarang, 1 Mei 2025 lalu.
Para terdakwa meliputi MAS (22) alias Akmal, ADA (22) alias Afta, KM (19) alias Kemal, mereka berasal dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Terdakwa ANH (19) atau Afrizal mahasiswa Universitas Semarang (USM) dan MJR(21) atau Jovan dari Undip Semarang.
Menurut hakim, kelima terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berupa sengaja turut serta tidak menuruti perintah petugas kepolisian yang mengimbau mereka agar tidak melakukan pengerusakan dan melawan petugas sesuai pasal dakwaan alternatif ketiga dari jaksa penuntut umum yakni pasal 216 ayat 1 junto pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Kelima terdakwa dijatuhi hukuman pidana masing-masing selama 2 bulan dan 16 hari.
Kemudian, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangkan seluruh hukuman dari pidana yang dijatuhkan," kata Ketua Majelis Hakim, Rudy Ruswoyo dalam membacakan amar putusan, di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (27/10/2025).
Hakim menjatuhkan vonis tersebut selepas mempertimbangkan beberapa aspek di antaranya hal-hal yang memberatkan berupa perbuatan para terdakwa menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.
Sebaliknya, keadaan yang meringankan, para terdakwa bersikap sopan di persidangan. Para terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya para terdakwa belum pernah dihukum.
Para terdakwa masih berstatus sebagai mahasiswa yang masih memiliki tanggung jawab menyelesaikan pendidikannya di Universitas Negeri Semarang, Universitas Semarang, dan Universitas Diponegoro Semarang.
Hakim juga menyatakan menolak seluruh nota pembelaan atau pledoi dari empat terdakwa Akmal, Afta, Kemal, dan Afrizal.
Sementara terdakwa Jovan tidak mengajukan pembelaan akan tetapi mengajukan restorative justice yang berisi kesepakatan antara Undip dengan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Semarang yang menyepakati langkah perdamaian dengan saling memaafkan dan membayar uang pengganti kepada Disperkim.
"Kami sepakat terhadap JPU terkait putusan ini yang merujuk pasal alternatif ketiga.
Namun, kami tidak sepakat lamanya pemidanaan karena masa depan para terdakwa masih panjang dan sedang menempuh pendidikan," terangnya.
Vonis dari hakim tersebut memang di bawah dari tuntutan jaksa yang menuntut lima terdakwa dengan hukuman 3 bulan penjara.
Kronologi Kasus
Hakim anggota, Sri Ari Astuti menyebut, kejadian ini bermula saat beberapa aliansi buruh melakukan aksi dalam peringatan hari buruh sedunia, Kamis 1 Mei 2025 pada pukul 10.00 WIB.
Aliansi buruh tersebut melakukan berbekal surat pemberitahuan yang disampaikan ke Polrestabes Semarang.
Kemudian sekitar pada pukul 16.00 WIB, datang sekelompok orang mengenakan drescode kaos hitam dan penutup kepala. Dari kelompok itu, ada lima terdakwa.
Setiba di lokasi, mereka melakukan tindakan anarkis di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.
Menurut hakim, AKP Romo Adi Kanit Bhabinkamtibmas Polrestabes Semarang sekaligus kepala tim keamanan gerbang Gubernur Jawa Tengah memberikan imbauan kepada para peserta aksi.
Saksi AKP Romo dan timnya terus berupaya imbauan berupa imbauan menggunakan alat pengeras suara agar mereka tidak melakukan tindakan anarkis, jangan melempar, dan jangan merusak fasilitas umum.
Namun, imbauan tersebut diabaikan oleh para kelima terdakwa dengan melakukan sejumlah tindakan seperti terdakwa Akmal melempar botol air mineral ke petugas kepolisian sebanyak dua kali, mendorong pagar pembatas taman, melempar penyangga taman ke arah polisi.
Sementara terdakwa Afta dan Kemal mengangkat pagar besi taman lalu ditumpuk depan gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah tujuannya agar polisi tidak bisa membuka gerbang dan melempar botol ke arah petugas.
Terdakwa Kemal melakukan pengerusakan pagar pembatas taman dan menyeretnya ke pintu gerbang kantor Gubernur.
Ia melempar pagar taman bersama Afrial dan Jovan untuk menutup gerbang supaya polisi tidak bisa keluar dari dalam kantor Gubernur.
Terdakwa Afrizal melempar batu dan pecahan keramik ke petugas polisi. Ia juga disebut merusak pagar pembatas taman dan menyeretnya ke depan pintu gerbang bersama Jovan.
Ada pun terdakwa Jovan melempar batu dan besi pembatas taman lalu menyeret ke gerbang depan kantor gubernur bersama Afrizal dan Kemal.
Atas tindakan tersebut ada 3 polisi alami terluka meliputi Rangga Wira Pratama, Manggala Ezar Nugroho, Hartono.
"Para terdakwa membenarkan video yang ditayangkan di pengadilan. Dalam video itu ada rekaman tindakan anarkis," ucap hakim.
Menerima dan Kecewa
Selepas amat putusan dibacakan, hakim memberikan kesempatan kepada kelima terdakwa untuk menanggapi putusan tersebut.
Empat terdakwa meliputi Akmal, Afta, Kemal, dan Afrizal menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Hal yang sama dinyatakan jaksa penuntut umum, Supinto Priyono.
Sebaliknya, terdakwa Jovan menyatakan menerima putusan tersebut.
Kuasa Hukum Empat Terdakwa dari Tim Suara Aksi, Tuti Wijayanti mengaku kecewa atas putusan tersebut karena hakim dinilai abai terhadap fakta-fakta di persidangan. Kemudian hakim tidak memperhitungkan pleidoi atau pembelaan yang diajukan oleh para terdakwa.
"Iya kami masih mempersiapkan apakah akan mengajukan banding atau tidak selama waktu tujuh hari ini," katanya.
Kuasa Hukum Terdakwa Jovan, Galih Fauzan mengatakan, menerima putusan tersebut karena sudah tidak ingin memperpanjang kasus ini.
Sedari awal, pihaknya juga sudah tidak ingin memperpanjang masalah ini hingga ke pengadilan dengan mengajukan restorative justice kepada Disperkim Kota Semarang dan saksi korban (polisi), tapi upaya RJ tersebut gagal dipijak saksi korban hingga akhirnya kasus berlanjut ke pengadilan.
"Kami akhirnya menerima putusan pengadilan tersebut," ucapnya. (Iwn)