kembali menghadirkan solusi dalam mitigasi kebakaran lahan gambut melalui pendekatan ekohidrologi. Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prof Muh Taufik, mengembangkan sistem deteksi dini kebakaran berbasis Peat Fire Vulnerability Index (PFVI) yang mampu memprediksi kerentanan hingga 14 hari ke depan.
Prof Taufik menjelaskan bahwa sistem PFVI telah diimplementasikan di kawasan prioritas restorasi gambut sejak 2021 melalui kerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
“Ini sudah diterapkan di BRG sejak 2021 dan BRGM hingga tahun 2024 pada enam provinsi utama, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat,” jelasnya dalam Sidang Terbuka Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University (25/10) di Kampus Dramaga.
Namun, ia menyoroti masih adanya kendala dalam pemanfaatan “jendela waktu” 14 hari untuk mitigasi dini. “Lokasi rawan kebakaran sebenarnya bisa diidentifikasi lebih awal. Tapi dana daerah baru bisa digunakan setelah bencana terjadi, bukan untuk antisipasi. Itu problem utama yang kita hadapi,” ungkapnya.
Menurut Prof Taufik, luas lahan gambut Indonesia mencapai 14 juta hektare dengan cadangan karbon hingga 50 gigaton, hampir setengah dari total cadangan karbon gambut tropis dunia.
Transformasi besar-besaran sejak 1990-an menjadi lahan pertanian dan perkebunan membuat fungsi hidrologi terganggu dan lahan mudah terbakar. “Penurunan tinggi muka air tanah (TMAT) di bawah 60 cm meningkatkan potensi kebakaran secara signifikan,” katanya.
Melalui pendekatan ekohidrologi, keseimbangan antara ekologi dan hidrologi dijaga agar lahan gambut tetap basah, emisi rendah, dan biodiversitas terpelihara. “Pendekatan ini menawarkan prinsip dual-regulation antara regulasi alami dan aktivitas manusia,” ujarnya.
Dalam risetnya, Prof Taufik mengembangkan model PFVI dengan tiga variabel utama: curah hujan, suhu udara, dan TMAT. Integrasinya dengan Weather Research and Forecasting (WRF) memungkinkan prediksi kondisi hingga dua minggu ke depan.
Selain itu, ia bersama tim menciptakan platform RAMIN (R-based Assessment for Modeling Indonesian Nature), sistem daring yang menggabungkan pemodelan hidrologi, emisi karbon, dan valuasi kredit karbon. “RAMIN menggunakan data lokal secara real-time, transparan, dan berbasis riset ilmiah,” terangnya.
Prof Taufik menegaskan, pengelolaan gambut berbasis ekohidrologi tidak hanya menekan risiko kebakaran, tetapi juga mendukung agenda ekonomi hijau nasional. “Jika kondisi gambut terjaga, kita turut menekan emisi gas rumah kaca dan mendukung target NDC (Nationally Determined Contribution) pemerintah,” kata dia.
Pendekatan ekohidrologi juga dinilai mampu mengintegrasikan sains dengan kebijakan publik. Menurut Prof Taufik, pengambilan keputusan berbasis data ilmiah dapat memperkuat tata kelola lingkungan yang adaptif terhadap perubahan iklim.
Ia berharap hasil penelitian dan inovasi ini menjadi kontribusi nyata IPB University dalam memperkuat ketahanan ekosistem gambut Indonesia serta menjaga keseimbangan alam dan ekonomi secara berkelanjutan. (Fj)