Itik dan Entok: Dua Unggas Air yang Serupa tapi Tak Sama
Berita IPB October 29, 2025 11:00 PM
Itik dan entok merupakan dua jenis unggas air yang banyak diternakkan di Indonesia. Keduanya berperan penting sebagai sumber daging dan telur bagi pemenuhan protein hewani masyarakat. Meski sering dianggap serupa, keduanya memiliki perbedaan mendasar dari sisi ilmiah, morfologi, hingga karakteristik produksi.
Menurut Gilang Ayuningtyas, SPt, MSi, dosen Program Studi Teknologi dan Manajemen Ternak Sekolah Vokasi , itik dan entok berasal dari famili yang sama, tetapi berbeda genus.
“Keduanya memang berasal dari famili yang sama, yaitu Anatidae, namun berbeda genus. Itik termasuk genus Anas, sedangkan entok termasuk Cairina,” jelasnya. Karena itu, itik memiliki nama latin Anas platyrhynchos, sedangkan entok bernama Cairina moschata.
Secara asal-usul, lanjut Gilang, itik banyak ditemukan di Eropa, China, dan sebagian Afrika, sedangkan entok berasal dari Amerika Tengah. Kini, keduanya telah menjadi unggas lokal Indonesia.
“Itik lokal Indonesia antara lain itik Cihateup, Alabio, Tegal, Mojosari, dan Magelang. Sementara entok dikenal masyarakat sebagai itik Manila karena masuk ke Indonesia melalui Filipina,” terangnya.
Perbedaan fisik kedua unggas ini juga cukup mencolok. “Itik bertubuh ramping, leher panjang, dan memiliki suara nyaring. Sementara entok berotot lebih besar, kepalanya dihiasi benjolan merah di sekitar paruh yang disebut caruncle, serta suaranya lebih parau,” papar Gilang.
Dari sisi perilaku, itik dikenal lebih waspada dan hidup berkelompok, sedangkan entok lebih tenang dan memiliki naluri mengeram yang kuat. Karena itu, entok kerap digunakan sebagai induk pengeram telur itik atau digantikan dengan mesin tetas buatan.
Dari segi produksi, itik unggul dalam jumlah telur, sementara entok lebih menonjol sebagai penghasil daging. “Telur itik memiliki kerabang berwarna biru kehijauan dengan kandungan protein 12–13 persen dan lemak 12–14 persen. Entok menghasilkan telur lebih sedikit karena sifat mengeramnya, namun kandungan proteinnya bisa mencapai 14–15 persen dengan lemak lebih rendah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, daging entok lebih merah karena didominasi serat daging merah hingga 75 persen. “Kandungan protein daging entok sekitar 18–20 persen, sedangkan lemaknya 3–5 persen. Daging itik sedikit lebih berlemak, tetapi sama-sama bernilai gizi tinggi,” ujarnya.
Masyarakat juga banyak melakukan persilangan antara entok jantan dan itik betina untuk menghasilkan itik serati atau tiktok. “Tujuannya agar diperoleh keturunan dengan pertumbuhan lebih cepat dan efisien. Namun hasil persilangan ini bersifat mandul, sehingga harus dilakukan persilangan ulang setiap kali ingin menghasilkan keturunan baru,” jelas Gilang.
Ia menegaskan, pengembangan kedua jenis unggas ini secara seimbang dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. “Itik dan entok berperan penting dalam diversifikasi sumber protein hewani dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis sumber daya genetik unggas lokal Indonesia,” pungkas Gilang. (Fj)
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.