Memantabkan Lir Ilir  Sebagai Warisan UNESCO 
galih permadi November 06, 2025 11:30 AM

Oleh Alamsyah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Undip 

SALAH satu program "budaya" dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagaimana dituangkan dalam Perda No 7 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2025-2029 adalah mengusulkan tembang lir ilir sebagai warisan budaya ke UNESCO. Sebagai sebuah program yang digagas oleh Gubernur dan Wakil Gubernur tentu kita perlu memberian dukungan terlebih sebelum RPJMD tersebut ditetapkan, tim  Gubernur dan Wakil Gubernur, pemerintah provinsi, sejumlah akademisi, dan Pemkab Demak telah memulai untuk mewujudkannya. Satu pertanda bahwa ada komitmen untuk mewujudkannya. Demikian hal ini juga bisa dimaknai sebagai salah satu pertanda bahwa pemerintah provinsi  hadir dalam pelestarian budaya.  

Pada tanggal 10 Oktober 2025, tembang Lir-ilir dari Demak Jawa Tengah telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) nasional oleh Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia. Penetapan ini sejalan dengan komitmen yang diimplementasikan oelh  Gubernur Jawa Tengah agar menjadikan tembang Lir Ilir sebagai WBTB nasional dan UNESCO. Tahapan Lir-Ilir  menuju  WBTB UNESCO telah dilalui step by step. Tim peneliti yang diketuai oleh penulis, telah merampungkan kajian untuk kepentingan menjadikan Lir Ilir sebagai WBTB Nasional. Kajian ini telah mengantarkan ditetapkannya Lir Ilir  sebagai WBTB nasional 2025. Penetapan ini sebagai salah satu persyaratan bila Lir Ilir diajukan sebagai intagible cultutal heritage UNESCO.

Dalam konteks historis, tembang Lir-ilir tidak dapat dipisahkan dari sosok Sunan Kalijaga, pencipta tembang dan seorang ulama - seniman yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa melalui pendekatan budaya. Melalui metode dakwah kultural, ia berhasil memperkenalkan ajaran Islam sehingga  mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang saat itu masih kental dengan tradisi Hindu-Buddha. Tembang ini memiliki makna filosofis yang mendalam serta menunjukkan relevansinya sebagai budaya Jawa, sekaligus sebagai bagian dari ritual keagamaan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Untuk kepentingan pengajuan ke UNESCO, tentu saja perlu dilakukan penajaman kajian terhadap Lir Ilir, serta melakukan pemenuhan terhadap dokumen utama dan pendukung. Semua persyaratan tersebut membutuhkan effort yang serius dari semua stakeholders, baik dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (khususnya Dinas yang membidangi urusan kebudayaan), Komunitas, Keluarga Trah Sunan Kalijogo, Masyarakat, dan akademisi.

Oleh karena itu perlu adanya upaya sistematis dan terstruktur agar pengajuan Lir Ilir sebagai intagible cultural heritage Unesco dari Indonesia dapat disetujui. Semua elemen masyarakat untuk saling bersinergi,  melengkapi, dan menguatkan dukungan agar ketika diajukan tidak mengalami kesulitan. Keungulan dari tembang ini adalah eksistensinya tidak hanya terdapat di satu daerah atau satu provinsi saja, namun telah menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Artinya bahwa persebaran terkait Lir Ilir ada berbagai provinsi, tinggal bagaimana tim dapat melakukan inventarisasi dan pendataan yang lebih detail lagi. Penajaman terkait kapan, dimana, siapa,  mengapa, dan bagaimana tembang ini ada, eksis, dan berkembang hingga saat ini perlu ditampilkan. 

Mengapa tembang Lir Ilir Perlu dilestarikan 

Tembang lir ilir  merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang memiliki nilai historis dan filosofis tinggi. Tembang ini dikaitkan dengan Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang berperan dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sebagai bagian dari seni macapat, Lir-ilir digunakan sebagai media dakwah yang menggabungkan unsur budaya lokal dengan ajaran Islam. Syairnya yang penuh simbolisme mencerminkan nilai-nilai spiritual dan ajakan untuk selalu memperbarui keimanan. Hingga saat ini, tembang Lir-ilir tetap dikenal luas dan dinyanyikan dalam berbagai kesempatan, dalam konteks keagamaan maupun dalam seni pertunjukan.

Persebaran tembang Lir-ilir mencakup berbagai wilayah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Tembang ini banyak digunakan dalam kegiatan keagamaan di daerah Demak, Kudus, Rembang, Surabaya, Gresik, dan berbagai wilayah lainnya di Jawa. Tembang Lir-ilir juga sering muncul dalam upacara adat serta pertunjukan seni tradisional. Persebarannya yang luas menunjukkan bahwa Tembang Lir-ilir telah menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Jawa dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. 

Secara makna dan filosofi, Lir-ilir mengandung ajaran tentang kehidupan, spiritualitas, dan perjuangan dalam menjalani kehidupan. Penggunaan simbol seperti "pohon hijau" dan "baju yang sudah robek" dalam liriknya menggambarkan perjalanan manusia dalam mencari kebenaran dan memperbaiki diri. Filosofi yang terkandung dalam tembang ini menjadikannya sebagai salah satu tembang yang tidak hanya bernilai estetis tetapi juga penuh dengan pesan moral. Oleh karena itu, pemaknaan terhadap tembang Lir-ilir perlu terus digali agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.

Dalam era globalisasi, perlindungan terhadap tembang Lir-ilir menjadi tantangan tersendiri. Sebagai bagian dari warisan budaya tak benda, tembang ini memerlukan upaya pelestarian melalui dokumentasi, pengajaran di lembaga pendidikan, serta perlindungan hak kekayaan intelektual, salah satunya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional dan pengajuan sebagai intangible cultural heritage. Modernisasi menjadi tantangan dalam upaya pelestarian tembang ini, sehingga keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan Tembang Lir-ilir sebagai identitas budaya Jawa.Di sini perlunya strategi pemanfaatan dan pengembangan yang inovatif untuk memastikan eksistensi tembang Lir-ilir di era modern. Tembang ini dapat diadaptasi dalam berbagai bentuk pertunjukan seni, musik modern, maupun media digital agar lebih dikenal oleh generasi muda. 

Sunan Kalijaga dalam tembang Lir-ilir menggunakan kata yang mengandung makna sangat terbuka dan universal, sehingga tidak dibatasi oleh situasi dan kondisi tertentu. Tembang Lir-ilir akan selalu relevan dengan situasi perubahan zaman serta dapat dipergunakan dimanapun dan kapanpun serta memuat ajaran spiritual. Tembang Lir-ilir memiliki dua dimensi yang berbeda, yaitu Jawa dan Islam, berupa perpaduan antara budaya Jawa dengan budaya Islam. Tembang Lir-ilir juga masih hidup di masyarakat hingga saat ini melalui interpretasi-interpretasi baru dan transformasi melodi dan nada-nada dalam Tembang tersebut. Tembang ini mencerminkan kekayaan kearifan lokal yang penuh akan nilai moral, nilai spiritual, dan nilai filosofis masyarakat Jawa.  Sebagai warisan budaya yang kaya akan nilai moral dan spiritual, tembang Lir-ilir dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan karakter, terutama bagi generasi muda yang semakin jauh dari akar budaya lokal (Jawa). Pesan dalam tembang ini mengajarkan pentingnya kesadaran diri, kerja keras, dan introspeksi sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Oleh karena itu pengajuan tembang Lir Ilir dalam intagible cultural heritage Unesco penting dilakukan sebagai upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatn, pembinaan tembang ini agar tetap eksis, berkembang dan dicintai masyarakat. Sekaligus sebagai penguatan kearifan lokal dan identitas budaya Jawa yang mendukung Kebudayaan Nasional Indonesia.  (*)

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.