Grid.ID - Kronologi turis di Labuan Bajo kaget disuruh bayar Rp 16 juta untuk tagihan usai makan seafood mendadak ramai jadi buah bibir. Pedagang bahkan ikut klarifikasi kebenaran versinya usai nota dari warungnya viral.
Usut punya usut kejadian tersebut terjadi di tempat makan seafood di Kawasan Kuliner Kampung Ujung, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kronologi Turis di Labuan Bajo Kaget Disuruh Bayar Rp 16 Juta
Mulanya rombongan wisata diketahui datang ke tempat makan seafood itu pada Minggu 26 Oktober 2025 malam. Namun seusai menyantap makanan dan hendak membayar, rombongan itu kaget bukan kepalang.
Pasalnya, mereka diharuskan membayar tagihan makan yakni Rp 16 juta termasuk PPN 10 persen. Nota yang diberikan juga berupa tulisan tangan.
Mengetahui hal tersebut rombongan tersebut pun kaget bukan kepalang. Bahkan pedagang juga ngotot dan mengaku tak salah menghitung.
Setelahnya, kasus tersebut ramai jadi perbincangan setelah Ketua Umum ASTINDO, Pauline Suharno, menyampaikan kekecewaannya. Dimana ia diduga jadi salah satu turis dalam rombongan itu.
Ia menuturkan, total tagihan yang diterima rombongan travel sebanyak 20–30 orang semula mencapai Rp16 juta termasuk PPN 10 persen.
"Kami minta dihitung ulang, dan akhirnya turun jadi Rp11 juta. Tapi tetap saja ini contoh yang tidak baik," kata Pauline dikutip Grid.ID dari TribunJatim.com, Jumat (7/11/2025).
"Kami ini taat pajak, tapi mau tahu uang pajak itu benar-benar disetor atau tidak," imbuhnya.
Pauline juga keberatan dirinya sebagai turis domestik tidak semestinya disamakan dengan turis mancanegara.
"Kami ini turis domestik, mestinya ada perlakuan berbeda," ujar Pauline.
Pauline juga membeberkan saat itu pedagang tidak menginformasikan harga makanan sejak awal sebelum di sajikan. Alhasil, total tagihan awal sebesar Rp 14 juta, lalu ditambah pajak 10 persen menjadi Rp 16 juta.
Sementara itu, usai kronologi turis di Labuan Bajo kaget disuruh bayar Rp 16 juta, pedagang berinisal Y membantah klaim yang dilontarkan Pauline. Ya, Y mengaku tidak menggetok harga seperti yang dituduhkan.
"Apa yang disampaikan itu tidak benar. Faktanya tidak seperti itu. Tidak benar tuduhan itu. Semuanya sudah dijelaskan di awal," ujar Y dikutip dari Kompas.com.
Menurut Y, peristiwa itu berawal ketika seorang pria datang sekitar pukul 18.00 WITA dan memesan hidangan untuk 18 orang. Tak lama setelahnya, pria tersebut memilih beberapa bahan langsung dari akuarium, ikan ekspor dan kepiting.
Y kemudian menjelaskan harga masing-masing: kepiting dari akuarium dibanderol Rp 350 ribu per kilogram karena ukurannya cukup besar, ikan ekspor seharga Rp300 ribu per kilogram (dengan harga beli dari pengepul sekitar Rp 225–250 ribu), sementara lobster mencapai Rp 700 ribu per kilogram.
Saat Y sedang menyiapkan masakan, rombongan tamu yang bersangkutan datang dan menambah pesanan, sebab ternyata jumlah orang bertambah menjadi 26. Tak berapa lama, mereka kembali menambahkan pesanan baru.
Namun, ketika Y memperlihatkan rincian total tagihan, rombongan tersebut terkejut dan langsung mengajukan protes. Y mengungkap total pesanan Rp15,8 juta termasuk PPN 10 persen, tapi mereka minta diskon sehingga bayar Rp14,3 juta.
"Tidak benar kalau mereka hanya bayar Rp11 juta, dan itu katanya setelah mereka protes dan hitung ulang. Seolah-olah saya berbohong. Bayar kurang dari Rp15,8 juta itu karena mereka minta diskon, bukan karena salah hitung," ungkap Y sambil menunjukkan bukti transfer dua kali.
Sementara terkait nota manual, Y menjelaskan semua pedagang di Kampung Ujung wajib bayar pajak.
"Mereka pertanyakan kenapa tidak pakai mesin, hanya manual. Kami pun pernah mempertanyakan itu kepada Dispenda saat melakukan pertemuan. Dinas terkait mengatakan, mereka sementara berusaha untuk pengadaan mesin. Bukan kami yang tidak mau. Kami tidak mengada-ada, silahkan cek sendiri di Dispenda apakah kami bayar pajak atau tidak," tandasnya.