Rokok Ilegal Banyak Beredar di Warung di Banjarmasin,  Produk Amerika Lebih Murah dari Lokal
Hari Widodo November 10, 2025 09:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID- Etalase pada sejumlah warung di Kota Banjarmasin menyajikan berbagai merek rokok lokal dan impor. Mulai dari nama-nama yang tak asing di pasaran hingga yang terdengar unik, seperti Papa Muda, Djanda, Konser, dan beberapa bungkus bertuliskan huruf asing seperti dari Korea dan Vietnam.

“Sudah lama jual rokok begini, dari zaman ayah dulu,” ujar seorang pemilik warung yang enggan disebutkan namanya, Minggu (9/11/2025).

Ia mengaku hanya meneruskan usaha keluarga yang sudah puluhan tahun berjalan.

Rokok tanpa cukai, katanya, bukan barang baru di lapaknya. Produk-produk itu datang dari berbagai negara seperti Vietnam, Korea, hingga Amerika Serikat, dibawa oleh perantara yang sudah ia kenal lama.

“Yang dari Asia biasanya lebih murah, yang dari Eropa agak mahal,” ujarnya.

Harga jualnya pun menarik banyak pembeli. Untuk merek Marlboro luar negeri, ia menjual antara Rp 34 ribu hingga Rp 38 ribu per bungkus, lebih murah dibandingkan Marlboro lokal yang dibanderol sekitar Rp 50 ribu per bungkusnya.

“Kalau dibanding rasanya sih sama aja, yang beda itu kemasannya. Lebih simpel, tapi tak ada pita cukainya,” katanya sambil tertawa kecil.

Menurutnya, pembeli rokok luar negeri tanpa cukai cukup banyak. Bahkan, kadang ada pembeli dari luar negeri yang datang lewat orang lokal.

“Kadang sehari bisa laku belasan bungkus, kadang juga cuma beberapa. Tapi yang cepat habis ya rokok luar negeri ini,” ujarnya.

Soal razia, ia tak menampik kerap mendapat informasi lebih dulu.

“Biasanya ada kabar. Jadi bisa simpan dulu stoknya. Lagian rokoknya tak banyak, yang harus disasar itu yang stoknya banyak,” ucapnya santai.

Fenomena serupa juga terlihat di sejumlah warung di kawasan Banjarmasin Utara.

Di etalase mereka, berjejer rokok lokal dengan nama unik dan warna kemasan mencolok.

Di permukaannya terpasang pita cukai, namun sebagian besar diduga palsu.

“Katanya cukainya itu cuma stiker palsu, tapi saya juga tak tahu pasti,” ujar salah satu penjual di kawasan itu.

Harga jualnya memang menggiurkan. Satu bungkus isi 20 batang hanya dibanderol Rp 7.000 hingga Rp 10 ribu.

Para penjual mendapat pasokan dari sales dengan harga grosir sekitar Rp 100 ribu per slop.

 “Biasanya diantar langsung ke toko,” ujarnya.

Bagi sebagian konsumen, harga menjadi alasan utama memilih rokok ilegal.

“Coba bayangkan, Surya Galaxy isi 20 batang cuma Rp 7.700 per bungkus, sedangkan GG Surya isi 12 batang bisa sampai Rp 26 ribu. Padahal rasanya hampir sama,” ujar Nabil Rizqullah, salah satu perokok di kawasan Sungai Andai, Jumat (8/11).

Begitu juga dengan Faridi, warga Sei Lulut yang suatu waktu ia membeli sebungkus rokok dan menemukan kejanggalan di pita cukai rokok yang dibelinya.

“Tulisannya harga cukai Rp18 ribu, padahal saya beli cuma Rp 12 ribu. Kadang juga di cukainya ditulis isi 12 batang, tapi di dalamnya 20 batang,” ujarnya.

Menurutnya, cukai rokok resmi saat ini menjadi beban utama bagi perokok menengah ke bawah.

“Kalau dihitung, cukai Surya 12 itu Rp15 ribu per bungkus. Artinya, tanpa cukai harganya bisa cuma Rp10 ribu. Nah, itu sebabnya rokok ilegal masih laku,” katanya.

Ia menilai, maraknya peredaran rokok ilegal juga disebabkan karena razia yang tak setiap hari dilakukan.

“Ibaratnya yang kena razia sejuta bungkus per bulan, tapi yang lolos enam juta bungkus,” ujarnya setengah bercanda.

Menurutnya, solusi paling realistis justru dengan menurunkan tarif cukai rokok legal.

“Kalau cukai diturunkan, misal jadi Rp 6.000 per bungkus, harga Surya 12 bisa cuma Rp 15 ribu. Pasti orang lebih pilih beli yang legal,” tambahnya.

Meski terlihat menguntungkan di mata penjual dan pembeli, bisnis rokok ilegal sejatinya menyimpan risiko besar.

Berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, siapa pun yang menimbun, menjual, membeli, atau mengonsumsi rokok tanpa cukai bisa dipidana hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp 200 juta.

Meski operasi dan kampanye pemberantasan rokok ilegal gencar dilakukan, peredarannya di Kalimantan Selatan ternyata belum juga surut. Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, Kantor Bea Cukai Banjarmasin mencatat 240 kasus penindakan dengan total barang bukti mencapai 3.926.380 batang rokok berbagai merek yang beredar tanpa pita cukai.

Melalui keterangan tertulis kepada BPost, Sabtu (8/11), Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI) Bea Cukai Banjarmasin, Himba Siswoko menjelaskan sebagian rokok sudah dimusnahkan.

Menurutnya, 717.160 batang telah dimusnahkan pada periode Januari - April 2025, sementara 1.929.120 batang lainnya diusulkan untuk dimusnahkan dalam periode Mei–September.

Penindakan besar-besaran ini, kata Himba, berhasil menekan potensi kerugian negara hingga Rp 3,79 miliar.

“Rokok-rokok ilegal itu mayoritas tanpa pita cukai sama sekali,” ungkapnya.

Dari hasil penelusuran, sebagian besar rokok ilegal yang beredar di wilayah hukum Bea Cukai Banjarmasin bukan produksi lokal, melainkan disuplai dari luar daerah, terutama dari Pulau Jawa dan Madura.

Dalam upaya pengawasan, Bea Cukai Banjarmasin melakukan operasi pasar ke berbagai wilayah, termasuk ke ekspedisi-ekspedisi pengiriman barang. Namun, Himba mengakui upaya itu masih terkendala oleh luasnya wilayah pengawasan yang mencakup dua kota dan sembilan kabupaten di Kalimantan Selatan.

“Selain itu, kami juga menghadapi keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran,” katanya.

Untuk memperkuat pengawasan, Bea Cukai bekerja sama dengan Denpom, Polairud, dan masyarakat setempat.

Kendati begitu, Himba menyebut belum ada koordinasi langsung dengan Dinas Kesehatan terkait edukasi bahaya konsumsi rokok ilegal bagi masyarakat.

Salah satu kasus peredaran rokok ilegal yang baru-baru ini disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, memperlihatkan bagaimana jaringan distribusi itu bekerja lintas pulau.

Terdakwa Saman, warga Banjarmasin Selatan, ditangkap pada 7 Mei 2025. Pihak berwajib menerima informasi adanya peredaran rokok merek Smith dan Oris di sejumlah kios di Banjarmasin Utara.

Dari penggeledahan di rumahnya, petugas menemukan lebih dari 3.000 bungkus rokok berbagai merek asing, seperti Oris, Manchester, Luffman, Englishman, hingga Esse Lights, seluruhnya tanpa pita cukai dan tanpa peringatan kesehatan di kemasan.

Dalam persidangan, terungkap bahwa Saman memperoleh barang-barang tersebut dari seseorang bernama Imam, yang berdomisili di Madura. Transaksi dilakukan secara langsung maupun melalui transfer bank, dan terdakwa mendapat keuntungan Rp500 - Rp1.000 per bungkus.

Majelis hakim menyatakan perbuatan Saman melanggar Pasal 437 jo Pasal 150 jo Pasal 149 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan menjatuhkan vonis 9 bulan penjara. (Banjarmasinpost.co.id/Rifki Soelaiman)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.