Strategi Siswa KIP Hadapi Tes Kompetensi Akademik
Suster Theodosia Yosephina Palma | Mahasiswi Magister Sains Psikologi Unika Soegijapranata
TES Kompetensi Akademik (TKA) merupakan elemen krusial dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi yang menilai kemampuan daya berpikir, logika, dan pemahaman akademik siswa.
Berdasarkan Panduan Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2024 yang diterbitkan oleh Balai Pengelolaan Pengujian Pendidikan (BP3), TKA menfokuskan pada pengukuran kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Artinya, ujian ini bukan sekadar tentang mengingat rumus, melainkan tentang menautkan logika, menelusuri makna, dan menembus batas pengetahuan.
Namun di balik harapan yang mengalun indah, tersimpan kegelisahan nyata bagi para siswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP). Seperti perahu kecil yang berlayar di samudra luas, mereka harus menavigasi ombak tantangan tanpa banyak bekal.
Dalam buku “Psikologi Pendidikan untuk Guru” karya Muhibbin Syah (2020), dijelaskan bahwa kemampuan berpikir analitis tumbuh dari lingkungan belajar yang mendukung. Sayangnya, banyak siswa dari latar belakang ekonomi rendah masih terkungkung keterbatasan akses belajar yang sempit, jaringan internet yang lemah, dan sumber belajar yang tak seberapa.
Data dari Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek tahun 2023 mencatat, lebih dari 800 ribu mahasiswa menerima bantuan KIP Kuliah setiap tahun. Namun di balik angka itu, terdapat kisah perjuangan yang senyap.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa sebagian besar calon penerima KIP menghadapi kesulitan dalam TKA, terutama pada aspek literasi dan numerasi. Angka-angka itu bukan sekadar statistik, melainkan cermin dari jurang yang memisahkan mereka yang memiliki akses terhadap pendidikan bermutu dan mereka yang berjuang dengan segala keterbatasan.
Tinggal di Daerah
Banyak siswa KIP tinggal di daerah dengan sarana pendidikan terbatas. Internet yang tersendat, ruang belajar yang sederhana, dan guru yang lebih menekankan hafalan semua menjadi penghalang di jalan panjang menuju mimpi.
Padahal, TKA menuntut lebih dari sekadar ingatan. Ia menuntut ketajaman nalar dan kemampuan menautkan makna. Akibatnya, tak sedikit siswa merasa gamang, cemas, dan kehilangan keyakinan diri.
Ketimpangan ini melahirkan ketidakadilan baru dalam dunia pendidikan. Program KIP yang sejatinya dirancang untuk membuka jalan justru terancam menjadi lorong yang gelap bagi sebagian siswa. Di sinilah kita melihat ironi Pendidikan ketika upaya pemerataan justru menyisakan jarak baru antara harapan dan kenyataan.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pendekatan yang dapat diambil sebagai langkah awal adalah pengembangan Program Bimbingan Akademik Terintegrasi (BAT) KIP yang melibatkan kolaborasi antara sekolah, universitas, dan kelompok belajar online. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat keterampilan dasar siswa dalam hal membaca, matematika, dan kemampuan berpikir logis sebagai persiapan utama untuk menghadapi Tes Kompetensi Akademik (TKA).
Melalui platform digital yang gratis, mudah digunakan, dan dapat diakses oleh semua, siswa penerima KIP memiliki kesempatan untuk mengikuti sesi belajar interaktif, latihan soal yang dapat disesuaikan, serta kelas bimbingan virtual yang dipimpin oleh para mentor dari mahasiswa dan dosen.
Penguatan Karakter
Selain menekankan pada pengembangan kemampuan akademis, inisiatif ini juga menonjolkan dukungan motivasional dan penguatan karakter untuk belajar secara mandiri. Perguruan tinggi dapat berfungsi sebagai partner utama yang menawarkan modul yang berlandaskan pada Higher Order Thinking Skills (HOTS), sementara institusi pendidikan berperan sebagai pengarah yang mengawasi kemajuan belajar para siswa.
Di lain pihak, komunitas pembelajaran daring seperti platform pendidikan tanpa biaya atau kelompok sukarela di bidang Pendidikan bisa menyediakan konten latihan, video edukasi, dan simulasi ujian secara terbuka.
Dengan cara kerjasama ini, BAT KIP tidak hanya berfungsi sebagai media pendidikan akademis, tetapi juga sebagai tempat untuk memberdayakan siswa dari latar belakang ekonomi lemah agar dapat berkompetisi dengan setara. Diharapkan program ini dapat menyusutkan jurang dalam akses dan mutu persiapan akademik, sehingga sasaran utama Kartu Indonesia Pintar sebagai langkah dalam pemerataan pendidikan dapat tercapai dengan baik.
Problem Solving
Melalui program daring yang melibatkan interaksi, penyampaian materi belajar yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta dukungan penuh dari relawan mahasiswa dari universitas negeri, proyek ini diharapkan dapat berfungsi sebagai alat yang efektif dalam mengurangi ketimpangan pendidikan antara siswa penerima KIP dan yang tidak.
Proses belajar dirancang dengan metode yang melibatkan partisipasi, di mana siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi juga didorong untuk terlibat dalam diskusi, menyelesaikan masalah secara kontekstual, dan menerapkan konsep dalam situasi yang sebenarnya.
Program ini juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa dan pengajar untuk terlibat langsung dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui bimbingan akademis. Dengan cara ini, terbangun kerjasama antara institusi pendidikan dan sekolah yang dapat memperkuat budaya pembelajaran yang berkelanjutan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital memungkinkan setiap pelajar, tanpa memandang lokasi mereka, untuk mendapatkan akses ke bahan dan latihan tanpa ada batas waktu atau jarak, sehingga kesempatan belajar menjadi lebih merata.
Kolaborasi Akademis
Lebih dalam, kehadiran BAT KIP dapat berfungsi sebagai contoh pemberdayaan pendidikan di tingkat nasional yang mendorong semangat kolaborasi dalam lingkungan akademis. Para siswa yang mendapatkan KIP tidak hanya mengalami peningkatan dalam kemampuan berpikir, tetapi juga mendapatkan dorongan serta rasa percaya diri untuk bersaing di level yang lebih tinggi.
Dengan pendekatan ini, kemungkinan mereka untuk berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi akan meningkat secara drastis, dan tujuan utama Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai sarana pemerataan akses pendidikan dapat benar-benar terwujud dalam praktik nyata. Dengan semangat kolaborasi, Kartu Indonesia Pintar dapat benar-benar menjadi jembatan emas yang menghubungkan harapan dengan kenyataan, dan membuka jalan bagi setiap anak bangsa untuk berdiri sejajar di bawah langit yang sama: langit pendidikan yang adil dan berdaya. (*)