Jepang dan Bayang-bayang Wisata Seks di Tengah Impitan Ekonomi
GH News November 13, 2025 11:09 AM
Jakarta -

Jepang sempat menjadi sorotan dunia sebagai destinasi wisata seks bagi turis mancanegara. Pemerintah negeri matahari terbit itu bertekad menghapus penilaian itu.

Jepang merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan destinasi wisata unggulan di Asia. Menurut situs Japan International Transport and Tourism Institute, USA (JITTI), kunjungan wisatawan asing ke Jepang terus meningkat setelah pandemi Covid-19.

Pada tahun 2024, tingkat ekspor wisatawan di Jepang meningkat 4% dibanding tahun 2019, jumlahnya sekitar 36,9 juta wisatawan. Namun, di balik pulihnya pariwisata Jepang itu muncul sorotan negara itu sebagai "destinasi wisata seks."

Isu itu membuat citra pariwisata Jepang tercoreng. Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, menegaskan penilaian itu tidak mencerminkan nilai dan tujuan pariwisata Jepang yang sebenarnya.

Jepang Sebagai Destinasi Wisata Seks

Dunia kembali menyoroti Jepang sebagai negara yang menawarkan destinasi wisata seks bagi para turis asing. Dilansir terdapat tempat wisata khusus yang melayani praktik prostitusi, salah satunya yaitu Taman Okubo sebuah kawasan yang terletak di antara Shin-Okubo dan Kabukicho, Tokyo.

Berdasarkan beberapa catatan media internasional, kawasan Taman Okubo menjadi titik paling sering dikunjungi turis asing untuk wisata seks. Mayoritas pelanggan yang datang berasal dari Cina, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Utara, hingga Eropa.

Menurut salah satu pekerja seks di sana, mereka memberikan harga layanan bervariasi. Mulai dari 15.000 hingga 30.000 yen (sekitar Rp 1,6 juta hingga Rp 3,2 juta) atau lebih murah tergantung situasi. Mereka lebih tertarik melayani turis asing karena memberikan harga yang lebih tinggi daripada turis lokal.

Dari catatan mengutip , Kepala Rescue Hub, Arata Sakamoto, menjelaskan bahwa penyebab utama maraknya prostitusi di Jepang adalah karena faktor ekonomi yang semakin sulit setelah pandemi.

Di saat bersamaan, Jepang tidak memiliki regulasi ketat terkait larangan prostitusi. Selain itu, tidak ada hukum yang melindungi hak wanita pekerja seks di Jepang, aturan hanya berlaku bagi para pemberi layanan prostitusi, tidak kepada pelaku atau para pelanggannya.

Kepolisian setempat juga menjelaskan risiko yang ditanggung oleh pekerja seks, mulai dari penyakit seksual yang menular, kehamilan, aborsi, hingga kelahiran yang tidak diinginkan. Selain itu, mereka menjelaskan bahwa pekerja seks berisiko memiliki jejak digital dari jasa yang mereka berikan.

Kondisi itu membuat citra pariwisata Jepang ternoda. Selain itu, pelindungan perempuan di Jepang dipertanyakan.

Tanggapan PM Jepang atas Isu yang Beredar

Menanggapi isu yang beredar, Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, memberikan tanggapan tegas bahwa mereka berkomitmen memberantas prostitusi baru-baru ini.

Melansir situs Takaichi berjanji untuk melindungi martabat perempuan Jepang dan mencegah keterlibatan Tokuryu (kelompok kriminal anonim) dalam praktik tersebut.

"Pernyataan Anda mengenai perlindungan martabat perempuan dan Jepang merupakan kritik yang sangat berbobot. Kami akan berupaya keras memberantas prostitusi," ujar Takaichi menjawab pertanyaan anggota partai oposisi dalam sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada 6 November lalu.

Lebih lanjut, Takaichi menjelaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk meninjau langkah-langkah regulasi terkait prostitusi dengan mempertimbangkan kondisi sosial yang terjadi.

Dampak Bagi Pariwisata Jepang

Anggota Partai Demokrat Konstitusional Jepang (CPD), Shiora Fumika, menyoroti isu dunia mengenai citra Jepang sebagai negara wisata seks. Menurutnya isu ini krusial karena akan memberikan pengaruh besar pada citra pariwisata dan Jepang sebagai negara yang tidak melindungi hak wanita.

Pernyataan serupa disampaikan anggota partai yang sama, Yamanaoi. Yamanaoi mengatakan isu itu bisa mencoreng citra Jepang di dunia internasional.

"Ini bukan lagi sekadar masalah dalam negeri. Ini masalah yang sangat serius terkait dengan bagaimana perempuan Jepang dipandang di masyarakat internasional," ujar dia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.