Ini menjadi tantangan bagi guru-guru agama kita, bagaimana membuat pelajaran agama menjadi diskusi yang hidup dan menarik di kelas. Mengajar agama tidak bisa dengan cara monoton
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menekankan pentingnya inovasi dalam pembelajaran agama di sekolah agar mata pelajaran tersebut menjadi lebih menarik, hidup, dan relevan, dengan dinamika sosial yang dihadapi peserta didik.
“Ini tantangan bagi guru-guru agama kita di sekolah, bagaimana membuat pelajaran agama itu menarik. Harus membuat diskusi yang hidup dan diskusi yang utuh di kelas, supaya menarik dan bermanfaat,” ujar Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin di Jakarta, Kamis.
Dorongan itu disampaikan Kamaruddin ketika kunjungan studinya ke Inggris untuk mempelajari praktik pendidikan agama di negara tersebut.
Ia mengatakan pengalaman itu memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana pendidikan agama dapat dihadirkan secara menarik dan kontekstual.
“Di Inggris, pelajaran agama itu wajib di semua jenjang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Yang menarik, mata pelajaran agama di sana menjadi salah satu yang paling diminati, karena disajikan secara dinamis dan responsif terhadap isu-isu sosial,” ujarnya.
Dalam pengamatannya di sejumlah sekolah negeri di Inggris, pembelajaran agama diisi dengan diskusi yang aktif dan terbuka mengenai berbagai isu aktual, seperti aborsi, lingkungan hidup, hingga hak-hak sosial.
“Guru meminta siswa untuk melihat bagaimana berbagai agama memandang isu tertentu. Misalnya, bagaimana Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha, menilai persoalan aborsi. Siswa dari latar belakang agama berbeda berdiskusi dan saling berbagi pandangan,” katanya.
Begitu pula di Jepang, kata dia, pendidikan moral sudah diterapkan sejak usia dini dengan tiga nilai utama yakni mencintai diri sendiri, mencintai orang lain, dan mencintai lingkungan.
Menurut dia, cara tersebut menjadikan pelajaran agama lebih hidup dan relevan. Ia menilai pendekatan seperti itu bisa menjadi inspirasi bagi guru-guru agama di Indonesia untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih menarik dan partisipatif.
“Ini menjadi tantangan bagi guru-guru agama kita, bagaimana membuat pelajaran agama menjadi diskusi yang hidup dan menarik di kelas. Mengajar agama tidak bisa dengan cara monoton, tapi harus mampu menciptakan dialog yang kontekstual dan bermakna,” ujarnya.
Kamaruddin menegaskan tujuan utama pendidikan agama bukan hanya untuk menanamkan pengetahuan keagamaan, tetapi juga menumbuhkan sikap toleran dan memperkuat kohesi sosial di tengah masyarakat yang majemuk.
“Agama harus berfungsi sebagai perekat sosial. Karena itu, pembelajaran agama di sekolah seharusnya bisa menumbuhkan semangat saling memahami dan menghormati antarumat beragama,” kata dia.
Kemenag, lanjut dia, akan terus mendorong peningkatan kapasitas guru agama agar mampu mengembangkan metode pengajaran yang inspiratif dan sesuai dengan perkembangan zaman.







