Anak Tangga Sebagai Pendidik Karakter
Asep Abdurrohman November 17, 2025 03:00 PM
Setiap orang sudah pasti mengenal anak tangga. Anak tangga itu, ada di rumah, di kantor, mall, sekolah, perguruan tinggi dan berbagai tempat lainnya. Ragam anak tangga, banyak variasinya. Ada yang lurus, leter L, melengkung sampai ada anak tangga yang berputar.
Dalam perkembangannya, anak tangga ada yang memakai alat daya listrik, seperti eskalator dan juga ada lebih transpormatif seperti lift. Apa pun namanya, entah itu anak tangga berupa blok dari coran, eskalator dan lift, yang jelas itu semua adalah anak tangga.
Dalam sehari, entah berapa kali naik turun anak tangga. Ketika naik, kaki tidak mungkin langsung berada di anak tangga paling atas. Pasti kaki naik step by step. Mulai dari anak tangga ke satu sampai anak tangga terakhir.
Dalam pendidikan, anak tangga adalah guru yang mengajar dengan karakter. Anak tangga itu hadir ke dalam kehidupan manusia sebagai pendidik karakter. Namun, sayang ia tidak bisa berbicara. Ia hanya bisa memberi teladan secara tersirat dan imaginatif.
Boleh jadi banyak orang yang tidak memperhatikan anak tangga. Kakinya hanya menginjak dalam bayangan kosong dan berlalu begitu saja tanpa menyerap pelajaran darinya. Bisa jadi, orang yang menginjak anak tangga hanya sekedar media untuk naik ke tempat yang lebih tinggi.
Setelah naik, anak tangga itu dilupakan begitu saja. Namun, jika seseorang mampu merenung dan menganalisis pelajaran dari anak tangga, niscaya akan dapat menggali hikmah darinya. Anak tangga itu murni dan ikhlas dibentuk dengan merdeka tanpa terikat kehendaknya.
Dalam lembaga pendidikan, pendidik pastinya sudah mengetahui visi-misi lembaga pendidikan. lembaga pendidikan itu, akan dapat diketahui sebaran mata pelajarannya dengan melihat, membaca dan menganalisis visi misi.
Karena dari situlah nama-nama mata pelajaran kelembagaan lahir dan menjelma, meskipun dalam konteks nasional ada mata pelajaran yang merupakan titipan pemerintah. Namun, anak tangga ikhlas dibentuk menjadi apa pun hampir selalu welcome. Inilah karakter ikhlas.
Karakter ikhlas ini bukan tidak berdaya dan menyerah begitu saja kepada nasib, namun karena sudah percaya memegang lisensi pembentuk karakter sejati. Dalam tahap perkembangannya, anak tangga sebagai pendidik yang mementingkan aspek proses. Atau dalam psikologi pendidikan disebut dengan teori belajar kognitifisme.
Teori belajar ini lebih menekankan pada proses pembelajaran. Dalam teori ini, belajar itu yang penting prosesnya, bukan hasilnya. Hasil belajar tergantung kepada setiap orang. Ada yang lebih cepat paham dan ada yang lambat paham.
Baginya, belajar itu harus berangkat dari A sampai Z. Mulai belajar dari semester satu sampai delapan. Setelah itu menulis proposal skripsi, ujian proposal, bimbingan, ujian skripsi, yudisium dan wisuda.
Mau berbekas atau tidak ilmunya, yang penting berusaha dan berproses menjadi manusia pembelajar. Di sisi lain, anak tangga mengajarkan pentingnya hati-hati dalam meniti anak tangga. Apalagi jika ada air yang tercecer atau hujan bocor menetes anak tangga, jalannya harus lebih hati-hati.
Meleng dan lengah sedikit bisa jadi kaki akan terkilir. Akibatnya kaki bisa cedera, bahkan patah. Jika kaki sudah patah, aktivitas apa pun akan terhambat. Kehidupannya bisa murung dan tidak bahagia.
Bagi orang yang tidak sabar dalam mengalami ujian itu, bisa saja sumpah serapah sambil mengeluh dan menyalahkan takdir. Maka dari itu, anak tangga mengajarkan pentingnya sikap hati-hati dalam melangkah.
Hati-hati ini, tidak hanya dalam meniti anak tangga, namun hakikatnya semua kegiatan harus dijalankan dengan penuh hati-hati. Misalnya, dalam membawa kendaraan harus hati-hati. Berkendara boleh santai atau kencang, namun terukur dan situasional. Tahu kapan saatnya kencang dan kapan saatnya santai.
Keduanya harus didudukkan secara presisi dan akurat perhitungannya. Jangan sampai waktunya kencang malah santai. Atau waktunya santai malah kencang. Di tol jalur cepat, malah santai. Atau di tol jalur lambat malah kencang. Ini berbahaya bagi pengendara lain dan bisa menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Ketika sudah sampai diujung anak tangga, nafas saat naik terengah-engah. Ketika kaki di akhir anak tangga, nafas mulai berangsur normal. Kondisi demikian, mengajarkan pentingnya jeda sejenak dan bersyukur. Target pekerjaan ingin cepat selesai, silakan. Tapi, kesehatan fisik tidak boleh dilupakan.
Makanan boleh banyak yang enak di rumah, tapi jika badan dalam kondisi sakit, rasa enak itu semua akan hilang. Pada akhirnya, makanan enak itu akan dinikmati oleh orang lain yang sehat. Tiba di akhir anak tangga dengan lancar, mulut berucap alhamdulillah.
Lagi-lagi, karakter berterima kasih kepada Allah harus menjadi karakter keseharian. Makanya, setiap bangun tidur, selesai makan, pekerjaan selesai, tiba di lokasi tujuan dengan selamat dan kegiatan lainnya paling tidak bersyukur dengan ucapan alhamdulillah. Semoga bermanfaat.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.