Ayah Sebagai Kepala Madrasah (2)
Asep Abdurrohman November 17, 2025 03:00 PM
Selesai membaca al-Qur’an, biarkan anak dan Ibunya mengerjakan sesuatu yang diinginkan. Ada anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar setelah aktivitas mengaji, tidur lagi sejenak. Maklum, fisiknya belum kuat untuk bangun subuh. Apalagi subuhnya jam 04.04, terbilang waktu yang masih malam.
Sementara ibunya, menyiapkan segala kebutuhan dirinya dan juga kebutuhan keluarga. Di sisi lain, ayah yang menjadi kepala madrasah harus berusaha menampilkan teladan nyata di depan mereka.
Teladan itu bisa berupa mengisi waktu untuk meningkatkan kompetensi sang ayah, atau pekerjaan lain untuk mendukung keutuhan keluarga. Tiba waktunya mandi, sebagai kepala keluarga, sebaiknya sang ayah mendahulukan anak dan ibunya mandi. Bukan di balik, ayah duluan mandi.
Itulah sikap kepala madrasah yang baik, tidak mementingkan diri sendiri, namun mendahulukan anggota keluarganya. Teladan itu akan diingat dan ditulis sebagai hiasan indah saat keluarga dilanda badai masalah.
Setelah anak dan ibunya sudah mandi, tiba giliran ayah mandi. Saat ayah mandi, anak dan ibunya sarapan duluan agar tidak kesiangan. Apalagi anak SD sarapannya butuh waktu lama, hampir tiga kali lipat dari sarapan orang dewasa.
Sang ayah selesai mandi dan mengenakan pakaian kerja dengan rapi, lalu sarapan menemani anak yang belum habis sarapannya. Di situ ada bincang pagi sesaat sebelum kerja. Dan di situ juga ada tontonan edukatif di smart TV untuk menambah wawasan anak.
Sarapan selesai, kurikulum berikutnya adalah saling pamit untuk berangkat kerja dan sekolah. Anak pamit sama ibunya dan ayahnya dan ibunya pamit sama suaminya. Pamitan ini, sebagai bentuk perhatian dan penghargaan kepada anggota keluarga.
Tidak lain maksudnya untuk saling menjaga dan menekan segala kemungkinan masalah yang akan muncul. Karena tidak sedikit, gara-gara anggota keluarga tidak ada perhatian, rumah tangganya jadi berantakan, bahkan berpisah. Hal-hal yang bisa mengarah ke sana, sebaiknya dihindari dan tidak boleh diteruskan.
Bersalaman sama anak dan istri sambil kecup kening dan cium pipi kanan-kiri. Rutinitas itu penting, bukan lebay dan sok mesra, namun untuk mengikat rasa kedekatan batin di antara mereka berdua ketika berpisah seharian.
Sentuhan tangan dan kecupan itu adalah barang mahal, tidak boleh dianggap sepele. Secara psikologis, mampu mengikat makna kebahagiaan selama seharian ketika di luar rumah. Apalagi suami atau istrinya akan pergi jauh dan meninggalkan rumah berhari-hari, maka harus betul-betul memberikan sentuhan dan kecupan yang mampu menjaga keharmonisan rumah tangga.
Kondisi psikologis ketika berangkat kerja akan menjadi lain, saat rutinitas mesra itu dijalankan. Di perjalanan diiringi rasa bahagia. Memacu kendaraan pun dibarengi oleh keadaan batin yang tenang dan damai.
Coba sebaliknya, rumah tangga ada masalah ditambah tidak saling pamitan, jalan lebar pun akan terasa sempit. Selama perjalanan akan terasa tidak mengenakan. Tersalip dan tersenggol sedikit oleh kendaraan lain akan gampang marah. Akibatnya, tidak sampai kantor, karena berantem sesama pengendara.
Sampai tempat kerja, simpan tas dan buka sepatu. Ambil air wudu, lalu dirikan salat duha dua atau empat rakaat sebagai rasa syukur kepada Allah. Doakan anak, istri, orang tua dan rekan kerja kantor agar suasana damai dan penuh dengan ketenangan.
Salat duha sudah, kaki beranjak ke ruang kerja. Mulai kerja dengan menyebut nama Allah, sebagai upaya untuk meminta perlindungan dan petunjuk agar proses kerja menjadi berkah dan lancar.
Selama seharian kerja, jangan lupa kontak pasangan hidup, mungkin ia sedang membutuhkan motivasi agar bisa menyelesaikan pekerjaan. Tidak hanya itu, tapi untuk mengontrol pasangan hidup agar dalam kondisi baik-baik saja. Tidak seperti dalam sinetron, ngakunya kerja, tapi sebenarnya pergi ke tempat calon suami atau istri berikutnya.
Kerja selesai, pulang dan pamitan sama rekan kerja. Sampai di rumah, rebahan sebentar untuk menghilangkan rasa lelah sambil minum dan makan snack yang ada di rumah. Tiga puluh menit sebelum azan magrib berkumandang, sudah mandi dan siap-siap salat berjamaah di masjid.
Setelah salat, tidak lupa zikir dan salat sunnah qabliah untuk memberi nutrisi terbaik kepada tubuh. Sampai di rumah pun, jangan lupa berikan nutrisi jiwa terbaik berikutnya, yaitu membaca al-Qur’an. Setelah itu, makan malam bersama untuk merekatkan kondisi jiwa yang sempat terpisah setelah lebih delapan jam di luar rumah.
Makan malam selesai, berikutnya siap-siap salat isya berjamaah di masjid. Tidak lupa anak dan istri diarahkan untuk salat. Atau sesekali bisa salat berjamaah di rumah, untuk mengecek dan mengevaluasi tata cara salat anak dan istri.
Salat isya berlalu, aktivitas berikutnya adalah belajar. Suami belajar. Istri belajar dan anak pun belajar. Belajar selesai, berikutnya aktivitas bebas, tergantung kesukaan masing-masing. Ada yang menonton tayangan edukatif. Ada yang memeriksa catatan-catatan seputar rumah dan pekerjaan. Dan ada yang mempersiapkan urusan kerja dan sekolah untuk keesokan harinya.
Aktivitas bebas sudah selesai, waktu sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Ayah sebagai kepala madrasah, meminta kepada anggota keluarga untuk bersih-bersih. Gosok gigi dan ambil air wudu. Berdoa sebelum tidur dan cium pipi serta kening kepada anggota keluarga agar tetap berada dalam ketenangan dan kedamaian selama tidur. Semoga bermanfaat.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.