Ringkasan Berita:
- DPR RI mencantumkan nama 5 profesor dan 2 doktor terlibat pembahasan RUU KUHAP
- Nama-nama mereka diunggah dalam unggahan berjudul DPR RI Sempurnakan RUU KUHAP Bersama MAsyarakat: Aspirasi Publik Jadi Fondasi Utama
- Ada nama Prof Romli Atmasasmita hingga Prof Adnan Hamid
TRIBUNNEWS.COM - Terdapat lima guru besar alias profesor dan dua doktor yang dicantumkan DPR RI ikut terlibat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
RUU KUHAP baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Undang-undang ini akan berlaku sejak awal Januari 2026 untuk mendampingi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin jalannya rapat dan dan mengesahkan RUU KUHAP menjadi Undang-Undang.
Sebelum disahkan, DPR RI melalui akun Instagram resmi @dpr_ri menampilkan nama-nama hingga lembaga publik yang dianggap ikut berpartisipasi dalam membahas RUU KUHAP itu.
Mereka memberi judul unggahannya dengan narasi DPR RI Sempurnakan RUU KUHAP Bersama MAsyarakat: Aspirasi Publik Jadi Fondasi Utama.
Pada gambar keempat, DPR RI menunjukkan nama-nama akademisi dan perguruan tinggi yang terlibat.
Di antaranya meliputi 5 profesor dan 2 doktor, serta sisanya adalah nama institusi.
Dalam keterangannya, DPR RI menyebut pembahasan RUU KUHAP berjalan terbuka, partisipatif, dan berbasis aspirasi publik.
Mereka juga menuliskan, masukan dari berbagai elemen masyarakat didengar melalui serangkaian RDP dan RDPU.
Berikut isinya:
"Melalui serangkaian RDP dan RDPU, Komisi III mendengarkan langsung masukan dari berbagai elemen masyarakat—mulai dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, advokat, lembaga negara, hingga mahasiswa dari berbagai universitas.
Beragam perspektif ini menjadi fondasi penting dalam menyempurnakan RUU KUHAP agar lebih adil, transparan, responsif, dan relevan dengan kebutuhan penegakan hukum di Indonesia.
Komisi III berkomitmen bahwa pembahasan regulasi harus melibatkan publik sebanyak mungkin. Bahkan di masa reses, Komisi III tetap membuka ruang dialog dan menerima permohonan RDPU demi menjamin keterbukaan proses legislasi."
Selain tokoh-tokoh di atas, DPR RI juga mencantumkan lembaga negara dan aparatur penegak hukum.
Yakni mulai dari Ketua Komisi Yudisial, Ketua Kamar Pidana Mahakamah Agung, LPSK, Komnas HAM, Menteri HAM, hingga Komisi Nasional Disabilitas.
Pada slide selanjutnya terdapat nama-nama mewakili organisasi advokat dan profesi hukum.
Misalnya ada nama Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M hingga PERADI dan Kongres Advokat Indonesia.
DPR RI mengklaim substansi KUHAP baru yang telah disahkan, 99 persen berasal dari masukan publik.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Politisi Partai Gerindra itu menegaskan rancangan KUHAP bukan kehendak sepihak pemerintah atau DPR.
Ia mengatakan substansi KUHAP berasal dari rekomendasi akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengawal reformasi peradilan pidana.
“Kalau ada yang mengatakan KUHAP ini tiba-tiba muncul dan tidak mendengar masyarakat, itu salah besar. Hampir seluruh isinya adalah rumusan yang datang dari publik."
"Kita mengadopsi masukan dari berbagai kelompok, dari kampus, LSM, sampai praktisi hukum,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Habiburokhman menegaskan Komisi III menjalankan proses pembahasan secara panjang dan terbuka.
Termasuk menerima masukan dari sejumlah organisasi seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), The Indonesian Judicial Monitoring Society (MaPPI FHUI), LBH, akademisi fakultas hukum, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Rangkaian pembentukan RKUHAP dimulai pada 6 November 2024.
Kala itu DPR menugaskan Badan Keahlian Dewan untuk menyusun naskah akademik dan draf RKUHAP.
Lalu, dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025, RKUHAP disahkan menjadi RUU usulan dari DPR.
Setiap pasal, kata Habiburokhman, telah melewati uji publik, dialog, dan diskusi teknis sebelum diputuskan.
Peraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu juga meluruskan informasi menyesatkan yang beredar di media sosial.
Satu di antaranya mengenai narasi yang menyebut KUHAP baru memperlonggar kewenangan aparat penegak hukum dalam penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan.
“Yang benar justru sebaliknya. KUHAP baru memperketat semua tindakan. Penggeledahan dan penyitaan kini wajib izin hakim, tidak bisa lagi dilakukan sembarangan. Dan itu semua berasal dari aspirasi masyarakat saat uji publik,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa hak tersangka juga diperkuat, termasuk keharusan pemberitahuan kepada keluarga, kejelasan bukti permulaan, serta persyaratan penahanan yang jauh lebih terukur.
Menurutnya, semua itu merupakan tuntutan masyarakat sipil yang selama ini kritis terhadap praktik penyalahgunaan kewenangan.
Habiburokhman menegaskan bahwa Komisi III bekerja berdasarkan aspirasi masyarakat, bukan atas kepentingan institusi tertentu.
Karena itu, ia meminta publik menilai dan mengkritisi KUHAP berdasarkan naskah resmi, bukan potongan poster atau unggahan yang bersifat provokatif.
“Kami terbuka terhadap kritik. Tapi kritik harus berdasar teks undang-undangnya. KUHAP ini lahir dari suara publik, dari berbagai masukan. 99 persen adalah aspirasi rakyat,” ujarnya.
“KUHAP ini bukan milik pemerintah atau DPR. Ini milik masyarakat. Ini karya bersama untuk mewujudkan keadilan,” pungkasnya.
Termasuk penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, penguatan hak tersangka/terdakwa, serta aturan baru soal penyadapan, penahanan, dan peran hakim, antara lain:
( Chrysnha, Gilang P, Chaerul Umam)