Ringkasan Berita:
- Masjid Mahar Syisidik di Blok Wanantara, Kabupaten Cirebon tetap menyimpan sejarah panjang dan filosofi mendalam
- Masjid yang berdiri sejak 1880 itu bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat kegiatan keagamaan dari tiga pesantren besar yang tumbuh di sekelilingnya
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Di tengah kondisi bangunan yang kini nyaris ‘gantung’ di bibir Sungai Cipager, Masjid Mahar Syisidik di Blok Wanantara, Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon tetap menyimpan sejarah panjang dan filosofi mendalam yang sudah dijaga lebih dari satu abad.
Masjid yang berdiri sejak 1880 itu bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat kegiatan keagamaan dari tiga pesantren besar yang tumbuh di sekelilingnya.
Sekretaris DKM Masjid Mahar Syisidik, Muhammad menyampaikan, masjid bersejarah ini masih aktif digunakan setiap hari oleh ratusan jemaah.
“Masjid ini benar-benar bersejarah. Di bawahnya pun ada gua tempat iktikaf para kiai dan santri zaman dulu."
"Makanya kami dari pihak DKM menginginkan segera mungkin untuk membangunnya lagi. Jangan sampai ambruk,” ujar Muhammad saat ditemui di halaman masjid, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, masjid tersebut menjadi pusat pembinaan tiga pesantren, yakni Yayasan Miftahussiddiq, Yayasan Baitussalam dan Yayasan Idhofusshaini.
Karena itu, aktivitas ibadah berjalan sangat intens.
“Digunakan sekali, bahkan Subuh saja lebih dari 100 jemaah."
"Itu baru Salat Subuh. Apalagi Zuhur, Jumat, dan kegiatan lain,” ucapnya.
Muhammad menjelaskan, Masjid Mahar Syisidik dibangun oleh Mbah Nur Said bersama putranya, Mbah Syamsuri, pada tahun 1880.
Setiap bagian bangunannya mengandung simbol spiritual.
“Awalnya ada delapan tiang, menunjukkan delapan penjuru mata angin."
"Pintu masuknya ada tujuh, menunjukkan hari."
"Lalu ada tiang empat di dalam masjid, itu menunjukkan empat sahabat Kanjeng Nabi,” jelas dia.
Tak hanya itu, pintu menuju ruang utama berjumlah sembilan sebagai penghormatan kepada Wali Songo, para penyebar Islam di Nusantara.
“Dan masuk ke ruang masjid utama ada dua pilar besar, menunjukkan dua kalimat syahadat,” katanya.
Menurut Muhammad, filosofi tersebut menunjukkan, bahwa masjid ini dibangun sebagai pengingat akan perjalanan dakwah dari Rasulullah melalui para sahabat dan wali.
“Intinya, kapanpun dan dimanapun, kita harus ingat syahadat dan salat. Itulah filosofi awal masjid ini,” ujarnya.
Salah satu bagian unik dari Masjid Mahar Syisidik adalah keberadaan sebuah gua di bawah bangunan.
“Ya, tempat iktikaf. Para santri dulu, ulama dan kiai sering iktikaf di situ untuk mendekatkan diri kepada Allah,” ucap Muhammad.
Gua tersebut menjadi salah satu bukti bahwa masjid ini bukan hanya tempat salat, tetapi juga pusat spiritual masyarakat sejak zaman para leluhur.
Sebelumnya diberitakan, Masjid Mahar Syisidik yang berdiri lebih dari 150 tahun itu kini terancam jatuh ke Sungai Cipager setelah tebing di belakangnya ambles sejauh 12 meter dan memanjang hingga 40 meter.
Ketua RT 11 Blok Wanantara, Sulaeman menjelaskan, amblesnya tanah bermula dari banjir bandang pada 17 Februari 2025.
“Ya, sekitar jam 7 ba’da Isya itu. Tebing ambles setelah diterjang banjir bandang. Tanahnya tergerus habis,” ujarnya.
Kini jarak masjid ke bibir sungai tersisa kurang dari satu meter.
Bahkan di beberapa titik, bangunan sudah benar-benar menempel dengan jurang.
“Coba dilihat sendiri keadaannya begini nih. Mengkhawatirkan,” katanya.
Warga dan pengurus masjid telah berulang kali mengajukan pembangunan tanggul, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut dari pihak terkait.
“Harapan kami pemerintah cepat bangun pengaman masjid ini. Biar kami ibadah merasa aman,” ucapnya.
Warga khawatir, jika hujan besar kembali turun, longsoran dapat melebar dan masjid bisa runtuh dalam sekejap.