TRIBUNNEWS.COM - Mendengar khutbah Jumat adalah bentuk kegiatan ibadah yang dilaksanakan umat Islam setiap hari Jumat.
Khutbah Jumat sendiri, menurut pandangan ilmu komunikasi merupakan saluran penyampaian ajaran-ajaran Islam yang perlu diketahui dan dipahami jamaah.
Dikutip dari baznas.go.id, mendengarkan khutbah adalah amalan yang membuat hari Jumat menjadi spesial.
Kata khutbah berasal dari bahasa Arab khotbah yang berarti 'pidato' atau 'ceramah'.
Makna khutbah melekat dalam ingatan orang sebagai pidato yang berisi tentang keagamaan.
Mengutip dari kemenag.go.id, khutbah umumnya berisi tentang nasihat, ajakan, perintah, atau informasi yang bermanfaat untuk masyarakat.
Contoh naskah khutbah hari ini, Jumat (21/11/2025), dengan tema "Antara Iman, Islam, dan Perdamaian" dikutip dari kemenag.go.id.
Naskah khutbah dalam artikel ini akan membahas tentang hubungan antara Iman, Islam, dan Perdamaian
Di kesempatan mulia ini, khatib berwasiat pada diri khatib sendiri dan seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan menjadi bekal utama dan sangat berharga saat kita bertemu dengan Allah swt kelak, dan orang yang paling bertakwa akan mendapatkan posisi yang paling mulia di sisi Allah swt.
Dalam menguatkan ketakwaan, sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa mengungkapkan dan meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberikan karunia Iman dan Islam, serta berbagai kenikmatan kehidupan lainnya di dunia ini. Kenikmatan yang kita syukuri ini telah dijanjikan oleh Allah swt akan ditambah. Sebaliknya jika kita mengufuri nikmat Allah, maka balasan berupa siksa pedih dari Allah akan kita terima.
Dengan mensyukuri nikmat iman dan Islam ini, tidak hanya akan memberikan nilai positif bagi diri kita sendiri, namun juga akan memberikan kemaslahatan bagi orang lain. Di antara buah dari keteguhan iman dan Islam adalah terwujudnya kebaikan dan kemaslahatan bagi orang lain yang terwujud dalam bentuk perdamaian di kehidupan masyarakat.
Iman, Islam, dan perdamaian merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Jika seseorang memiliki iman dan Islam yang baik, maka bisa dipastikan kedamaian akan menghiasi dan menaungi kehidupannya bersama masyarakat.
Jika dilihat dari kata ‘Islam’ itu sendiri, para ulama memaknainya dengan arti perdamaian sehingga Islam dan perdamaian adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Orang akan tergolong mengingkari nilai keislaman itu sendiri jika tidak mengedepankan perdamaian dengan sesama umat Islam dan juga seluruh manusia pada umumnya.
Allah swt berfirman dalam Surat Al-Bararah ayat 208:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”
Melalui ayat ini, Allah mengingatkan kepada manusia untuk tidak setengah-setengah dalam masuk ke dalam agama Islam. Allah mengingatkan untuk masuk pada agama Islam dengan kaffah (menyeluruh) yang di dalamnya juga terkait bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam seperti perdamaian. Dengan terwujudnya perdamaian dalam kehidupan, maka segala sektor kehidupan akan dapat berjalan dengan baik seperti pembangunan dan termasuk juga ketenangan dalam beribadah.
Kita bisa merasakan sendiri bagaimana nikmatnya beribadah di tengah-tengah perdamaian yang jauh dari konflik dan peperangan. Jika saat ini kita berada dalam situasi perang, maka bisa dipastikan kita tidak bisa beribadah dengan tenang seperti ini. Oleh karenanya nikmat perdamaian yang merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam ini harus terus kita pertahankan.
Bukan hanya mendapatkan efek positif dalam kehidupan dunia, perdamaian juga merupakan sebuah sikap yang memiliki nilai pahala. Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa ketika seseorang mampu mewujudkan perdamaian, maka pahalanya akan bisa melebihi pahala shalat, zakat, dan sedekah. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmizi:
“Maukah jika aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan sedekah? Para sahabat berkata, Tentu ya Rasulullah. Beliau bersabda: Mendamaikan orang yang sedang berselisih. Rusaknya orang yang berselisih adalah pencukur (mencukur amal kebaikan yang telah dikerjakan).”
Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa Nabi Muhammad sangat mendorong kita untuk mampu menjadi juru perdamaian. Hal ini selaras dengan misi nabi yang merupakan penyempurna akhlakul karimah. Orang yang mengedepankan perdamaian memiliki akhlak yang baik dengan memberi tauladan untuk menebar kasih sayang dan menghindari permusuhan.
Terlebih di negara kita ini yang telah ditakdirkan oleh Allah swt menjadi sebuah bangsa yang penuh dengan keanekaragaman suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Prinsip perdamaian dalam perbedaan harus terus kita pegang dan semai bersama. Bukan hanya saat ini saja, namun para generasi penerus juga harus mampu meneruskannya. Bukan kepada sesama umat Islam saja, namun kepada seluruh masyarakat yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita perlu mengingat firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
Maka dari itu di penghujung khutbah ini, khatib berpesan, mari kita terus pupuk perdamaian dalam kehidupan terlebih dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Perdamaian yang mampu kita wujudkan ini menjadi sebuah bukti nyata bahwa kita adalah orang yang benar-benar Islam dan juga orang yang benar-benar beriman. Amin ya rabbal alamin.
Berikut syarat-syarat berkhutbah yang baik dan sah menurut para ulama, dikutip dari gramedia.com:
(Oktavia WW)