TRIBUNJATENG.COM, TEMANGGUNG - Seorang buruh migran asal Temanggung yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia, bernasib miris.
Dia selama hampir 20 tahun bekerja, tak ada sepeserpun gaji diterimanya.
Semakin miris, dia kerap mengalami penganiayaan oleh majikannya.
Kasus yang menimpa Seni (47) ini pun terungkap seusai anak dari majikan ini lapor ke polisi. Anak tersebut semakin tak tega melihat kondisi WNI asal Temanggung tersebut.
Dari informasi yang diterima, kini pasutri yang merupakan majikan dari Seni tersebut telah ditangkap dan terancam hukuman penjara.
Kasus penganiayaan tersebut pun masih ditangani pihak kepolisian setempat, di Malaysia.
Koordinasi dengan Pemerintah Indonesia pun terus dilakukan, termasuk ada kemungkinan pemulangan Seni ke Temanggung.
Tangis tak tertahan mengalir dari Ismi saat melihat adiknya, Seni, melalui layar ponsel setelah bertahun-tahun tidak ada kabar.
Di sisi lain, Seni, warga Kabupaten Temanggung ini masih mengingat kakaknya dan beberapa kerabat lainnya.
Momentum emosional ini terjadi saat video call di rumah Walmi, istri Ismi, di Dusun Letih, Desa Mergowati, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
"Dia tidak ingat anaknya karena pas ditinggal usianya 3,5 tahun."
"Anaknya juga sudah punya istri dan anak," ujar Walmi seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (24/11/2025).
Anak Seni, Riki Alfian kini telah berkeluarga.
Seni, perempuan 47 tahun ini diduga menjadi korban eksploitasi berat selama lebih dari 20 tahun bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia.
Selama masa kerjanya, dia tidak dibayar dan mengalami penganiayaan.
Ketua RT 03 Dusun Letih, Slamet yang turut hadir dalam video call tersebut terkejut dengan penampilan Seni yang kini berbeda.
"Rambutnya dulu panjang, sekarang pendek (sebahu)."
"Di sini (bibir) juga ada ciri-ciri seperti bibir sumbing," tuturnya.
Dalam foto keluarga yang diambil di rumah Walmi, Seni tampak mengenakan kaus berwarna hijau semangka dan rok hitam beraksen putih, berpose bersama Amat Asri (ayah), Tumirah (ibu sambung), dan Iswati (kakak).
Ruwan, tetangga Seni yang juga masih berhubungan keluarga mengungkapkan bahwa sekira tiga tahun setelah tiba di Malaysia, Seni masih bisa dihubungi oleh suami dan orangtuanya.
Namun setelah itu, kabar tentangnya menghilang.
"Setelah dengar kabar bahwa selamat, sempat tidak percaya," katanya.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Muktharudin menyatakan bahwa kasus eksploitasi berat terhadap Seni menjadi perhatian serius Kementerian P2MI.
"Negara tidak akan tinggal diam ketika ada pekerja migran Indonesia yang dieksploitasi atau diperlakukan tidak manusiawi di luar negeri."
"Kami memastikan negara hadir," bebernya.
Kepolisian Malaysia telah menangkap dua terduga pelaku eksploitasi dan penyiksaan terhadap Seni yaitu pasangan suami istri Azhar Mat Taib dan Zuzian Mahmud.
Keduanya dijerat Undang-Undang Anti Perdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran 2007, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau minimal lima tahun, termasuk hukuman cambuk.
Diketahui, korban bernama Seni ternyata tidak terdaftar dalam Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SiskoP2MI). Hal itu dikarenakan dia berangkat secara nonprosedural.
Kondisi ini membuat negara kesulitan melakukan pemantauan, termasuk memastikan kondisi, lokasi, maupun pelindungan yang semestinya.
WNI yang menjadi korban eksploitasi di Malaysia akan mendapat pendampingan hukum dari pengacara yang ditunjuk Bar Council Malaysia.
Menteri P2MI, Mukhtarudin mengatakan, Bar Council Malaysia akan memfasilitasi komunikasi dengan keluarga, penerbitan Surat Perjalanan Laksana paspor atau SPLP sebagai pengganti paspor, serta dukungan pemulihan kesehatan dan psikologis.
"Kami memastikan proses hukum berjalan transparan dan berpihak pada pemulihan serta keadilan bagi korban," ujar Mukhtarudin.
Mukhtarudin menegaskan bahwa kasus eksploitasi PMI asal Temanggung ketika bekerja di Malaysia ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Kementerian P2MI memastikan pemerintah tidak akan tinggal diam ketika ada PMI yang diperlakukan tidak manusiawi.
Mukhtarudin mengimbau masyarakat agar menggunakan jalur penempatan resmi jika memang berniat ingin bekerja ke luar negeri.
"Segera melapor jika menemukan indikasi kekerasan, eksploitasi, atau penipuan terhadap pekerja migran Indonesia," ucapnya.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Dato’ Indera Hermono menyampaikan, Seni mengalami penyiksaan keji oleh majikannya.
pada foto masa lalu, korban memiliki bibir yang utuh. Namun setelah mengalami penyiksaan, bibir korban menjadi sumbing atau cacat permanen.
"Menurut pengakuannya, dia disiram air panas sampai luka sehingga dokter harus menggunting bibirnya."
"Tubuhnya itu kurus kering dan selama bekerja di situ selain tidak digaji juga terus mengalami penyiksaan."
"Ini adalah tindakan biadab yang dilakukan seorang majikan di Malaysia terhadap pekerja asisten rumah tangga asal Indonesia," kata Hermono.
Korban telah diselamatkan oleh Polis Diraja Malaysia (PDRM) pada 19 Oktober 2025 setelah polisi menerima laporan yang disampaikan langsung oleh anak majikan korban.
Rupanya, anak majikan korban juga tidak tega melihat korban selalu disiksa orangtuanya.
Entah mengapa anak si majikan baru melaporkan setelah peristiwa itu terjadi sekian tahun lamanya.
Korban pada mulanya tidak dapat dikenali identitasnya dan hanya dipercayai sebagai WNI melalui keterangan anak majikan.
Selanjutnya pada 30 Oktober 2025, korban dibawa ke KBRI Kuala Lumpur untuk proses identifikasi identitas melalui pengambilan data biometrik keimigrasian.
Data korban pun tidak ditemukan dalam sistem keimigrasian Indonesia, meskipun korban mengaku pernah membuat paspor pada 2004 dan mengingat nomor paspornya.
Sebagai tindak lanjut, Atase Polri kemudian melakukan pengambilan sidik jari korban dan mengirimkannya ke Pusat Inafis dan Identifikasi (Pusident) Polri di Indonesia untuk penelusuran lebih lanjut.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa korban benar seorang WNI dan berdomisili di Temanggung.
Selanjutnya untuk menindaklanjuti hasil tersebut, Polres Temanggung mendatangi alamat korban dan menemui pihak keluarga.
Dari hasil verifikasi, keluarga memberikan selembar foto lama yang kemudian dikonfirmasi oleh korban sebagai dirinya dan keluarganya.
Identitas korban pun telah dipastikan secara sah. (*)
Sumber Kompas.com