TRIBUNNEWS.COM – Buku pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas 11 SMA Kurikulum Merdeka halaman 91 bab 3.
Salah satu materi yang dibahas pada buku pelajaran buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 11 SMA Kurikulum Merdeka halaman 91, karangan Henry Nugroho, dkk. terbitan Kemdikbud Ristek tahun 2021 yakni Menghindari Perkelahian Pelajar
Menghindari perkelahian pelajar adalah upaya atau tindakan yang dilakukan oleh siswa untuk mencegah terjadinya konflik fisik atau pertengkaran dengan teman sebaya, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.
Tujuannya adalah menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Pada latihan soal kali ini, siswa diminta menjawab pertanyaan terkait aktivitas yang ada dalam halaman tersebut.
Sebagai catatan, sebelum melihat kunci buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 11 SMA Kurikulum Merdeka halaman 91 siswa diminta untuk terlebih dahulu menjawab soal secara mandiri.
Kunci jawaban ini digunakan sebagai panduan dan pembanding oleh orang tua untuk mengoreksi pekerjaan anak.
Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam 11 SMA Kurikulum Merdeka Halaman 91: I. Refleksi Kunci
I. Refleksi
Perkelahian pelajar, kata sebagian orang menjadi hal yang lumrah, meskipun jika ditelaah dari sudut pandang Islam, perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan, karena pelakunya sudah baligh. Di setiap kelas, pasti ada yang menjadi pengurus OSIS, maka dibantu Ketua cobalah menyusun makalah sebanyak 3 lembar saja, boleh ditulis tangan atau cara yang lain tentang apa faktor, mengapa, siapa dan tempatnya di mana, sehingga terjadi perkelahian pelajar di internal atau eksternal sekolah kalian! Hasilnya dipresentasikan, sementara guru dan perwakilan kelas menilai dan memberi tanggapan atas presentasi yang dilakukan!
Jawaban :
Judul: Perkelahian Pelajar: Faktor, Dampak, dan Pertanggungjawaban
Perkelahian pelajar merupakan fenomena yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Meski sebagian orang menganggap hal ini lumrah, dari sudut pandang Islam dan norma sosial, tindakan ini harus dipertanggungjawabkan, terutama jika pelakunya telah baligh dan memiliki kesadaran atas perbuatannya. Perkelahian tidak hanya menimbulkan cedera fisik, tetapi juga mempengaruhi suasana belajar, mengganggu konsentrasi teman-teman sekelas, dan merusak reputasi sekolah secara keseluruhan.
Ada berbagai faktor yang menjadi pemicu perkelahian pelajar. Faktor internal berasal dari karakter atau sifat individu. Siswa yang mudah marah, emosional, atau impulsif cenderung bereaksi secara berlebihan saat terjadi konflik. Selain itu, persaingan di bidang akademik, olahraga, atau prestasi lainnya sering kali memicu konflik jika tidak disikapi secara dewasa. Perasaan tersinggung akibat ejekan, hinaan, atau gosip antar teman sekelas juga dapat menjadi pemicu. Dalam banyak kasus, masalah kecil yang tidak terselesaikan secara baik dapat membesar hingga menimbulkan pertikaian fisik.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga memainkan peran penting. Lingkungan di luar sekolah seperti pengaruh media sosial, teman sebaya, atau masalah keluarga dapat memicu perilaku agresif. Anak-anak yang sering terpapar konten kekerasan di media, atau yang berada dalam lingkungan dimana kekerasan dianggap wajar, cenderung meniru perilaku tersebut. Tekanan dari kelompok tertentu atau geng di sekolah juga dapat mendorong siswa untuk menunjukkan kekerasan agar dianggap kuat atau diterima dalam kelompoknya. Konflik eksternal ini sering kali menembus batas sekolah, sehingga perkelahian bisa terjadi tidak hanya di kelas atau halaman sekolah, tetapi juga di area sekitar sekolah atau di jalanan.
Pelaku perkelahian bisa berasal dari dalam sekolah, baik antar teman sekelas, antar kelas, atau antar sekolah yang berbeda. Tempat terjadinya perkelahian sangat beragam. Sebagian terjadi di dalam kelas saat pelajar sedang belajar, di lapangan olahraga ketika sedang bertanding, atau di halaman sekolah saat jam istirahat. Selain itu, beberapa perkelahian juga terjadi di luar sekolah, di area perkantoran atau jalan raya dekat sekolah, terutama ketika konflik yang muncul di sekolah berlanjut ke lingkungan eksternal.
Penanganan perkelahian pelajar membutuhkan pendekatan yang terstruktur dan melibatkan banyak pihak. Pencegahan merupakan langkah penting. Pendidikan karakter dan bimbingan konseling secara rutin dapat membentuk sikap siswa agar lebih sabar dan menghargai orang lain. Peran OSIS dan guru sebagai mediator sangat krusial dalam menyelesaikan konflik secara damai. Ketika perkelahian terjadi, mediasi dan dialog harus didahulukan sebelum tindakan disipliner. Sanksi yang diterapkan sekolah, mulai dari teguran hingga pembatasan aktivitas, harus proporsional dan mendidik, bukan sekadar menghukum.
Dalam perspektif Islam, pelajar yang telah baligh memiliki tanggung jawab moral dan spiritual atas perbuatannya. Mengajarkan pentingnya pertanggungjawaban, tobat, dan saling memaafkan dapat menjadi pendekatan efektif untuk mencegah kekerasan berulang. Kesadaran ini tidak hanya penting untuk menjaga kedamaian di sekolah, tetapi juga membentuk karakter siswa agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara keseluruhan, perkelahian pelajar tidak boleh dianggap remeh. Penyebabnya kompleks dan melibatkan faktor internal maupun eksternal, sementara dampaknya menyentuh berbagai aspek kehidupan sekolah. Dengan pendekatan preventif, pendidikan karakter, peran aktif OSIS dan guru, serta kesadaran akan tanggung jawab moral dan sosial, sekolah dapat meminimalkan konflik fisik dan membangun lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif.
*) Disclaimer:
(Namira)