Kisah Ibu Pekerja MBG di Sleman: Gaji Layak dan Gizi Anak Terpenuhi
kumparanNEWS November 26, 2025 10:40 AM
Dwi Hastuti (48 tahun) tampak telaten menyiapkan makanan di ompreng. Alat pelindung diri (APD) lengkap melekat di badannya mulai dari penutup kepala, sarung tangan, hingga masker.
Mata Dwi melirik ke sana ke mari. Dia ingin memastikan makanan di ompreng lengkap. Tak boleh ada buah apalagi lauk yang lupa dimasukkan.
Sebelum bekerja di SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Dwi adalah ibu rumah tangga. Hadirnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi berkah ganda baginya, yakni memberi penghasilan layak sebagai pekerja sekaligus memastikan asupan gizi anaknya terpenuhi.
Anak keduanya, Naufal Dafa Saputra (17), adalah penerima manfaat MBG di SMAN 1 Seyegan. Menurut Dwi, menu-menu MBG yang variatif sangat membantu gizi harian Naufal.
"Menu-menu dari MBG itu bervariatif dan bergizi. Otomatis itu bisa membantu gizi anak. Terutama anak saya," kata Dwi menceritakan sudut pandangnya sebagai orang tua, Kamis (20/11).
Secara tidak langsung, apa yang disantap anaknya di sekolah adalah hasil masakan tangan ibunya sendiri. "Bekal tetap bawa untuk istirahat pertama. MBG makan pas istirahat kedua," bebernya.
Makanan bergizi didapat, uang saku bisa dihemat. Dengan adanya MBG, uang saku Naufal bisa ditabung sehingga membantu memenuhi kebutuhannya sendiri.
"Dapat MBG untuk uang saku bisa dikumpulkan kalau anak saya. Buat beli kesukaan dia sepatu, tas, atau baju itu dia dari hasil uang sakunya itu dia beli sendiri. Nggak minta lagi. Cuma untuk kekurangannya baru minta," ujarnya.
Selain soal pengeluaran lebih hemat, ada cerita menarik dari ibu dan anak ini. Dwi bercerita anaknya sangat antusias dengan MBG. Bahkan anaknya kerap 'curi start' dengan bertanya ke Dwi soal menu MBG yang disajikan besok.
"Itu biasanya minta bocoran. 'Hari ini menunya apa bu' gitu biasanya. Tapi menu-menunya suka semuanya. Menu keringnya juga suka. Kebetulan untuk SMA Seyegan hari Selasa sama Jumat menu kering," ceritanya.
Bekerja di SPPG
Warga Padukuhan Jingin, Kelurahan Margomulyo, ini bercerita sudah bekerja di SPPG Margomulyo sejak SPPG berdiri beberapa bulan yang lalu.
Bagi Dwi, pekerjaan di SPPG bukan hanya ruang untuk berkarya sesuai hobinya, tetapi juga menjadi penopang penting ekonomi keluarga.
"(Alasan gabung) pertama dekat dari rumah jadi saya nggak perlu harus sedia transport. Yang kedua kebetulan hobi saya di kuliner sehingga saya tertarik di sini," katanya.
Di SPPG ini, Dwi bertugas di bagian pemorsian. Dia harus memastikan para siswa dapat porsi yang sama baik kualitas maupun kuantitas.
"Di sini 3.900 porsi (sehari)," bebernya.
Dwi sudah mulai bekerja dari jam 03.00 WIB. Jam kerjanya delapan jam.
"Suka dukanya masuknya pagi, masih ngantuk. Sukanya sih senang. Teman-temannya menyenangkan semuanya. Sistem kerja menyenangkan," bebernya.
Dwi Hastuti (48) dan rekan pekerja di SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hastuti (48) dan rekan pekerja di SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Awal SPPG ini buka, Dwi dan teman-temannya bekerja seperti di MasterChef -acara kompetisi memasak realitas televisi-. Semuanya tegang.
"Soalnya kan semuanya baru. Baru pengalaman pertama semuanya," katanya.
Saat itu belum ditemukan ritme antara tim distribusi dan sekolah. Di awal-awal pengiriman kerap tak tepat waktu.
"Betul (seperti MasterChef). 'waktunya tinggal segini, harus dikirim jam segini'. Sekarang udah nggak," katanya.
Kini ritme sudah tertata dengan baik. Dwi dan teman-temannya pun rileks bekerja. Sesekali mereka bisa melempar candaan untuk mencairkan suasana.
"Semuanya udah di job-nya masing-masing," bebernya.
Dapat Gaji Layak
Dwi mengatakan mendapatkan gaji sesuai UMR di SPPG ini.
"Dengan beban kerja sudah sesuai," bebernya.
Penghasilan di SPPG ini sangat membantu ekonomi keluarga. Terlebih anak kedua Dwi ini tahun depan masuk kuliah.
"Sangat membantu sekali. Bisa membantu suami. Kebetulan yang besar kuliah. Yang kecil besok lulus. Yang besar wisuda, yang kecil masuk (kuliah). Sangat membantu," kata Dwi yang suaminya bekerja sebagai wasit sepak bola.
Dwi Hastuti (48) pekerja di SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hastuti (48) pekerja di SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
SPPG Margomulyo Mayoritas Pekerja Warga Sekitar
Kepala SPPG Margomulyo, Joni Prasetyo, mengatakan hampir seluruh pekerja di SPPG ini adalah warga sekitar. Total pekerjanya mencapai 50 orang.
"Relawan ada 47, lalu ada kami di office itu 3 orang. Terus ada keamanan 2 orang. Kurang lebih 52 pekerja," kata Joni.
Joni menekankan ke para pekerja slogan dan semboyan "sehat, cerdas, dan ceria".
Pertama, sehat berarti yang bekerja harus sehat secara fisik dan mental.
"Karena mereka itu bekerja untuk menyehatkan penerima manfaat dari apa yang dia olah. Termasuk bahan-bahannya juga harus dipilih yang sehat," bebernya.
Kemudian cerdas. Para pekerja harus mengatur sebaik-baiknya agar tak molor.
"Agar bekerja juga efisien. Banyak pekerjaan tadi bisa dibagi. Lalu hasilnya nanti apa yang diolah bisa mencerdaskan karena ada gizinya," bebernya.
Ketiga adalah ceria. Suasana hati harus baik karena akan mempengaruhi hasil.
"Ketika senang, menikmati pekerjaannya, ternyata program ini juga membawa keceriaan. Pekerja karena dia mendapatkan gaji, kesempatan bekerja. Juga penerima manfaat. Ketika mobil MBG datang ke sekolah-sekolah anak-anak berlarian. Lalu bertanya menunya hari ini apa. Keceriaan anak-anak hampir kami temui tiap hari," bebernya.
Kepala SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Joni Prasetyo. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala SPPG Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Joni Prasetyo. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Jumlah Penerima Manfaat
SPPG Margomulyo melayani kurang lebih 3.982 penerima manfaat. Terdiri 3.755 untuk siswa pelajar dari PAUD sampai SMA/SMK. Kurang lebih ada 207 untuk ibu hamil dan menyusui.
SPPG ini belum mengikuti juknis terbaru yang maksimal melayani 3.000 penerima manfaat karena di wilayah Seyegan ini belum ada dapur yang siap untuk dibagi penerima manfaatnya.
"Dan BGN mempercayakan kepada kami bahwa selama ini di SPPG Margomulyo belum ada insiden yang menyebabkan kejadian luar biasa (KLB)," jelas Joni.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.