Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang pengadaan mesin electronic data capture (EDC) saat memeriksa dua pihak swasta sebagai saksi pada 26 November 2025.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan dua orang yang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) pada tahun 2020–2024 tersebut, yakni Group Head Sales PT Prima Vista Solusi Irwan Hung, dan Accounting Manager PT Smartweb Indonesia Kreasi Riko Elisa.

“Saksi hadir semua, dan penyidik mendalami terkait dengan aliran uang dalam transaksi pengadaan EDC,” ujar Budi kepada para jurnalis di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin EDC.

Pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, EL, NI, RSK, dan SRD.

Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari total nilai proyek pengadaan yang Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.

Selanjutnya pada 9 Juli 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus tersebut, yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital, dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU).

Selain itu, Dedi Sunardi (DS) selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Elvizar (EL) selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK) selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.