Jakarta (ANTARA) - Universitas Kristen Maranatha melalui program Resona Saintek memperkenalkan tiga inovasi batik kontemporer yang dikembangkan untuk mendorong pemanfaatan teknologi dalam pelestarian budaya sekaligus memperkuat potensi ekonomi pelaku UMKM industri kreatif di Bandung.
“Warisan tradisi masa lalu ketika dipertemukan dengan teknologi terkini, ternyata menghasilkan produk inovatif yang unik dan bernilai tinggi. Tidak saja melestarikan budaya asli Nusantara, tetapi dapat menggerakkan industri lokal,” ujar Ketua Pelaksana Resona Saintek UK Maranatha, Iwan Santosa, dalam keterangannya pada Senin.
Pada kegiatan bertajuk Semesta Inovasi Maranatha di Kampung Batik Cigadung itu, Maranatha memperkenalkan tiga inovasi utama, yakni Batik Kura-Kura, Batik Naskah Kuno, dan Batik Bersuara.
Ketiganya merupakan hasil riset akademisi lintas bidang dari Fakultas Humaniora dan Industri Kreatif serta Fakultas Teknologi dan Rekayasa Cerdas.
Batik Kura-Kura dikembangkan melalui metode pemrograman turtle graphics untuk menghasilkan pola batik menggunakan algoritma komputer.
Pendekatan tersebut memungkinkan pembuatan motif khas berbagai daerah seperti Batang, Purwakarta, Bojonegoro, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Inovasi ini dinilai membuka peluang produksi motif batik yang presisi, konsisten, dan cepat diterapkan pada industri tekstil kreatif.
Inovasi kedua, Batik Naskah Kuno, dikembangkan dari hasil kajian terhadap naskah bersejarah yang disimpan di keraton, museum, dan perpustakaan.
Melalui metode alih visual saintifik, naskah-naskah berusia ratusan tahun dialihwujudkan menjadi motif batik kontemporer. Salah satu naskah yang diolah adalah Bujangga Manik dari abad ke-15.
Upaya ini ditujukan agar pengetahuan masa lampau bisa dihadirkan kembali dalam bentuk visual yang lebih mudah dipahami masyarakat.
Adapun Batik Bersuara merupakan inovasi yang memadukan kain batik dengan teknologi audiovisual sehingga mampu menyampaikan legenda daerah melalui suara.
Produk ini dirancang sebagai media edukasi budaya bagi generasi muda sekaligus membuka ruang baru bagi pengembangan karya kreatif berbasis digital.
Ketiga inovasi tersebut merupakan bagian dari Program Pemberdayaan Sains dan Teknologi dalam Pelestarian Budaya Asli Indonesia yang didukung Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi melalui Program Kampanye Tematik Sains dan Teknologi (Resona Saintek).
Maestro batik sekaligus Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia, Komarudin Kudiya, serta Lurah Cigadung Muhamad Arif Kurniawan mengapresiasi upaya Maranatha.
Keduanya berharap riset tersebut dapat dimanfaatkan komunitas pembatik dan UMKM untuk meningkatkan daya saing produk batik Bandung.
Iwan menegaskan bahwa kampus tidak hanya menghasilkan inovasi, tetapi juga perlu memastikan hasilnya dapat dimanfaatkan masyarakat.
Ia mengajak pelaku UMKM, komunitas seni, dan pembatik untuk memanfaatkan teknologi yang diperkenalkan Maranatha sebagai peluang pengembangan usaha.
Rektor Universitas Kristen Maranatha, Prof. Frans Umbu Datta, sebelumnya menyatakan bahwa kampus berperan sebagai jembatan yang menghubungkan saintek dengan budaya Nusantara.







