Literasi Data Pemilu di Kampus, Mencetak Kader Pengawas Demokrasi Masa Depan
Glery Lazuardi December 01, 2025 10:33 PM

Puadi 

Anggota Bawaslu RI periode 2022-2027

Tempat/Tanggal Lahir 

Bekasi, 4 Januari 1974

Mantan guru  mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Puadi di SMA Negeri 28, SMA Negeri 24, SMA Negeri 30 dan SMA Negeri 37. 

Panwaslu Kota Jakarta Barat periode 2012-2014. 

Bawaslu Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2022. 

Pernah mengawasi jalannya Pilkada DKI Jakarta 2017 maupun Pemilu 2019. 

Riwayat Pendidikan 

Alumni Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 1998. 

Magister Manajemen Universitas Trilogi lulus tahun 2013. 

Misi di Bawaslu adalah menjadikan pengawasan partisipatif berbasis kearifan lokal. 

Pernyataan ini disampaikan setelah acara Literasi Data untuk Pengawasan Pemilu dengan tema: “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data” di Universitas Islam Al-Azhar Indonesia pada Senin 1 Desember 2025. 

Hari ini kami menyelenggarakan kegiatan literasi data bagi civitas akademika Universitas Al-Azhar. Fokus utama kegiatan ini adalah sosialisasi hasil pengawasan Bawaslu dalam setiap penyelenggaraan Pemilu maupun Pemilihan. Tidak hanya soal prosedur, namun juga dinamika penegakan hukum dan pengawasan pada tiap tahapan.

Seluruh data hasil pengawasan yang selama ini dihimpun tidak boleh berhenti sebagai angka dan laporan yang tersimpan. Data itu harus menjadi pengetahuan ditransformasikan menjadi kecerdasan kolektif civitas akademika dalam memahami praktik demokrasi di lapangan.

Karena itu, Bawaslu terus membangun kolaborasi dengan dunia kampus. Kami membuka akses luas bagi mahasiswa yang membutuhkan data untuk riset, penyusunan skripsi, tesis, hingga disertasi. Transparansi data adalah kunci agar pengawasan Pemilu semakin partisipatif.

Literasi data ini juga kami kemas dalam bentuk bedah buku yang mengulas dinamika pengawasan Pemilu. Termasuk interaksi berbagai kepentingan: antara Bawaslu dan KPU, pemerintah, hingga partai politik. Semua itu menggambarkan bahwa pengawasan tidak pernah statis selalu ada proses, tantangan, dan dinamika di setiap kewenangan yang dijalankan.

Mahasiswa juga diperkenalkan pada isu-isu krusial: penanganan pelanggaran, netralitas ASN, tindak pidana Pemilu, politik uang, hingga keterwakilan perempuan. Kasus-kasus nyata dibedah agar mereka tidak hanya mengenal teori demokrasi, tetapi memahami fakta di lapangan.

Mengapa kampus menjadi sasaran penting? Karena mahasiswa adalah calon kader pengawas Pemilu. Mereka adalah pemilih pemula yang harus paham tentang mekanisme penyelenggaraan Pemilu. Kami ingin mereka aktif berpikir kritis terhadap isu pengawasan dan penegakan hukum Pemilu.

Program ini telah menyambangi 14 kampus dan akan terus berlanjut hingga ke Bali dan Jambi. Evaluasi sementara berjalan baik, meski sosialisasi masih harus diperluas. Harapannya, ketika terjadi dugaan pelanggaran Pemilu, mahasiswa dapat menjadi pelapor awal sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang terdidik.

Terkait revisi regulasi Pemilu dan pembahasan grand design demokrasi ke depan, masukan civitas akademika sangat dibutuhkan. Pemerintah dan DPR membutuhkan formulasi yang lebih baik, dan perspektif akademik adalah sumber gagasan yang tidak boleh diabaikan.

Aspirasi yang dihimpun dari kampus akan kami jadikan bahan rujukan dalam penguatan sistem Pemilu pascakeputusan MK Nomor 135. Semuanya dilakukan demi mewujudkan Pemilu yang semakin bermartabat dan demokrasi yang semakin maju.

Dengan literasi data Pemilu di kampus, kita sedang menyiapkan generasi muda yang tidak hanya memilih, tetapi juga mengawal dan menjaga demokrasi Indonesia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.