276 SPPG Jadi Dapur Umum di Lokasi Bencana, BGN Sebut Tak Ada Tambahan Anggaran
kumparanBISNIS December 03, 2025 08:41 PM
Badan Gizi Nasional (BGN) mengubah 276 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melayani korban bencana di Sumatera. Seluruh SPPG tersebut saat ini berfungsi sebagai dapur umum yang menyalurkan makanan bagi warga terdampak.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, merinci bahwa di Aceh terdapat 81 SPPG yang aktif melayani pengungsi, 129 SPPG di Sumatera Utara, dan 66 SPPG di Sumatera Barat.
“Jadi total seluruhnya ada 276 SPPG yang masih melayani pengungsi,” ujar Dadan di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (3/12).
Dadan menjelaskan bahwa dalam kondisi bencana, pola pendanaan tetap mengikuti mekanisme reguler. Ia menegaskan tidak ada tambahan anggaran khusus untuk kebutuhan darurat. “Anggarannya anggaran normal,” katanya.
Menurut Dadan, pemerintah selalu memberikan dana kepada SPPG untuk melayani penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun dalam keadaan darurat di lokasi bencana, bantuan yang diberikan tidak hanya menyasar anak-anak, tetapi seluruh warga terdampak.
“Tapi ketika terjadi bencana, tidak hanya anak-anak yang kita lakukan bantuan, tapi seluruh masyarakat yang mengalami musibah. Jadi harus kita layani,” ujarnya.
Untuk saat ini, jatah makanan yang diberikan kepada setiap penerima manfaat tetap satu kali sehari per orang. Mengenai kemungkinan penambahan porsi, Dadan menyebut hal itu akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. “Nanti kita lihat sesuai kebutuhan,” katanya.
Target 82,9 Juta Penerima Manfaat Mundur Jadi Maret 2026
Perbesar
Petugas SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) membagikan makanan untuk warga terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara. Foto: Dok: BGN
Dadan juga mengungkap alasan pemerintah memundurkan target penerima manfaat MBG sebanyak 82,9 juta orang, dari rencana awal Desember 2025 menjadi Maret atau April 2026.
Menurut dia, tantangan utama yang dihadapi BGN untuk mencapai target tersebut adalah pembentukan SPPG di wilayah aglomerasi.
“Tentu saja (tantangannya di wilayah aglomerasi), karena jumlah penduduk itu ada di aglomerasi. Di daerah terpencil kan saya sudah sebut, tampaknya hanya 3 juta dari 82,9 juta. Jadi yang paling besar di aglomerasi,” tuturnya.
Ia menargetkan pada Desember 2025 bisa terbentuk 20.000 SPPG, sementara saat ini baru terbentuk 16.630 SPPG. Selain itu, pada Desember ini Dadan juga menargetkan ada 170 SPPG yang terbentuk di wilayah terpencil dari total 8.200 SPPG yang harus dibangun.
“Dalam dua bulan berikutnya, di Januari–Februari, kemungkinan besar seluruh SPPG sudah akan terbentuk. Sehingga Maret atau April 82,9 juta sudah bisa,” jelasnya.
Dari total SPPG yang telah beroperasi, Dadan menyebut baru 3.223 yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). “Baru 3.223 SPPG dari 16.630 SPPG,” katanya.
Pemerintah menargetkan percepatan pemenuhan SLHS sebagai prioritas, seiring dorongan percepatan implementasi MBG agar manfaat program dapat diterima lebih merata mulai 2025.
Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menyampaikan bahwa percepatan tersebut tercermin dari implementasi Peraturan Presiden (Perpres) 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG), termasuk percepatan MBG di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Jadi ada 13 peraturan turunan: 1 Peraturan Menteri Keuangan, 1 Peraturan Menko Pangan, sudah, tinggal nanti penyesuaian Perpres di dalam aturan-aturan yang 13 yang sudah ada di BGN tadi. SPPG 3T kita percepat, sudah percepatan SLHS dan pemenuhan tenaga ahli gizi,” jelasnya.