TRIBUNJATENG.COM, CARACAS – Militer Amerika Serikat (AS) masih terus melakukan serangan dengan menyasar kapal-kapal Venezuela di perairan internasional Laut Karibia. Pemerintah Venezuela pun merespons serangan-serangan AS dengan menambah kekuatan militer mereka.
Kiwari, Venezuela melantik 5.600 prajurit baru di Fuerte Tiuna, kompleks militer terbesar Venezuela yang berada di Caracas, pada Sabtu (6/12).
Pelantikan ini menindaklanjuti seruan Presiden Nicolas Maduro untuk memperkuat barisan militer, setelah AS mengerahkan armada kapal perang, termasuk kapal induk terbesar di dunia, ke wilayah Karibia dengan alasan memerangi perdagangan narkoba.
Dalam kesempatan itu, Kolonel Gabriel Alejandro Rendon Vilchez menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap potensi ancaman dari luar.
“Dalam kondisi apa pun, kami tidak akan mengizinkan invasi oleh kekuatan imperialis,” ujar Vilchez, dikutip dari AFP.
Berdasarkan data resmi, Venezuela saat ini memiliki sekitar 200.000 personel militer serta 200.000 petugas kepolisian tambahan.
Sementara itu, situasi memanas setelah pasukan AS dilaporkan melancarkan serangan mematikan terhadap sedikitnya 22 kapal, yang menyebabkan setidaknya 83 orang tewas.
Washington menuduh Presiden Maduro sebagai pemimpin 'Cartel of the Suns', sebuah jaringan yang bulan lalu secara sepihak ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS.
Maduro membantah keras tuduhan tersebut. Ia menilai pengerahan pasukan AS bukan semata untuk memberantas narkoba, melainkan sebagai upaya untuk menggulingkan pemerintahannya dan menguasai cadangan minyak Venezuela, yang termasuk terbesar di dunia.
Serangan militer AS terbaru menargetkan sebuah kapal di perairan internasional, yang diklaim dioperasikan oleh organisasi teroris terdaftar.
Dalam pernyataannya di platform X, Komando Selatan AS menyebutkan bahwa intelijen mereka memastikan kapal tersebut membawa narkotika ilegal dan melintasi jalur perdagangan narkoba di kawasan Pasifik Timur.
Unggahan itu disertai video yang memperlihatkan kapal bermesin ganda melaju dengan kecepatan tinggi sebelum terkena ledakan dan terbakar.
“Empat teroris narkotika pria di atas kapal tersebut tewas,” tulis pernyataan resmi dalam unggahan tersebut.
Tuai kritik Kongres AS
Serangan tersebut turut disorot di dalam negeri AS. Para anggota parlemen bahkan mengikuti pengarahan tertutup di Capitol Hill, dengan menonton rekaman lengkap serangan yang hanya sebagian kecilnya dirilis ke publik.
Anggota DPR dari Partai Demokrat di Komite Intelijen, Jim Himes, menyebut video tersebut sebagai salah satu yang paling mengganggu selama masa tugasnya. “Ada dua orang yang jelas dalam kondisi tidak berdaya, tanpa alat transportasi, dengan kapal hancur, lalu dibunuh oleh Amerika Serikat,” ujarnya.
Senada, Don Bacon dari Perwakilan Republik menilai para korban dalam video itu sebenarnya tengah berusaha bertahan hidup.
“Aturan perang tidak mengizinkan kita membunuh para penyintas. Mereka harus menimbulkan ancaman yang mendesak, dan menurut saya, mereka tidak menimbulkan ancaman langsung bagi negara kita,” kata Bacon kepada CNN.
Namun, pandangan berbeda disampaikan Senator Republik Tom Cotton. Ia membela penuh operasi militer AS tersebut.
“Serangan pertama hingga keempat pada 2 September sepenuhnya sah, diperlukan, dan sesuai dengan yang kami harapkan dari para komandan militer kami,” ujarnya.
Turkiye minta Maduro tak tutup komunikasi
Ketegangan antara AS dan Venezuela membuat Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan was-was. Erdogan pun turun tangan dengan menelepon langsung Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang merupakan mitra dekatnya, pada Sabtu (6/12).
Dalam percakapan itu, Erdogan meminta agar Venezuela tetap membuka jalur komunikasi dengan Washington.
“Penting untuk menjaga saluran dialog tetap terbuka antara AS dan Venezuela,” kata Erdogan dalam pernyataan resmi yang dirilis kantornya lewat platform X.
Erdogan menegaskan bahwa pemerintah Turkiye saat ini memantau ketat perkembangan di kawasan Karibia. Menurutnya, penyelesaian damai harus jadi pilihan utama dibanding adu kekuatan militer. “Masalah bisa diselesaikan lewat dialog,” tegasnya.
Kementerian Luar Negeri Venezuela juga mengonfirmasi percakapan tersebut. Dalam pernyataannya, Caracas menyebut Erdogan menyampaikan keprihatinan mendalam atas ancaman militer yang dihadapi Venezuela, termasuk manuver-manuver yang dinilai berpotensi mengganggu perdamaian kawasan.
Dalam telepon itu, Maduro memaparkan sikap tegas pemerintahnya terhadap AS. Ia menyebut langkah Washington sebagai ilegal, tidak proporsional, dan berlebihan. (Kompas.com)