Bion Edyson Gratiskan Seluruh Menu Warmah Bantu Mahasiswa Perantau Terdampak Banjir Sumatra
M Syofri Kurniawan December 09, 2025 10:30 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Bion Edyson nampak duduk di kursi warungnya sambil menatap layar gawai usai memposting makan dan minum gratis untuk mahasiswa perantau asal Sumatra.

Di Warung Ramah (Warmah), yang baru tiga bulan ia tempati di Jalan Tirto Agung Nomor 64, Tembalang, Bion menghabiskan waktu dengan memeriksa stok, menakar bumbu, sambil sesekali menyeka keringat di kaus hitamnya.

Dari titik kecil itulah ia akhirnya menggerakkan sesuatu yang jauh lebih besar.

Semua bermula dari satu unggahan di media sosial resmi Warmah. 

Sederhana saja ajakan makan gratis untuk mahasiswa perantau asal Sumatra terutama Aceh, Sumbar, dan Sumut yang keluarga yang terdampak banjir bandang.

Hanya lewat X dan Instagram, kabar itu menyebar seperti dengungan cepat di antara jaringan mahasiswa perantau. 

Sejak hari pertama, mereka berdatangan berdua, bertiga, kadang rombongan. 

Ada yang masih memakai jaket kampus, ada yang baru turun motor dengan wajah lelah, ada yang membawa tas kecil berisi barang dasar untuk bertahan saat isi kepala sedang campur aduk.

Warmah biasanya menjual 80 porsi sehari, maksimal 110. Tapi sejak kampanye makan gratis itu berjalan, hitungannya menjadi fleksibel. 

“Asal stok masih ada, berapa pun aku layani,” ucap Bion, Selasa (9/12/2025).

Sistemnya all you can eat pesan apapun pada menu yang tersedia di Warmah. 

Bion membolehkan untuk mahasiswa yang keluarganya jadi korban banjir untuk makan dua kali, tiga kali, sebanyak yang dibutuhkan. Asal makan di tempat.

Para perantau datang dengan menunjukan KTP atau KTMnya yang membuktikan berasal dari Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh.

“Yang penting kenyang. Perut kenyang itu bikin pikiran mereka waras. Jangan sampai saudara kita lapar, karena menunggu kiriman, biar yang di sana berjuang dulu, yang kuliah di sini bisa makan di sini,” tuturnya.

Ia tidak pernah menyebut ini program donasi. Tidak ingin ada label heroik. 

“Makan bareng saja sudah cukup. Mereka cerita, aku dengar. Itu aja,” katanya.

Mahasiswa Aceh paling banyak datang. Cerita mereka seragam: rumah hilang, ternak yang untuk biaya kuliah malah hanyut, motor lenyap, akses komunikasi terputus lima hari. 

Ada yang menunjukkan foto petak tanah tanpa bentuk rumah hanya tumpukan lumpur dua meter yang menyeret seluruh jejak hidup mereka. 

Saat mahasiswa perantau yang terkena musibah itu tadang, Bion selalu memperhatikan kebiasaan mereka.

Ada yang diam lama sebelum makan. Ada yang memandangi piring seperti benda asing. Ada yang matanya berkaca-kaca tanpa suara.

Bion memperhatikan tanpa menginterupsi. Ia punya pola sendiri sebelum berinteraksi dengan mahasiswa yang sedang terkena musibah.

Bion membiarkan mereka makan dulu, biarkan sendok menyentuh piring tanpa banyak bicara.

Setelah hampir habis, barulah ia datang, duduk di kursi kayu di sebelah mereka atau di depan mereka. 

“Aku tanya perlahan, gimana kabar keluarga. Turut berdukacita. Semoga mereka kuat,” ujarnya. 

Menu di Warmah beragam mulai dari ramen, soto, sampai nasi goreng. Tapi nasi goreng Padang selalu jadi rebutan.

Banyak perantau asal Sumatra yang mengatakan bumbunya mirip di kampung halaman, hasil racikan teman Bion asal Padang. 

“Mahasiswa perantau asal Sumatra paling sering pesan nasi goreng Padang, mereka bilang rasanya mirip seperti di kampung halamannya. Biar mereka ngerasa pulang sebentar,” katanya.

Dari sudut warung yang berukuran kecil itu, narasi-narasi muram berputar tiap hari. 

Ada mahasiswa yang mengaku tidak punya apa-apa lagi. 

Ada yang bilang satu-satunya alasan dia tetap kuat adalah keinginan cepat lulus agar bisa membantu keluarga bangkit. 

“Itu yang bikin aku tambah yakin buka makan gratis. Mereka enggak boleh lapar di sini,” jelasnya.

Gerakan ini baru berjalan dua hari ketika mahasiswa mulai berbondong-bondong datang. Hari ketiga makin ramai. 

Bion menargetkan bantuan ini berjalan satu sampai dua bulan sampai kampung halaman mereka pulih.

Dana untuk makanan gratis ia pisahkan dari kas operasional.  

“Udah dibudget-in. Enggak ngaruh ke warung. Bisnis ini bukan cuma soal profit. Basisnya tetap sosial.” kata Bion dengan mantap.

Rencananya, Bion juga akan bekerja sama dengan BEM Undip untuk meminta data perantau asal Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh dengan tujuan untuk menyuplai kebutuhan makan.

Sebelum program ini, Warmah memang rutin menggelar Jumat Berkah makan gratis untuk mahasiswa setiap Jumat. 

Yang ia lakukan sederhana, membuka pintunya dan membiarkan siapa pun yang sedang tersesat oleh bencana untuk duduk.

Menaruh rindu di meja, dan menghabiskan sepiring nasi goreng Padang yang rasanya membawa pulang kampung.

Bion Edyson bertahan di dapurnya, menyalakan kompor, dan memberi ruang aman untuk mahasiswa-mahasiswa yang sedang kehilangan segalanya, kecuali harapan. (Rad)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.