Perguruan Tinggi Diminta Tingkatkan Daya Saing lewat Kurikulum Berbasis OBE
M Syofri Kurniawan December 12, 2025 09:14 AM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Anggota Komisi X DPR RI, Dr Abdul Fikri Faqih, menilai, kompetensi soft skill menjadi aspek yang dinilai paling penting untuk menjawab kebutuhan dunia kerja dan tantangan global yang terus berkembang.

Tantangan saat ini yakni perguruan tinggi perlu merombak pendekatan penyusunan kurikulum agar lebih kreatif, dinamis, dan tidak bersifat baku. 

"Sejumlah tantangan global mengharuskan perguruan tinggi bergerak cepat, mulai dari percepatan digitalisasi, hingga perkembangan kecerdasan buatan," katanya dalam rilisnya kepada tribunjateng.com Jumat (12/12/2025) pagi.

Sebelumnya, Fikri hadir dalam workshop yang digelar di Universitas BPD, Kamis kemarin.

Fikri juga menilai, mutu perguruan tinggi kini dituntut bersaing pada level internasional, sehingga kurikulum harus adaptif dan mengikuti standar global.

Namun, tantangan di tingkat nasional masih cukup besar. 

Kurikulum Indonesia dinilai belum sepenuhnya berbasis outcome dan masih didominasi konten, bukan kompetensi atau capaian pembelajaran. 

Kesenjangan antara kurikulum dan kebutuhan industri internasional juga masih terjadi, diperparah keterbatasan sumber daya manusia dan dokumentasi akademik yang belum memenuhi standar global.

"Minimnya kolaborasi internasional serta keterbatasan dukungan anggaran dan regulasi yang belum konsisten turut menjadi hambatan pengembangan kurikulum," ungkapnya.

Ia menyebut, dalam draf RUU Sisdiknas, pemerintah merumuskan sejumlah prinsip kebijakan untuk memperkuat pendidikan tinggi. 

Di antaranya profesionalisme dosen berbasis kinerja tridharma, sistem pendanaan yang berkeadilan, serta penguatan pendidikan vokasi dan profesi yang terhubung langsung dengan dunia industri.

Adapun workshop ini mengangkat tema "Penguatan Kurikulum Berbasis OBE untuk Mewujudkan Akreditasi Internasional dan Daya Saing Global Perguruan Tinggi".

Selain Dr Abdul Fikri Faqih, narasumber yang turut dihadirkan yakni Dekan FEB Universitas BPD Prof Taofik Hidajat, Khoirudin MEng (USM), Dr Nurul Kamilia (Unnes) serta dimoderatori Untung Budiarso MH.

Sementara itu, Rektor Universitas BPD, Prof Sri Tutie Rahayu menyoroti perbedaan perlakuan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Ia menilai, meski memiliki tugas dan kewajiban yang sama, hak yang diterima kedua jenis perguruan tinggi tersebut dinilai masih belum setara.

"Misalnya skema Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), kenapa tidak diubah menjadi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT), sehingga perguruan tinggi negeri maupun swasta bisa mendapatkan dukungan yang sama," paparnya.

Rektor juga memandang dunia pendidikan tinggi perlu lebih terbuka terhadap pengembangan program studi.

Pendidikan tinggi harus mampu mengantisipasi perkembangan teknologi lintas disiplin. 

Kurikulum juga didorong lebih fleksibel agar mahasiswa dapat belajar di berbagai tempat dan beradaptasi dengan kebutuhan industri.

"Kampus kami siap dalam hal kesiapan belajar dan berkolaborasi. Berbagai masukan yang disampaikan akan digodok bersama untuk menguatkan pengembangan riset dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi," jelasnya. (arl)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.