TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru, siswa, mahasiswa hingga dosen di Sumatera berjuang di sekolah berlumpur dan kampus rusak pascabanjir dan longsor melanda akhir November dan awal Desember ini.
Dari Padang Pariaman hingga Aceh Besar, pemerintah menggelontorkan dana Rp13,3 miliar untuk ruang kelas darurat dan tenda belajar, sementara solidaritas akademik tumbuh menjaga ekosistem pendidikan tetap hidup.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengirim tim verifikasi faktual ke titik-titik terdampak banjir dan longsor di Sumatera.
Mereka berjalan melewati jalan berlumpur, menembus reruntuhan, dan memetakan kebutuhan sekolah mulai dari ruang kelas darurat, paket belajar, alat peraga, hingga layanan pemulihan psikososial bagi siswa dan guru.
Kemendikdasmen menilai kerusakan sekolah tidak bisa dipulihkan hanya dengan pembersihan.
Banyak bangunan membutuhkan perbaikan struktural, perangkat belajar baru, serta dukungan mental bagi siswanya.
Pemerintah menyalurkan dana Rp13,3 miliar untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan, mengirim tenda kelas, menyiapkan perangkat komunikasi bagi sekolah yang aksesnya terputus, serta memberikan santunan bagi guru dan siswa yang kehilangan rumah.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti meninjau sekolah di Padang Pariaman dan Agam, Sumatera Barat, pada 4–5 Desember 2025.
Ia berbincang dengan guru yang berusaha menenangkan siswa, mendengarkan cerita ujian tertunda, dan melihat langsung anak-anak mengikuti kegiatan pemulihan psikososial di ruang kelas sementara.
“Kami ingin memastikan tidak ada siswa yang tertinggal karena keadaan darurat,” ujar Abdul Mu’ti.
Suasana emosional juga terlihat di SDN 156473 Lubuk Tukko 2, Tapanuli Tengah. Para siswa datang melihat sekolah mereka yang masih tertimbun lumpur. Mereka memeluk guru perempuan, saling menguatkan atas bencana yang terjadi.
“Banyak peralatan perlengkapan belajar mengajar rusak. Proses belajar mengajar dilakukan jarak jauh, melalui grup,” kata Mesrayani Sinaga M.Pd, Kepala SDN 156473 Lubuk Tukko 2, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, dikutip TribunMedan.com, Kamis (11/12/2025).
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mencatat lebih dari enam ribu sivitas akademika terdampak dan puluhan kampus rusak. Beberapa kampus kehilangan laboratorium, arsip penelitian, dan ruang diskusi.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Fauzan menegaskan, “Teridentifikasi ada 60 perguruan tinggi terdampak bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.”
Data resmi Kemendikti Saintek mencatat lebih dari 18.000 mahasiswa dan 1.306 dosen ikut terdampak, dengan kampus swasta paling banyak mengalami kerusakan.
Kemdiktisaintek menyiapkan dua fase pemulihan: tanggap darurat dan rehabilitasi jangka menengah pada 2026.
Sebanyak 13 kampus ditetapkan sebagai pusat koordinasi akademik, sementara kampus di luar wilayah bencana bergerak sebagai jejaring pendukung.
Meski sama-sama terdampak bencana, kampus di Sumatera menunjukkan solidaritas nyata.
Ada yang membuka aula sebagai tempat tidur pengungsi, fakultas kesehatan mengirim tim medis, dan mahasiswa turun sebagai relawan memetakan kebutuhan dasar masyarakat.
Pemerintah turut menyiapkan program bantuan riset hingga Rp500 juta per proposal untuk intervensi berbasis ilmu, mulai dari pendidikan darurat, rekonstruksi ruang belajar, pemulihan psikologis, hingga mitigasi kebencanaan jangka panjang.
Presiden Prabowo Subianto mengingatkan agar tidak ada penyelewengan dalam pemulihan.
“Saya ingatkan tidak boleh ada penyelewengan, tidak boleh ada korupsi di semua entitas pemerintahan,” tegas Prabowo di Aceh, 7 Desember 2025.
Ikhtiar pemulihan pendidikan di Sumatera menjangkau semua jenjang, dari kelas berlumpur hingga kampus yang terputus akses internet. Semua bergerak dalam satu tujuan: menjaga ekosistem belajar di wilayah terdampak bencana agar tetap hidup.