TRIBUNNEWS.com - Pada Senin (15/12/2025), Komisaris Polisi New South Wales, Australia, Mal Lanyon, mengungkapkan satu dari dua pelaku penembakan massal di Pantai Bondi, mengantongi izin berburu.
Pelaku adalah ayah bernama Sajid Akraam (50) dan anak Naveed Akram (24).
Yang mengantongi izin berburu diketahui adalah Sajid.
Lanyon mengatakan Sajid "memenuhi kriteria kelayakan untuk izin kepemilikan senjata api."
Ia menjelaskan, ada dua jenis izin berburu, yaitu berburu di lahan terbuka dan berburu untuk rekreasi atau hobi.
Jenis izin berburu yang dikantongi Sajid adalah untuk rekreasi atau hobi, dilansir CNN.
Tak hanya itu, Sajid juga telah mengantongi izin kepemilikan senjata api sejak 2015.
"Kami sedang menyelidiki latar belakang kedua orang tersebut."
"Saat ini, kami hanya mengetahui sedikit tentang mereka," tutur Lanyon.
Sajid diketahui telah ditembak mati polisi di tempat kejadian.
Sementara, putranya Naveed, sedang dirawat di rumah sakit dan kondisinya dikatakan kritis, namun stabil.
Navee kemungkinan akan menghadapi tuntutan pidana, ujar Lanyon.
Terpisah, meski tak merinci secara jelas, Kepala Organisasi Intelijen Keamanan Australia (ASIO), Mike Burgess, mengatakan pihaknya mengenal salah satu pelaku.
"Salah satu pelaku sudah kami kenal, tapi bukan dalam konteks ancaman langsung. Jadi jelas kami perlu menyelidiki apa yang terjadi di sini," jelas Burgess, masih dari CNN.
Dalam insiden ini, polisi telah menyita enam senjata api milik sang ayah.
Hingga saat ini, sebanyak 38 korban penembakan masih dirawat di rumah sakit, kata Perdana Menteri New South Wales, Chris Minns,
Angka tersebut sedikit lebih rendah dari 40 orang yang dilaporkan sebelumnya.
Sementara itu, 15 orang dilaporkan tewas dalam penembakan massal yang dilakukan ayah dan anak.
Penembakan massal terjadi pada Minggu (14/12/2025), saat acara "Chanukah by the Sea" sedang berlangsung.
Menurut polisi, sekitar 1.000 orang berkumpul dalam acara kaum Yahudi tersebut.
Seorang mahasiswi yang juga saksi mata, Camilo Diaz (25), mengaku mendengar rentetan tembakan saat insiden terjadi.
"Itu mengejutkan. Rasanya seperti 10 menit hanya terdengar suara tembakan beruntun," ungkap Diaz, dikutip dari Al Jazeera.
Sementara, saksi mata lainnya mengungkapkan dua pelaku berpakaian hitam dan berdiri di atas senjata, menembaki kerumunan orang yang berkumpul dalam acara tersebut.
Pelaku penembakan berhasil dilumpuhkan oleh pemilik toko buah setempat, Ahmed al Ahmed (43).
Chris Minns mengapresiasi aksi heroik Ahmed dan menyebutnya sebagai pahlawan sejati.
"Seorang pria berjalan menghampiri seorang pria bersenjata yang telah menembaki masyarakat dan seorang diri melucuti senjatanya, mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan nyawa banyak orang lain," urai Minns.
"Pria itu adalah pahlawan sejati, dan saya yakin bahwa banyak sekali orang yang selamat malam ini berkat keberaniannya," imbuhnya.
Jurnalis Al Jazeera, Danielle Robertson, mengatakan penembakan massal di Pantai Bondi mengguncang Australia.
Kekerasan bersenjata di ruang publik yang ramai jarang terjadi di Australia, terutama di daerah seperti Pantai Bondi, yang dijaga ketat oleh polisi, katanya.
Setelah pembantaian Port Arthur pada 1996 di Tasmania, Australia memperkenalkan undang-undang senjata api nasional yang ketat, dan sejak saat itu sebagian besar telah menghindari penembakan massal di tempat umum.
Robertson mengatakan petugas polisi berjaga di jalan-jalan sekitar Pantai Bondi, dan petugas berpatroli dengan berjalan kaki, mendesak orang-orang untuk pergi, menjauh, dan kembali ke rumah.
Analis politik, Mark Kenny menggambarkan pidato Albanese setelah serangan itu sebagai salah satu pernyataan publiknya yang paling lugas dan tegas.
"Di sana kita melihat seorang PM Australia yang sangat teguh, bertekad untuk meyakinkan masyarakat, meyakinkan komunitas Yahudi, tetapi juga masyarakat luas tentang perlunya kohesi sosial di Australia dan tekad pemerintah untuk memburu siapa pun yang terlibat dalam hal ini," kata Kenny.
(Pravitri Retno W)