PP Pengupahan Terbit, Menaker Sebut Upah Buruh Tak Bisa Turun
December 18, 2025 11:42 AM

TRIBUNGORONTALO.COM -- Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang akan menjadi dasar penetapan Upah Minimum Tahun 2026.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan, regulasi ini lahir melalui proses panjang.

Bahkan kata dia melibatkan kajian akademik mendalam serta penyerapan aspirasi dari berbagai pihak, mulai dari serikat pekerja, serikat buruh, hingga kalangan pengusaha.

Dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (17/12/2025), Menaker menekankan bahwa PP Pengupahan bukan sekadar aturan teknis.

Kata dia, PP ini wujud komitmen negara menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha.

Salah satu poin krusial dalam PP tersebut adalah metode penghitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang kini disusun berbasis kajian komprehensif dan telah dipublikasikan secara resmi.

Baca juga: Cek Status BLT Kesra 2025: Cara Daftar dan Jadwal Cair Rp900 Ribu via HP

Kajian ini menjadi fondasi utama dalam penentuan variabel dan indikator pengupahan nasional.

Bahkan, Presiden disebut mendengar langsung aspirasi serikat pekerja dan buruh sebelum menetapkan formula pengupahan yang kini berlaku.

Melalui PP Pengupahan, pemerintah membuka ruang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), serta memberikan kewenangan kepada gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).

Kebijakan ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan riil daerah sekaligus menjadi patokan nasional dalam penetapan upah minimum.

Menaker menegaskan, formula kenaikan upah minimum tetap sama, yakni: kenaikan upah = inflasi + (pertumbuhan ekonomi × alfa).

Namun yang membedakan, nilai alfa kini melonjak signifikan, berada pada rentang 0,5 hingga 0,9, jauh lebih tinggi dibandingkan ketentuan sebelumnya yang hanya berkisar 0,1 hingga 0,3.

Alfa dimaknai sebagai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus instrumen bagi daerah untuk mengelola disparitas upah sesuai kondisi masing-masing wilayah.

“Ini kebijakan yang sangat progresif,” tegas Yassierli.

Ia juga menekankan bahwa tidak ada ruang bagi penurunan upah dalam formula baru ini.

Komponen inflasi yang selalu menjadi dasar perhitungan memastikan upah minimum tidak akan turun, bahkan ketika pertumbuhan ekonomi daerah mengalami kontraksi.

Dalam kondisi tersebut, Dewan Pengupahan Daerah tetap diminta mengkaji kenaikan upah secara bijak berdasarkan data dan kondisi objektif daerah.

Peran Dewan Pengupahan Daerah pun dinilai semakin strategis.

Mereka diminta melakukan kajian mendalam dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga struktur industri dominan di daerah. 

Hasil kajian tersebut harus diusulkan kepada kepala daerah untuk ditetapkan paling lambat 24 Desember 2025.

Untuk memastikan kebijakan berjalan efektif, Kementerian Ketenagakerjaan bersama Kementerian Dalam Negeri telah melakukan sosialisasi kepada seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia, serta melibatkan kepala dinas ketenagakerjaan daerah.

Pemerintah pusat juga akan melakukan konsolidasi lanjutan dengan Dewan Pengupahan Nasional dan memberikan pendampingan bagi daerah yang membutuhkan.

Menaker menegaskan, PP Pengupahan ini juga merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi serta mencerminkan perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kesejahteraan buruh.

Sejumlah kebijakan pendukung seperti pemberian upah 60 persen selama enam bulan bagi korban PHK, bantuan subsidi upah, hingga program rumah subsidi bagi pekerja disebut sebagai bukti konkret keberpihakan pemerintah.

“Alfa hingga 0,9 ini adalah kebijakan yang luar biasa. Tantangannya ke depan adalah memastikan kesejahteraan buruh meningkat seiring dengan pertumbuhan industri yang berkelanjutan,” pungkas Yassierli. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.