TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Roy Suryo, tersangka kasus ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo selesai mengikuti gelar perkara khusus di Mapolda Metro Jaya, Senin (15/12/2025).
Selama enam jam lamanya, Roy Suryo bersama dua tersangka lain Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauzia Tyassuma (dokter Tifa berdebat dengan tim hukum kubu pelapor.
Kepada wartawan, Roy mengaku sempat diperlihatkan ijazah Jokowi oleh penyidik.
Namun ijazah itu tidak boleh disentuh dan hanya diperlihatkan sekilas.
"Kami akhirnya sama seperti klaster satu dipertunjukkan sebuah barang yang diklaim asli katanya, ijazah analog milik saudara Jokowi," ungkapnya.
Roy menyatakan dirinya mengerti betul perihal foto.
Selain hobi komputer, dia menyatakan sudah menekuni dunia fotografi sejak masih kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Pas foto di barang itu saya dengan tegas dan lantang ragu foto itu sudah lebih dari usia 40 tahun," ujarnya.
Roy memandang pas foto yang tertera di ijazah Jokowi terlalu tajam dan baru.
Dia menekankan untuk kertas foto yang dicetak tahun 1980an semestinya sudah mulai pudar.
"Bahkan foto di ijazah dokter Rismon yang baru 23 tahun sudah mulai (rusak) ini masih tegas dan jelas," tukasnya.
Oleh sebab itu, Roy menyatakan tidak berubah perihal keyakinannya bahwa ijazah Jokowi bukan diterbitkan oleh Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985.
"Saya yakin 99,9 persen ijazah Jokowi palsu," tegasnya.
Roy juga memastikan ijazah yang diteliti selama ini adalah barang yang kurang lebih sama.
Baca juga: Rizal Fadillah Sebut Relawan Jokowi Bohong Ditunjukkan Ijazah Asli: Padahal Sudah Disita Sejak Juli
Kubu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) juga hadir di Polda Metro Jaya mengikuti jalannya gelar perkara khusus pada Senin (15/12/2025).
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan mengatakan jika gelar perkara khusus ini bukan untuk pembuktian benar atau salah soal kasus ijazah ini.
“Intinya karena itu undangan dari para penyidik, ya kami menghormati dan kami hadir di sini. Namun kita semua sudah tahu bahwa gelar perkara ini adalah hanya pemaparan dari para penyidik, untuk memperlihatkan nih dari awal sampai sekarang ini apa yang telah dilakukan. Dan langkah-langkah selanjutnya seperti apa,” kata Yakup kepada wartawan, Senin (15/12/2025).
“Jadi ini bukan pemeriksaan eksaminasi mengenai perkaranya, bukan pembuktian perkaranya, karena pembuktian nanti di pengadilan. Jadi kalau ada narasi seakan-akan di sinilah nanti akan dilihat apakah yang sudah dilakukan sudah benar atau tidak, itu salah narasinya. Jadi kita hanya melihat saja nih pemaparan dari para penyidik,” sambungnya.
Nantinya, kata Yakup, dalam gelar perkara khusus itu, penyidik hanya memaparkan apa yang sudah didapat selama menyidik kasus tersebut.
“Iya, karena forum untuk mengkoreksi suatu penyidikan bukan di sini. Ini hanya mereka memaparkan, para penyidik. Apa yang sudah dilakukan, sehingga para tersangka tentu yang memiliki hak kan, untuk mengetahui mungkin apa yang telah dilakukan, apa yang sudah disita dan sebagainya,” tuturnya.
Sebagai pelapor, lanjut dia, pihaknya memilik hak untuk mengetahui kapan perkara tersebut akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk mulai disidangkan.
“Kami sebagai pelapor juga memiliki hak nih untuk mengetahui kapan ini akan dilimpahkan kepada kejaksaan untuk disidangkan nanti,” ungkapnya.