Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual merupakan instrumen penting untuk mendorong inovasi nasional dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.

Dalam Diskusi Grup Terarah Lintas Kementerian di Jakarta, Senin (15/12), dia mengatakan kekayaan intelektual tidak lagi dipandang semata sebagai aspek legal, tetapi juga sebagai aset ekonomi yang memiliki nilai strategis.

“Saya melihat di forum internasional, khususnya dalam General Assembly WIPO, bahwa negara-negara yang telah menyiapkan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual adalah negara-negara maju," ujar Supratman, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Saat ini, kata dia, sudah ada 14 negara di dunia yang menerapkan skema tersebut, dan Indonesia berpotensi menjadi negara ke-15 apabila implementasi pembiayaan berbasis kekayaan intelektual di tanah air dapat berjalan dengan baik.

Adapun diskusi menjadi forum strategis untuk membahas berbagai aspek kesiapan implementasi kredit usaha rakyat (KUR) berbasis kekayaan intelektual mulai dari pelindungan kekayaan intelektual, kepastian hukum, mekanisme penilaian aset tidak berwujud, hingga skema pembiayaan dan mitigasi risiko kredit.

Diskusi juga diarahkan untuk menyamakan persepsi antarkementerian dan lembaga agar kebijakan dapat berjalan selaras dan terukur.

Kegiatan itu turut membahas dukungan regulasi yang telah disiapkan untuk menunjang implementasi pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuka ruang pemanfaatan kekayaan intelektual sebagai agunan tambahan kredit, sementara kementerian dan lembaga terkait terus mengoordinasikan aspek teknis agar skema KUR berbasis kekayaan intelektual dapat diterapkan secara hati-hati dan berkelanjutan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Hermansyah Siregar menyampaikan pelindungan dan pendaftaran kekayaan intelektual menjadi fondasi utama dalam implementasi pembiayaan KUR berbasis kekayaan intelektual.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), menurutnya, berperan memastikan kepastian hukum agar kekayaan intelektual dapat dinilai secara kredibel dan dipercaya oleh lembaga keuangan.

Untuk itu, Hermansyah menilai pertemuan tersebut menjadi forum penting untuk menyamakan persepsi, mengidentifikasi tantangan dan risiko implementasi, serta merumuskan opsi solusi, termasuk pembentukan pasar sekunder kekayaan intelektual.

"Pelindungan dan pendaftaran kekayaan intelektual menjadi kunci agar skema pembiayaan KUR berbasis kekayaan intelektual dapat diimplementasikan secara kredibel dan berkelanjutan,” ucap Hermansyah.

Selain aspek regulasi, diskusi juga menyoroti kesiapan penilaian kekayaan intelektual oleh penilai tersertifikasi serta peran lembaga penjaminan dalam mengurangi risiko kredit.

Seluruh pemangku kepentingan sepakat bahwa implementasi KUR berbasis kekayaan intelektual harus dilandasi prinsip kehati-hatian agar memberikan manfaat optimal bagi pelaku usaha.

Melalui diskusi lintas kementerian tersebut, DJKI menyatakan komitmennya untuk terus memperkuat pelindungan kekayaan intelektual sebagai bagian dari pengembangan ekosistem pembiayaan nasional.

Skema KUR berbasis kekayaan intelektual diharapkan dapat membuka akses pembiayaan yang lebih luas bagi UMKM dan pelaku ekonomi kreatif yang memiliki kekayaan intelektual terdaftar dan terlindungi secara hukum.