Tenaga Gizi di Kaltim Minim, Angka Stunting Masih Tinggi, DPRD Desak Pemprov Perkuat Layanan Dasar
December 16, 2025 06:19 PM

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Keterbatasan jumlah tenaga gizi di Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai menjadi salah satu faktor utama lambatnya penurunan angka stunting dalam tiga tahun terakhir.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim mendesak pemerintah daerah mempercepat penanganan dengan memperkuat layanan dasar, khususnya ketersediaan sumber daya manusia di bidang gizi.

Tenaga Gizi Jadi Faktor Strategis

Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, menegaskan tenaga gizi bukan sekadar pelengkap program kesehatan, melainkan elemen strategis dalam keberhasilan intervensi stunting.

Baca juga: OIKN Latih 150 Warga Sepaku Jadi Penggerak Gizi Keluarga untuk Tekan Angka Stunting

“Selama rasio tenaga gizi masih timpang, jangan berharap penanganan stunting bisa bergerak cepat,” ujarnya, Senin (15/12/2025).

Berdasarkan standar layanan nasional, satu wilayah dengan 100.000 penduduk idealnya ditangani 35 tenaga gizi.

Dengan jumlah penduduk Kaltim mencapai 4,05 juta jiwa pada 2024, kebutuhan minimal mencapai 1.417 tenaga gizi. 

Namun, data BPS Kaltim menunjukkan jumlah yang tersedia baru 503 orang, atau hanya sepertiga dari kebutuhan.

Dampak Kekurangan Tenaga Gizi

Ananda menilai ketimpangan ini berkontribusi terhadap tingginya angka stunting di Kaltim yang mencapai 22,2 persen pada 2024, lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Rendahnya cakupan intervensi spesifik, terbatasnya pendampingan keluarga berisiko, serta belum optimalnya pemantauan di posyandu disebut berkaitan erat dengan minimnya tenaga gizi.

Selain jumlah yang terbatas, distribusi tenaga gizi juga tidak merata.

Baca juga: Penanganan Stunting Berau Terendah di Kaltim, Ini Kata Dinas Kesehatan

Sebagian besar terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sementara daerah seperti Kutai Barat, Mahakam Ulu, dan Kutai Timur mengalami kekurangan cukup parah.

“Kondisi ini membuat banyak keluarga tidak terpantau secara rutin. Padahal stunting sering terjadi bukan hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga kurangnya edukasi gizi dan lemahnya pendampingan,” jelas Ananda.

Usulan Percepatan Penanganan

Untuk mengejar ketertinggalan, DPRD Kaltim mendorong pemerintah daerah menggandeng perguruan tinggi yang memiliki jurusan gizi, seperti Universitas Mulawarman, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim, dan STIKES Samarinda.

Kolaborasi ini dinilai dapat menciptakan suplai tenaga gizi lebih stabil sekaligus membuka peluang penempatan lulusan baru di desa dan kelurahan.

“Pemerintah daerah bisa membuat skema kerja sama, seperti program penempatan kerja, kontrak dua hingga tiga tahun, atau beasiswa ikatan dinas. Kita punya modal SDM dari kampus, tinggal bagaimana memanfaatkannya,” kata Ananda.

Baca juga: Anggota Komisi IV DPRD Soroti Data Stunting Tak Akurat, RT Diminta Tak Dibebani Biaya

Ia menekankan pentingnya menjadikan pemenuhan tenaga gizi sebagai prioritas dalam perencanaan anggaran kesehatan daerah, terlebih Kaltim tengah bersiap menjadi penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Kalau bicara masa depan, bicara IKN, dan bicara SDM unggul, maka persoalan gizi harus diletakkan di posisi penting. Tidak bisa lagi dianggap isu pinggiran,” tegasnya.

Ananda optimistis, dengan penambahan tenaga gizi dan pendampingan hingga tingkat desa, angka stunting di Kaltim dapat ditekan signifikan dalam dua hingga tiga tahun ke depan. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.